-->

Image Slider

Memahami Anak

on
Wednesday, October 31, 2018
Kemarin saya Insta Story soal kesulitan menjadi ibu. Dari semua jawaban yang masuk, 80% menjawab sulit menahan emosi. Karena anak banyak tingkah, banyak ulah, iseng dan lain sebagainya.



Sementara bagi saya, hal yang tersulit saat jadi ibu adalah ketika saya menyadari kalau saya tidak bisa lagi hanya fokus pada diri sendiri.
 Sekarang dan selamanya, hidup saya akan terbagi dengan anak. THAT FACT HIT ME REAL HARD.
 

Mungkin karena nggak ada yang menyiapkan saya untuk punya anak. Saya sendiri nggak pernah menyiapkan diri untuk punya anak. Waktu kuliah sih centhyl banget pengen nikah muda lah segala rupa. Begitu kerja waw nikah aja mikir-mikir banget panjang lebar. Heran juga kenapa kecemplung sekalian dan punya anak hahahaha.

Eh terus kebetulan sini kan orangnya perfeksionis dan ambisius ya. Oke bingung kok bisa punya anak, tapi setelah punya ya lakukan segala hal untuk membesarkan anak. Hahaha. Se-nggak pede itu sama insting keibuan diri sendiri karena ya seumur hidup nggak punya imajinasi apa-apa tentang jadi ibu.

Kemudian datang masalah berikutnya, masalah sulit sebagai ibu: mengelola ekspektasi. Saya punya ekspektasi pada Bebe PLUS saya punya ekspektasi diri pada saya sebagai orangtua. That’s the hardest part. Damn.

Meski merasa nggak punya insting keibuan, saya yakin pada satu hal: saya tahu 100% akan membesarkan Bebe seperti apa. Sebagai orangtua, saya dan JG merumuskan hal-hal (kita sebut saja values) agar Bebe bisa jadi individu yang kita harapkan. Yang selalu bisa punya keputusan sendiri, mandiri, tidak bigot, dan menghargai perempuan.

Values ini nggak dirumuskan pas lagi hamil gitu. NGGAK SAMA SEKALI. Pas hamil cuma kepikiran satu hal: Bebe harus jadi orang yang bisa ambil keputusan. UDAH ITU DOANG. Lebih karena rese sama JG yang nggak bisa ambil keputusan.

(Ceritanya ada di sini: Anak dan Pengambilan Keputusan)

Seiring berjalannya waktu, semakin Bebe meninggalkan masa bayi, kami semakin sering mendiskusikan tentang perilaku Bebe, cari tahu ke sana sini, konsultasi dengan psikolog anak, dokter tumbuh kembang, dll. Kami butuh backup science, research, anything untuk menghadapi Bebe. Untuk memahami kenapa dia melakukan ini dan itu.

Karena kalau pake insting doang wah murka sih pasti. Emosi saya nggak sanggup menghadapi anak yang waktu bayi high needs dan jadi highly sensitive saat balita. Kalau saya nggak cari penjelasannya secara science, dijamin saya akan sering marah-marah.

Waktu Bebe umur 3 tahun, kami ketemu dengan Montessori dan yay makin kokoh deh valuesnya. Satu mantra Montessori yang perlu disimpan dalam hati dan diterapkan sehari-hari:

“Setiap hal yang dilakukan anak pasti bermakna”

PASTI LHO. Menurut kita nggak jelas, menurut anak mah ya jelas lah. Apalagi anak umur 2 tahun gitu yang sedang bingung melihat dunia dan berusaha memahami emosinya sendiri. Kalau bukan kita yang memahami dia dan mengajarkan soal emosinya, siapa lagi?

Ingat, apa yang tidak masuk akal bagi kita, mungkin sangat masuk akal bagi mereka.

Tempatkan diri pada point of views anak. Kadang mereka melakukan hal menyebalkan bukan karena ingin menyebalkan tapi karena mereka ingin mencoba hal baru. Kebetulan hal barunya menyebalkan bagi kita.

Dua paragraf di atas dari tulisan lama saya: The Terrible Terrible Two. Tulisan itu juga mungkin bisa bantu untuk ibu-ibu yang susah nahan emosi.

Jadi apa aja values yang kami terapkan di rumah? Dan gimana values ini bisa bantu untuk mengelola emosi? Values kami secara umum adalah:

ANAK ITU SUBJEK. BUKAN OBJEK.

