-->

Image Slider

Bebe ke Dokter Mata (3)

on
Wednesday, March 17, 2021


Baca dulu part 1 dan 2 nya ya biar nyambung.


Bebe ke Dokter Mata: Part 1 | Part 2


Pengalaman Periksa Mata Anak dengan dr. dr. Florence M. Manurung, SpM(K) di JEC Menteng.


Hari itu, hari pertama Bebe ke dokter mata, saya ada webinar jadi ini pengalaman JG dan Bebe hahahaha.


Rada bersyukur saya nggak ikut karena Bebe sama saya tuh kan modenya langsung bayi ya, gampang nangis, lemah, leuleus, segala pake nangis pokoknya. Kalau sama appa tuh kuat, nggak gampang nangis, nggak manja, nggak minta gendong HAHA.


Urutannya gini kalau mau ke JEC saat Covid. 


1. Bikin janji via WhatsApp JEC di nomor +62 877-2922-1000 (JEC cabang manapun bisa bikin janji di WA ini).

2. Download aplikasi JEC, sign up, isi screening Covid di sini. Screening berlaku 12 jam jadi isinya sebelum pergi aja, cepet kok.

3. Dateng ke sana, lihat hasil screening, ganti masker dengan yang disediakan. Boleh pakai masker dobel dengan kain tapi masker medisnya di dalem, masker kain di luar. Please nurut ya karena dokter mata tuh risiko tinggi tertular Covid huhu repot banget kan kalau pada sakit, udah mah cuma dikit dokter mata tuh.


Masuk, registrasi standar rumah sakit lalu ke BDR (Basic Diagnostic Room), periksa mata kaya di optik cuma lebih lengkap. Diperiksa pakai alat (ya ngeliat balon udara itu), lalu periksa manual (sebut huruf), kalau dewasa (saya akhirnya ikut periksa di kunjungan ketiga) diperiksa tekanan mata. Disemprot pakai udara gitu. Kalau anak, diperiksa ininya di dalem sama dokter.


PLEASE NOTE YA INI:


KALAU MATA KALIAN ATAU SUAMI MINUS, BAWA ANAK KE DOKTER MATA YA! Plis jangan bawa ke optik doang karena hasil dari dokter mata itu lebih spesifik sehingga anak bisa pakai kacamata yang bikin dia liat 100% bagus.


Karena pengalamanku seumur hidup pakai kacamata hanya periksa di optik, optik tuh suka nurunin hasil kita dengan alasan “nanti pusing” atau “ketinggian ini, terlalu terang nggak?” gitu kan? Padahal mungkin hasil pemeriksaan di optik NGGAK PRESISI jadi kamu pusing. Karena kacamata itu harus 100% clear and crisp alias harus presisi jadi mata kamu nggak cepat lelah.


Kata dokternya, datang ke optik untuk periksa mata itu selevel dengan datang ke tukang gigi saat sakit gigi. YA BENER SIH HUHU SUNGGUH MERASA BODOH :( Padahal kami apa-apa ke dokter banget cuma entahlah sotoy atas mata karena merasa saya seumur hidup berkacamata.


*


Dari BDR, muncul kan hasil untuk acuan pemeriksaan dokter. Lalu dicek ulang sama dokter. Ini namanya pemeriksaan subjektif ya. Karena ya kita percaya aja sama anak (ini kondisi anaknya udah bisa baca dan udah paham, kalau bayi aku nggak ngerti).


Jadi Bebe diminta lihat lagi huruf sampai 100% terlihat jelas. Dari jejeran 5 huruf paling kecil, harus bisa bener jawab 3. Abis itu disemprot tekanan mata untuk cek glaukoma cmiiw plis ini hanya mengandalkan ingatan JG, googling sih bener maafkan hahaha.


Setelah itu, keluar lagi dari ruangan dokter, kembali ke BDR dan ditetes matanya biar pupilnya membesar. INI PERIH KATANYA. Nangisss sampai pas mata sebelah kan dia nggak tau kalau seperih itu ya, masih santai mau ditetes. Pas mata sebelahnya NGGAK MAU BUKA MATA HAHAHAHA.