Sebagian besar pernah saya tulis di blog ini. Tapi belum pernah dibuat list kaya gini. Detailnya:

Anak adalah individu sendiri. Dia anakku tapi dia BUKAN aku.

Saya nggak mau memaksakan diri saya pada anak. Misal hanya karena saya suka gambar, Bebe harus jadi suka gambar juga. Atau karena saya dan JG seneng tampil, maka dia harus seneng tampil juga.

Bebe bukan kami. Dia individu sendiri. Jadi saya tidak boleh kecewa ketika ia tidak mau atau menolak melakukan hal yang menurut saya baik. Yang menurut saya menyenangkan. Yang memutuskan sebuah hal menyenangkan atau nggak itu ya Bebe sendiri.

Ini salah satu cara memahami anak. Less stressful juga karena jadinya nggak pernah maksa apa-apa untuk anak.

Kami menghargai semua pendapat Bebe dan tidak pernah meremehkannya.

Ini nih yang sering banget saya liat. Orangtua yang meremehkan anak dan bahkan bilang “alah anak kecil tau apa?” atau “alah kaya yang ngerti aja kamu”.

Anak ingin tahu sesuatu kemudian malah diremehkan karena dia tidak tahu. Kalau kita malas menjelaskan sesuatu sama anak, jangan salahkan kalau suatu hari anak juga malas menjelaskan sesuatu sama kita.

via GIPHY

Kami memberi kebebasan untuk melakukan apapun yang ia ingin lakukan.

Jika berbahaya, boleh tetap dilakukan asal diawasi. Jadi bebas banget mau ngapain juga boleh. Mau guling-guling di aspal atau nggak pake sepatu ke luar rumah bahkan ke mall sekalipun boleh. Kalau bahaya? Ya didampingi. Makanya sukaaaa sekali sama Montessori.

Karena di Montessori, materi practical lifenya real sekali. Gelas ya pake gelas kaca, gunting ya gunting beneran (bukan gunting anak), semua pake benda yang sama untuk orang dewasa. Jadi sekarang kalau Bebe minta potong roti misal pake pisau beneran ya dikasih pisau beneran TAPI DITEMANI, DIAWASI.

Diberi tahu risikonya. Ini menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab anak.


Kami memvalidasi emosi. Kamu boleh marah, boleh sedih, boleh kecewa.

Emosi itu normal. Iyalah, lha kita aja bisa kesel masa anak kecil nggak boleh. Ibunya aja mudah cranky di saat lapar, masa pas anaknya lapar terus cranky malah kita marahin “KAMU KENAPA SIH?!” Laper bos!

Sejak umur 3 tahun, saya juga sudah memberi tahu kalau kamu bisa marah, IBU JUGA BISA. Kalau kamu bisa sedih dan nangis, IBU JUGA BISA. Ini bikin anak berempati. Misal saya abis teriak gitu ya karena dia nggak tidur-tidur, dia langsung diem kan. Saya peluk dan tanya “kamu sedih kan kalau aku marah? Aku juga sedih lho kalau kamu marah”

Nextnya kalau dia marah TINGGAL SINDIR AJA HAHAHA. Nggak deng, tapi labeli emosinya “Wah anak ibu marah-marah terus, kecewa ya karena harus berhenti nonton” atau “Oh iyaaa kamu sedih ya ya udah boleh nangis tapi tidak boleh makan coklat malem-malem”. Ya masa anak sedih nggak boleh nangis. Nanti makin sedihlahhh.

Nangis adalah salah satu cara mengeluarkan emosi. Nangis itu sehat. Baca nih di sini: 5 Alasan Anak Perlu Menangis

Jadi kalau dia nangis, kami kebal. Kami nggak kalah apalagi marah. Diemin aja sih hahahaha.

Kami akan selalu mendengar Bebe. Selalu dan tidak akan pernah memintanya berhenti bicara.

Bebe adalah prioritas. Semua ucapannya kami dengar baik-baik jadi ya beneran nggak bisa ngobrol berdua JG kalau ada Bebe karena motong mulu dia sebel dicuekin. Jadi nggak pernah kesel kalau Bebe ngomong terus, karena ya udah jadi prioritas aja.