Ya udah dengan berbagai bujukan JG (YAY!) akhirnya mau. Lalu dipakein kacamata kaya di optik, ruangan digelapin, mata ditembak cahaya, dan matanya diperiksa dengan alat … YA NGGAK TAU ATUHLAH NAMANYA APA HAHAHAHA. Intinya kita tuh nggak bisa percaya gitu aja sama anak 6 tahun untuk bilang semua huruf clear and crisp kan, jadi diperiksa ulang secara objektif gitu. Kalau orang dewasa bilang ok clear itu ya otaknya udah ngong lah ya yang clear itu kaya apa, yang berbayang itu kaya apa, kalau anak-anak judgment mereka masih sulit dipercaya.


Keluarlah hasil pemeriksaan dari dokter dan ya beda sama optik. Nggak jauh masih di minus 3,5 tapi perintilan yang lainnya beda (silindris, dll), tapi ya harus diganti lagi lensa yang baru diganti belum seminggu itu hehehehe. 


Disuruh dateng lagi 4 bulan kemudian.


4 bulan kemudian yaitu bulan lalu minusnya jadi 4,5. Dalam 4 bulan naik minus 1. Apa kabar teori ibu 20 tahun naik minus 4? :’) Dokter mengingatkan kalau naik minus itu ya wajar lagi pandemi begini. Wajar sih wajar dok tapi nggak 4,5 juga kaliii. Lelah akutuh. 


Akhirnya dokter menyarankan dua opsi. Pakai tetes mata TANPA PUTUS selama 2 tahun untuk nahan minusnya atau pakai Ortho-K, hard lens yang dipakai setiap hari saat tidur malam untuk nahan pertumbuhan mata dan siangnya mata jadi normal!


Kami pilih Ortho-K, sudah 2x ke dokter spesialisnya, sudah fitting, tapi masih PO selama 6 minggu. Lihat testimoni anak-anak lain di YouTube sih bener-bener siang mereka nggak butuh kacamata sama sekali. Solusi banget sih menurutku jadi bisa bebas kacamata meski siang doang sambil nunggu cukup umur untuk lasik.


Demikian cerita minus mata. Lanjut nanti pengalaman Ortho-K ya!


-ast-

 







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bebe ke Dokter Mata (2)

on
Tuesday, March 16, 2021
pengalaman ke dokter mata anak


MAAF GUYS UDAH MAU 2 TAHUN BARU UPDATE LOL. Jadi ini akan panjang dan akan langsung ada part 3 ya!


Bebe ke Dokter Mata: Part 1 | Part 3


Rada hectic ya dunia permataan anak karena Corona terus saking ~yah gimana lagi yhaaa~ jadi males update blog huhu padahal penting lagi untuk dibaca ulang di masa depan.


Okelah aku gali berbagai info setahun ke belakang karena sejak blogpost itu, Bebe udah 4 kali lagi ke dokter mata :)))))


PANDEMI DAN MATA BEBE


Pandemi mau ngapain lagi sih kalau nggak ngurusin gadget? Iya tau banyak ortu yang masih sanggup anaknya no gadget saat pandemi tapi tentu itu bukan aku :’)


Ya saya kan masih kerja, JG juga kerja, Bebe sama siapa kalau bukan sama Ryan? :’)



Ditambah sekolah aja sehari itu dari jam 8.30 - 14.30. Ada 2 kali break masing-masing 30 menit dan 1 lunch break. Bebe baru boleh main game jam 5 sampai saya dan JG selesai makan malam.


Intinya ni anak dari umur 0-5 tahun cuma ketemu screen saat weekend, JADI BERJAM-JAM SETIAP HARI KARENA PANDEMI! Bukan main atau nonton tapi juga kan sekolahnya di screen! *KESAL*


Oktober 2020


Bulan Oktober, hadir 1 email dari sekolah Bebe, tentang Kuesioner Skrining Kesehatan Anak Usia Sekolah. Di emailnya ada “Note: Dalam pengisian kusioner, mohon membaca petunjuknya sebelum mengisi.” Dikasih deadline 2 minggu untuk isi.