Baca lengkapnya di sini: Stop Menyuruh Anak Untuk Diam

Menghadapi Bebe HARUS pakai data.

Kami berdua tipe orangtua yang tidak melulu pakai intuisi. Bagi kami, membesarkan anak butuh backup teori. Ketika Bebe tantrum, kami cari teorinya gimana sih? Oh karena begini dan begitu. Teori ini bikin kami memahami Bebe. Kalau udah paham, jadinya nggak pengen marah kok.

Saya percaya parenting bisa 100% natural tapi lebih baik TIDAK. Membesarkan anak BUTUH teori pendukung. Lengkapnya bisa dibaca di sini: Parenting Butuh Teori!

We treat him like adults.

Menurut Montessori, anak adalah orang dewasa yang terjebak dalam tubuh yang kecil. 
Jadi ya kalau kita sebel karena satu hal, anak juga pasti sebel. Saya cerita apapun sama Bebe cerita apapun. Saya percaya dia mengerti. Bahasanya aja yang disesuaikan dengan bahasa anak 4 tahun.

Jadi nggak pernah kejadian saya menolak menjelaskan dengan alasan "alah udalah nggak akan ngerti kamu masih kecil". Saya jelaskan dulu, panjang lebar, bayi keluarnya gimana aja saya liatin videonya (yang gentle birth ya yang nggak jerit-jerit), so far belum ada pertanyaan dia yang ketika saya jelaskan dia tetep nggak ngerti. DIA MENGERTI. Anak nggak ngerti itu karena kita nggak bisa jelasinnya. Period.

Kami mengungkapkan sayang dengan kata-kata.

Teori oonnya nih ya, ngungkapin sayang pake kata-kata itu nggak gampang. Nggak semua orang bisa. Jadi kalau ngungkapin sayang aja udah biasa, diharapkan ngungkapin hal lain juga bisa. “Aku sayang kamu” itu kalimat tersering diucapkan di rumah kami. Saya ke JG, saya ke Bebe, JG ke Bebe, Bebe ke JG semua sesering itu bilang “aku sayang kamu”.

Jadi inget cerita beberapa minggu lalu, saya lagi mandi, Bebe lagi makan Puyo tapi nggak abis. Terus malah diaduk-aduk dimainin, TUMPAHLAH ITU PUDING, Bebe terus beresin sendiri kan. Perang belum dimulai, JG belum ngomel nih.

Selesai tumpahan puding di meja masuk lagi ke cupnya, EH LOH TUMPAH LAGI. Mulai emosi dong ya. JG (yang dari tadi sambil cuci piring) bilang “kan appa sudah bilang jangan dimainkan! Tutup terus simpan!”

Bebe diem, nggak mau beresin dia. Saya beres mandi, nanya ada apa. Terus saya bilang “Bereskan, kamu salah. Kamu harus bereskan”. Terus dia beresin sambil sedih.

Selesai beberes sampai dilap pakai tisu, Bebe akhirnya bilang “tadi aku nggak sengaja tumpahin lagi itu karena mau tutup terus susah tutupnya, jadi tumpah lagi”

HUAAAAAA. Langsung seketika saya peluk dan bilang “thank you for telling me this, aku senang kamu tetap bertanggung jawab membereskan dan aku juga senang karena kamu berani bilang kalau tadi kamu tidak sengaja” kemudian JG juga peluk dan minta maaf karena sudah menuduh Bebe mainin puding.

MAU MEWEK SIH SUMPAH.

via GIPHY

Karena gimana ya, saya waktu kecil (dan saya yakin kalian di generasi saya juga punya pengalaman serupa), takut aja gitu ngakuin hal-hal kaya gitu ke orangtua apalagi kalau abis dimarahin. Kalau ortu udah marah ya kita nggak punya pembelaan. Kalau pun akhirnya kita bisa membela diri, kemungkinan besar jadi berantem kan sama ortu?

Udah mah kita nggak ngerasa salah, dimarahin, ortunya nggak minta maaf. Wah sebel sih. Nggak heran pas remaja saya berantem terus sama ibu hahahaha.

Kami akan support apapun yang ia inginkan selama tidak melanggar aturan yang berlaku.

Yes. Bebe BEBAS melakukan apapun tapi dengan aturan yang berlaku. Aturannya nggak banyak kok, kurang lebih gini doang:

1. YouTube hanya weekend (ini aturan setelah dia umur 3 tahun). Baru boleh nonton SETELAH makan.
2. Makan tidak sambil nonton
3. Tidur malam maksimal jam 10
4. Wajib gosok gigi sebelum tidur
5. Harus tidur siang meski weekend
6. Di mobil harus di car seat

Sisanya bukan aturan tapi lebih ke tanggung jawab:
1. Kalau numpahin sesuatu ya beresin
2. Tiap nyampe rumah, masukin sepatu ke rak sepatu kemudian cuci tangan dan kaki.
3. Kalau salah, sengaja tidak sengaja harus minta maaf


Jangan lupa jelaskan sebab akibatnya. Jadi nggak pernah drama nggak boleh makan es krim karena udah malem. Karena dia tau sendiri kalau dia makan es krim tandanya dia harus gosok gigi. Malah kadang dia jadi males makan yang manis-manis karena males gosok giginya lagi. Internal motivation itu kalau udah terbentuk jadinya gampang banget hidup kita. Anak jadi mandiri, memutuskan segalanya sendiri, sesuai dengan value yang selama ini diterapkan dalam keluarga.



*

Udah segitu valuenya. Sungguh ekspektasi yang sangat tinggi ya. Nggak heran terlalu takut punya anak kedua. Selain takut bayar daycare, takut juga nggak bisa mempertahankan idealisme ini HAHAHAHA. Iya idealisme kami bukan BLW atau MPASI homemade emang. Kalau urusan itu mah seraahhh yang penting anak mau makan. Hahahaha.


(Baca: How Are We Gonna Raise Our Kids?

Apa bisa kaya gini selalu dilakukan? Karena udah terbiasa sih bisa. Kami juga saling mengingatkan TERUS JANGAN BAPER. Jadi saya kalau udah capek terus Bebe nanya-nanya saya jawabnya suka asal. Misal Bebe tanya “Bu, kenapa sih lalala” terus saya jawabnya “kenapa yaaaa karena begitu deh pokoknyaaaa” Males-malesan asli.

Pasti langsung ditegur JG “heh kok jawabnya asal amat” gitu. Jangan baper kalau ditegur. Sebaliknya juga, kalau JG kaya gitu ya saya tegur juga. Langsung ingetin “ih nanti dia males nanya lagi loh” gitu.

Kenapa value ini harus saya jembreng kaya gini? Karena saya yakin, berangkat dari sini lah kenapa saya bisa sabar dan nggak gampang emosian saat menghadapi tingkah Bebe. Karena saya berusaha paham ilmunya dan selalu berusaha memahami pola pikirnya. MUNGKIN kalian susah nahan emosi karena belum merumuskan secara detail, ingin seperti apa anak kalian?

Kalau sudah dirumuskan, semua akan lebih mudah karena kalian tahu persis goalsnya apa. Kalian akan sadar kenapa anak melakukan itu? Anak kok begini, saya salah apa? Semua tidak akan blur lagi.

Ya kecuali anaknya masih di bawah 2 tahun ya. Itu masih fase pasrah aja buibu HAHAHA. Di 1,5 tahun sih kayanya Bebe mecahin gelas (karena emang dikasih gelas kaca) dan saya langsung colekin beling ke kakinya biar dia tahu itu sakit. Dari situ dia selalu pake gelas kaca dan nggak pernah mecahin lagi.

KALAU PUN mecahin lagi ya udah nggak usah dimarahin sih. Kaya orang dewasa nggak pernah mecahin gelas aja. Orang dewasa aja bisa nggak sengaja jatohin, anak kecil juga bisa. Treat them like we treat ourselves, like adults!

JADI HARUS BANGET NIH BIKIN LIST VALUES BEGINI?

Ih nggak haruslah. Siapa yang bilang harus. Ketika punya anak yang harus itu cuma punya penghasilan yang bisa ngasih makan anak SISANYA BEBAS. Nggak ada harus ini itu. Valuesnya juga disesuaikan dengan value keluarga, di mana kita merasa sanggup melakukan itu dan mencontohkannya pada anak. Tiap keluarga pasti beda dong ya value yang dipegangnya, semacam company culture perusahaan gitu, tiap perusahaan pasti beda.