Dalam hatiku ya apalah sih notenya emang sesusah apa mengisi tentang kesehatan anak, dikasih waktu 2 minggu pula. LAH TERNYATA SUSAH MONANGESSSS. Sampai segala gigi harus difoto dari berbagai angle ya ampun stres.


Nah tentu ada kesehatan mata juga kan. Ditanya apa pake kacamata kah, punya kelainan mata kah, dll. Salah satunya, anak diminta menyebut jumlah jari ortu dari jarak 5 meter. Bebe dengan kacamatanya … nggak bisa jawab. MULAI PANIK DONG.


Karena seperti yang kusebut di blogpost pertama, minus 1 di umur 5 ya wajar karena mikirnya saya pun minus 2,5 di umur 10, sekarang umur 32 minusnya 7. Jadi dalam 20 tahun rata-rata naik minus 4 lah ya.


Kalau Bebe kaya saya plek, maka 20 tahun kemudian di umur 25 (asumsi minus 1 di umur 5) minusnya akan hanya kurleb 5, not bad kan? TAPI KOK BARU UMUR 6 UDAH NGGAK BISA LIHAT PAKAI KACAMATA YANG BELUM SETAHUN?


HUHU.


Nah di sini kesalahanku yaitu ketika minus terasa naik, yang dilakukan pertama kali apa? JELAS BUKAN KE DOKTER MATA TAPI KE OPTIK.


Seumur hidup ke dokter mata cuma ya tahun lalu itu bareng Bebe. Sebelumnya BELUM PERNAH :))))


via GIPHY


Saya udah pakai kacamata dari kelas 6 SD dan kalau kacamata nggak enak tuh ya ke optik. Ke ABC Optik di sebelah Toko Sami Jaya di Jalan ABC, haloh wargi Bandung, ring a bell? :')


Sampai detik ini masih kebayang itu toko, gelap-gelapnya, pengap-pengapnya, dengan ruangan tes mata di balik jam kayu besar. Kursinya aja masih inget banget YA GIMANA BERTAHUN-TAHUN PERIKSA DI SANA!


Cuslah kami ke Owl Kokas karena kacamata Bebe emang Owl dan nyaman banget. Diperiksa wah minusnya jadi 3,5 T_______T


Dibikinlah lensa baru tapi tetap nggak enak hati karena kok bisa dari 0-5 tahun minus cuma 1 tapi dikasih 6 bulan pandemi minusnya jadi 3,5. Gimana nggak kesal sama gen sendiri?


Langsung memutuskan udalah tetep ke dokter mata juga. Jadi ganti lensa iya, ke dokter mata iya (ngapain coba dipikir-pikir ya, mending ganti lensa setelah ke dokter mata aja).


Langsung cus bikin janji dengan dr. Florence M. Manurung, SpM(K). Ternyata pandemi gini sepi dan langsung dapet jadwal di weekend berikutnya.


Iya dr. Florence ini adalah dokter anak yang saya tulis juga di bawah blogpost pertama. Cuma waktu itu mundur karena antrinya SEBULAN untuk bisa bikin janji sama dr. Florence. Mikirnya (INGAT INI PEMIKIRAN SEBELUM PANDEMI) ya udalah toh udah ke dokter mata, anaknya udah nyaman pake kacamata, nanti-nanti lagi aja ke dokter mata anaknya.


Ya failed banget lah ukuran optik karena pada akhirnya ganti lensa lagi HAHAHAHA ZONK :)))


Lanjut ke part 3!


-ast-








LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Satu Bulan Resign

on
Wednesday, March 10, 2021


After 10 years of being a devoted employee, for once I feel liberated from the continuous stress of deadlines. Liberated is a strong word, I know, but as a true strategist (a.k.a. always have plan A to Z), having no stable earnings terrifies me.

Hari ini satu bulan yang lalu, hari pertama saya diam di rumah dan tidak terikat perusahaan mana pun sebagai karyawan.

Sebelumnya bener-bener nggak pernah kebayang sih saya berhenti kerja. Saya tipe orang yang bahkan nggak kepikiran pensiun karena nggak pernah bisa membayangkan diam di rumah tanpa kerja. Jadi ketika memutuskan ok resign, rasanya campur aduk.