Cuma di saya ini berhasil bikin emosi saya lebih stabil, karena saya tau apa yang saya perjuangkan. Bikinnya juga nggak perlu sekaligus kok. Hari ini membiasakan satu hal baik, minggu depan membiasakan satu lagi, bulan depan satu lagi. Satu perubahan kecil pelan-pelan lebih baik dibanding nggak berubah sama sekali. <3

Satu lagi, bisa kaya gini karena kami sehat fisik dan mental, karena kami nggak punya masalah pribadi lain. Kalau kalian punya masalah pribadi lain dan jadi nggak fokus urus anak, semoga cepet ketemu solusinya yaaaa. Aamiin.


-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bercermin dari Anak

on
Monday, October 29, 2018
Kemarin saat acara Mommies Daily sama Biore, ibu Widi Mulia (iya Widi ‘B3’) share sesuatu yang kena banget dan ya seperti biasa kalau dapet sesuatu yang inspiring ya harus share juga dong biar bisa menginspirasi lebih banyak orang.


Jadi ceritanya pas sesi tanya jawab itu ada ibu yang curhat, gimana biar anak-anak nggak berantem terus? Karena dia udah pusing urus 2 anak, ketambah ini anak-anak berantem terus.

Saya merhatiin ibu ini dari awal acara. Ibu ini emang ambisius, malah pas sesi games aja dia kecewa banget karena nggak menang. Kecewa sampai misuh sama suaminya gitu lho. Padahal ya namanya games ya, it’s supposed to be fun.

Jadi pas dia nanya gini saya maklum banget karena mungkin sehari-hari dia emang sestres itu harus ngurus dua anak. Apa jawaban Widi?

Widi share tips gimana dia emang sengaja didik Dru sebaik mungkin biar adik-adiknya tinggal contoh Dru. Jadi sejak lahir, Dru dididik sebaik mungkin karena mereka yakin benar akan punya anak lebih dari satu, dan Dru harus punya pribadi yang baik karena mau nggak mau adik-adiknya akan mencontoh dia.

Mereka juga kebiasa nggak ikut campur masalah anak-anak. Jadi kalau anak-anak berantem ya suruh selesain sendiri. Jangan malah jadi saling ngadu ke ibu terus ibunya yang selesain. Bahkan sama Denden yang masih kecil aja, harus diselesaikan sendiri.

Tapi yang paling kena bukan itu. Ya mungkin karena anak saya cuma satu ya. Yang justru dapet banget dan kaya ketonjok adalah kalimat yang ini.

(kurang lebih ngomongnya gini ya ga plek ketiplek aku soalnya nggak nyatet juga)


“Sebagai orangtua kita bercermin dulu, berapa sih nilai kita dalam membesarkan anak-anak? Misal kita kasih nilai 7 sebagai orangtua, ya kita jangan berharap anak jadi bisa punya nilai lebih dari itu. Karena orangtua yang nilainya 7, anaknya juga akan punya nilai 7”

WAW. KEMUDIAN KUMERENUNG BANGET SIH.

via GIPHY

Kasarnya gini ya, kalian ngeluh anak kalian nggak bisa diatur, bikin ulah terus, nggak bisa diajak kerja sama. Pertanyaannya: apa yang sudah kalian usahakan biar anak bisa diajak kerja sama?

Kalau misal sudah berusaha, seberapa besar usaha kalian? SEBERAPA NIAT?

Mungkin terlalu sering bentak? Mungkin nggak pernah bilang baik-baik sambil natap matanya? Mungkin nggak pernah validasi perasaan anak?

Mungkin kurang quality time? Mungkin nggak pernah fokus dengerin anak? Mungkin nggak pernah bener-bener temenin anak main?

Mungkin nggak pernah nanya apa yang bikin senang atau sedih hari ini? Mungkin kurang pelukan? Mungkin kalian punya masalah pribadi yang jadi kebawa saat komunikasi sama anak?

Intinya: usaha kalianlah yang mencerminkan bagaimana anak kalian bersikap.

(Baca: Mencari Diri Sendiri)

Saya tentu langsung mikir juga. Iya sih, saya bersyukur karena hidup kayanya lagi kalem-kalem aja jadi bisa netral banget kalau menilai Bebe. Kalau ada sesuatu yang bikin saya kurang puas sama Bebe, saya bisa berpikir jernih dan refleksi diri dulu: apa nih yang harus diberesin? Salah di mana nih?

BAGIAN ITU SAYA MERASA SUDAH MELAKUKAN HAL YANG BENAR. Nah tapi ada hal lain yang lebih menohok.

Yaitu ekspektasi pada anak yang kadang nggak sesuai sama usaha kita. Saya mau Bebe tulisannya bagus tapi duh ngajarin nulis aja males. Saya mau dia suka baca tapi duh bacain buku aja nggak tiap hari sekarang karena ngantuk dan berjuta alasan lainnya.

Jadi kalau liat anak orang yang waw pinter banget, saya langsung mikir wah bisa nggak ya Bebe kaya gitu? Gimana Bebe mau kaya gitu sih weekend aja dikasih gadget terus karena capek kalau main dua hari full.

Untungnya sekarang Bebe lagi suka gambar, jadi kalau saya atau JG lagi gambar, Bebe jadi ikut gambar juga. Sisanya? Ya Bebe nonton bisa berjam-jam. Makanya saya kasih syarat banget boleh nonton kalau udah keluar rumah, udah makan.

Kalau ditotal dalam seharian itu mungkin bisa sampai 6 jam dia nonton. Ya 2 kali saya dan JG nonton film lah. Mentok kami nggakb bisa nonton lebih dari 2 film karena dengan demikian Bebe juga akan nonton terlalu lama. Segitu juga nggak nonstop sih, berhenti untuk makan, untuk mandi, untuk les renang, dll.

Jadi sering banget terjadi percakapan ini dengan JG.

JG: “Eh si Bebe kalau weekend kelamaan nggak sih nonton doang? Apa kita kurangin lagi nontonnya cuma boleh sehari doang?”

Jawaban saya selalu: “KAMU sanggup nggak nemenin dia seharian full tanpa YouTube sama sekali? Aku sih nggak sanggup”

JG juga ya nggak sanggup karena ya kami berdua juga kalau weekend pengen nonton film, pengen leyeh-leyeh, baca buku, YANG HANYA BISA DILAKUKAN KALAU BEBE NONTON.

Gimana anaknya mau berubah kalau kita nggak berubah? Nggak bisa kan?

Begitu pula dengan hal lain. Gimana anaknya nggak emosian sih kalau kitanya emosian?

(Baca: Mengajarkan Emosi pada Anak)

Banyak DM yang saya terima bilang mereka nggak pernah divalidasi emosinya sama orangtua zaman dulu. Sekarang jadi susah sekali memvalidasi emosi anak. Dulu sering dibentak, maka sekarang dengan tidak sengaja jadi juga sering membentak. AYO KITA UBAH! Itu mata rantai yang harus kita putus sekarang juga.

Kaya yang sering aku bilang: MARI KOREKSI GAYA PARENTING ORANGTUA KITA. Apa yang tidak kita sukai dari gaya parenting orangtua, JANGAN dilakukan lagi pada anak. Karena nanti anak kita akan melakukan itu lagi ke anaknya dan seterusnya. Seperti juga orangtua kita melakukan itu karena dia meneruskan nenek kakek kita, buyut kita, dan seterusnya. STOP DI KITA. We can do it!

Suka tidak suka, sikap KITA tercermin pada anak KITA. Mungkin tidak selalu, tidak semuanya, tapi tidak ada salahnya memperbaiki diri sendiri dulu sebelum menuntut apapun dari anak.

Apakah dengan demikian saya jadi percaya kalau anak adalah kertas kosong yang bisa diisi sesuka hati orangtuanya? DUH COME ON. Males amat ngomentarin ini.

Percaya atau tidak percaya, tidak akan mengubah apapun. Ini hanya sebuah renungan, untuk refleksi diri bahwa kadang ekspektasi kita pada anak kadang terlalu tinggi. Kadang tidak seimbang dengan usaha yang kita lakukan.

Demikian semoga bisa jadi inspirasi juga yaaa!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Because I Love You

on
Friday, October 26, 2018
Kalau ada satu pertanyaan dari JG yang saya malesssss banget super duper males jawabnya adalah "kok kamu sayang sih sama aku?"



Ribuan kali (lebay bodo amat) pertanyaan itu ditanya dan astaga saya terlalu males mikirin jawaban. Langsung ngerti banget ucapan orang-orang tentang "cinta itu nggak butuh alasan". Cheesy? Banget. Jijik? Nggak terlalu hahahahaha. Cinta nggak butuh alasan karena males mikir jawabannya ternyata.