Di satu sisi excited karena akhirnya saya bisa fokus jadi content creator dan speaker. Satu hal (dua hal sih LOL) yang selama ini dilakukan sebagai pekerjaan sampingan namun sebetulnya penghasilannya lebih besar dari gaji.

Mikirnya: Ya kalau sampingan aja gede, apalagi kalau jadi yang utama? IYA DONG LOGIKANYA GITU.

Tapi saya kan perencana banget dan rencana akan lebih gampang dijalankan kalau ada kepastian. Gaji adalah kepastian, tanpa gaji, gimana rencana saya? Apakah bisa tetap berjalan?

Jadi sejak Agustus 2020 saya mulai berencana. Mau ngapain aja jadi content creator? Mau bikin kelas apa aja? Pusinglah pokoknya hahahaha. Tapi ya udah soalnya perkara jadi full time content creator atau tetep kerja ini kaya ayam vs telor mana yang duluan?

Kalau content creator jadi sampingan, selamanya jadi sampingan. Mau bikin konten tiap hari pun nggak maksimal karena ya udah stres duluan sama deadline kantor. Mau nggak bikin tiap hari, ya nggak growing, segitu-gitu aja deh followersnya.

Sementara jumlah followers dan engagement itu ya ngaruh banget sama kepercayaan brand jadi gimana. Muter terus itu. Ambil risiko resign meski followers belum jutaan tapi bisa dikejar, atau nggak ambil risiko resign tapi followers makin lama naiknya?

RUMINATING. Mikirin satu hal terus menerus tanpa coba cari jalan keluar.

Sampai kantor bikin kebijaksanaan WFO jadi ok inilah trigger utamaku LOL. Tolonglah, WFH + SFH aja menangys ini lagi WFO + SFH. Bye people! :))))

Ketika bilang resign, Bebe sebel karena dia senang main di kantor. Katanya bingung mau main pingpong di mana karena saya resign. Macam ikut tiap hari ke kantor dan main pingpong aja dia.

JG malah excited karena katanya ya udalah ya mending kerja kaya gini, bisa tidur siang HAHA. Impian para corporate slave banget bisa tidur siang LOL.

Jadi satu bulan ini ngapain aja? Sebenernya ragu sih mau excited karena katanya dua bulan pertama masih honeymoon period lol. Tapi yang jelas saya lebih tenang. Lebih nggak sibuk karena sibuk buat saya hanya jadi salah satu tanda untuk stres.

Kapan pun Bebe minta bantuan sekolah, saya nggak stres lagi karena ya tinggal aja dulu kerjaan saya sekarang, toh deadlinenya diri sendiri. Tapi tetep sih beberapa kali (MAYAN SERING DENG LOL) dia juga diabaikan karena saya ada back to back meeting seharian. Ya minimal nggak setiap hari banget diabaikannya :)))

Saya juga bangun pagi lebih tenang dan nggak stres lagi, dulu rasanya selalu kaya dikejar-kejar sesuatu. Bisa bikin sarapan dan sarapan dengan tenang tuh surga banget HUHU.

Lalu bikin konten setiap hari dan mulai kerasa IG growth-nya lebih tinggi dari sebelumnya. YouTube pun hampir 1000 followers huhu senang. Bisa gambar di TikTok juga bikin tenang. Job … alhamdulillah ada dan udah bisa nutup gaji yang hilang sampai bulan April :’)

Saya nggak tahu akan lancar kaya gini sampai kapan jadi hidup bener-bener irit hahaha. Padahal penghasilan masih sama, tapi ada sense bahwa ini penghasilan tidak tetep jadi ngirit banget. Ada perasaan bahwa bisa jadi bulan Mei nggak ada sama sekali jadi sekarang harus ngirit hahaha.

Pun, saya nggak akan gengsi kalau pun harus kerja lagi karena misal suatu hari uangnya kurang hahahaha. Realistis aja ya, sekarang cukup, dana darurat cukup, kalau nggak cukup lagi ya kerja lagi dong.

Udah sih gitu aja update kehidupanku. Ayo dong subscribe aku di YouTube, follow aku di IG, TikTok dan Twitter. See you!

Subscriber isn't important, ibu. Making money is more important. -- Bebe, 6 tahun.


-ast-







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!