Nah tapi kebetulan punya suami kok pressure amat ya PASTI DIKEJAR TUH jawabannnya. Penasaran sama pengen dipuji emang beda tipis. Pas masih pacaran saya sih jawabnya termales level "ya biar aja" atau "ya suka-suka akulah!"

Setelah nikah, masih keukeuh juga nanya, saya jawabnya asal-asalan tapi naik kelas dikit dan nggak perlu mikir jadi "ya soalnya kamu mau masak dan ngerjain semua kerjaan rumah tangga jadi aku leyeh-leyeh doang masa nggak sayang". Logikanya: semangat mengerjakan kerjaan rumah tangga = disayang. HAHAHAHA.

Sekarang, setelah dewasa (HALAH) kalau ditanya jawaban benerannya apa adalah ya karena kami satu prinsip. Prinsip ini fondasi nan fundamental banget sih bagi saya dan JG yang terlalu males drama. 99% prinsip sama = no drama. Karena dia memanusiakan saya dan saya memanusiakan dia. That's it.

(Baca dululah di sini: Laki-laki Itu Manusia)

Pertanyaan berikutnya. Kali ini buat kalian nih, berapa kali sehari kalian ngomong "sayang" sama suami atau sama anak?

Sayang itu ucapan bukan perbuatan katanya, ya diucapkan juga bikin seneng orang kan ya udah sih.  KARENA SAYA SIH BILANG SESERING MUNGKIN. Sesering mungkin sama Bebe HAHAHAHA. Sama JG rese dia kalau keseringan dibilang sayang tar repot kaya balita sugar rush XD

Kalau ke Bebe, saya bilang berkali-kali dalam sehari "aku sayang kamu lho" atau "I love you, Baby" (yang dijawab dengan "AKU BUKAN BABY!") Alasannya karena biar si Bebe yakin aja kalau dia disayang. Selain sayang, saya juga selalu tanya "Are you happy, today?" atau "Senang nggak hari ini? Ada yang bikin sedih?" Karena ya buat anak-anak apa lagi sih selain disayang dan senang ya nggak?

Sampai bulan lalu, thok saya cuma bilang gitu doang, saya nggak ngasih alasan kenapa saya sayang sama dia. Sampai liat postingan @humansofnewyork (HONY) yang ini.


Kalau tulisannya kekecilan dan nggak kebaca, ini quote si anak:

“I’m on the way to buy soft drinks for my mother. I also fetch water, and sweep, and help her wash clothes. She calls me ‘boss’ because I work so hard, but I love to help her because she cares for me so much. She buys me clothes. She reads me storybooks. She sings me gospel songs. She helps me with my homework. She gives me medicine when I’m sick. One time she baked my friend a cake because his parents couldn’t afford any presents. I’m going to buy her a house one day. She’s very dark and beautiful. I really have a wonderful mother.” (Accra, Ghana)

Sejujurnya langsung kaget dan terhenyak. Lho ini anak masih kecil kok ya ngerti soal definisi sayang sih? Diajarin ibunya apa gimana?

YA NGGAK TAHU LHA SAYA NGGAK KENAL KOK SAMA IBUNYA. Tapi postingan ini bikin saya mikir banget. Selama ini saya bilang sayang sayang sayang sama Bebe, si Bebe tau nggak sih definisi sayang itu apa? Jangan-jangan dia cuma tau sayang itu cium doang karena biasanya dia bilang "aku sayang ibu" terus cium. YA JADI RADA PANIK.

Kemungkinannya kan ada dua ya:

1. Si anak memang lovable serta jenius sehingga bisa mengambil simpulan sendiri bahwa ketika ibunya beliin baju, bacain buku, nyanyiin buat dia, bantu bikin PR, itu karena ibunya sayang. Karena ibu sayang, maka dia akan sayangin ibu juga.

2. Ibunya mengkomunikasikan ini. Ibunya yang bilang bahwa "ibu bantu kamu bikin PR karena ibu sayang kamu, kalau kamu sayang ibu maka kamu pasti mau bantu ibu"

Karena nomor 1 terlalu risky dan nomor 2 nggak terlalu sulit dilakukan ya udah akhirnya saya coba nomor 2. Dari situ saya jadi menambah kalimat sayang saya sama Bebe. Nggak susah kok cuma nambah kalimat doang.

Jadi setiap hari, sebelum tidur, kami kan selalu cerita apa yang terjadi hari itu. Bebe ngapain aja di sekolah dan ibu ngapain aja di kantor. Kadang kalau belum ngantuk banget ya baca buku dulu atau main dulu sama JG. Setelahnya, selalu saya sisipkan kalimat persis caption HONY:

"Aku senang cerita sama kamu, bacakan buku itu karena aku sayang kamu lhooo"

"Aku main-main sama kamu, mandikan dan pakaikan baju karena aku sayang kamu"

Jangan lupakan appa karena kan Bebe udah tidur di kamar sendiri ya, yang kelonin ya harus ibu jadi ibu yang harus sisipkan kalau appa sayang Bebe juga.

"Seru ya main sama appa, appa mau main sama kamu dan anter jemput kamu sekolah setiap hari karena appa sayang kamu"

Atau Bebe cerita "ibu tadi pagi aku sama appa kasih makan kucing". Saya jawab dengan "seru ya kasih makan kucing sama appa, appa mau seru-seruan sama kamu gitu karena appa sayang kamu loh" gitu.

Intinya itu, dengan berbagai macam alasan. Karena emang iya kan, itu dilakukan karena sayang. Efeknya ternyata wow banget!

Kalau ke saya sih si Bebe emang romantis banget ya peluk cium selalu. Tapi ke JG kan dia love hate relationship hahaha. Mana mau Bebe tiba-tiba cium appa gitu. Weh Bebe menganggap appa sebagai rival banget untuk memperebutkan ibu. Kasarnya misal yang marah ibu tapi yang dibenci tetep appa HAHAHAHA.

Setelah 3 minggu saya mengubah kalimat sayang, Bebe jadi sayang appa!

Bebe jadi suka tiba-tiba peluk dan cium appa juga. Dulu kalau bilang sayang bilangnya "Aku sayang ibu, nggak sayang appa" sekarang setelah pakai alasan dia bilangnya "aku sayang ibu dan appa" MANIS BANGEETTT. Dan itu nggak disuruh, dia sendiri bilang gitu. Manis cekayi anakkuuuu. *shameless*

Saya mau dia merasa disayang, saya mau dia jadi orang yang penuh cinta kasih pada sesama. Gimana bisa penuh cinta kasih kan kalau dia aja nggak tau bentuk cinta dan kasih itu kan ya?

Gitu aja sih karena saya terinspirasi banget sama postingan HONY itu jadi ya mau share juga sama kalian. Siapa tahu bisa diterapkan ke anak-anaknya juga yaaaa.

Hatred is everywhere, people still died in wars, let's teach our kids is about compassion, about how to care and love each other. That's the least we can do.

-ast-

PS: Makin triggered untuk ngajarin kasih sayang ke anak ini setelah baca genocide Rwanda (seriesnya HONY juga, bisa dibaca di IG mereka @humansofnewyork). Gimana kebencian sama etnis tertentu bikin orang saling bunuh satu sama lain. Bunuh tetangga sendiri, temen sendiri. Nggak kuat banget bacanya. T______T






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bebe 4 Tahun 4 Bulan

on
Monday, October 22, 2018
Sebuah posting nanggung bagi saya yang apa-apa ingin pas. Saya tuh anaknya suka ingin pas gitu lho nggak suka angka yang aneh. Jadi maunya update nanti di 4 tahun 6 bulan tapi kok ya kelamaan karena 4 bulan terakhir banyak yang terjadi. Takut keburu lupa.


(Btw saya apa-apa ingin pas level ngedit Brightness/Contrast di aplikasi apapun angkanya nggak mau nggak bulet hahahahahahaa. Harus kelipatan 5. Gemes deh sama diri sendiri hih.)

Okay dari postingan 4 tahun itu updatenya banyak banget! Terutama hal-hal ini:

Bahasa Inggris

AKHIRNYA BEBE MAU NGOMONG BAHASA INGGRIS! Padahal 3 bulan lalu itu masih ngambek loh. Masih bisa teriak sama saya “NGGAK PAKE BAHASA INGGRIS!” gitu.

Tapi ya saya nggak kapok masih kadang suka ngomong pake bahasa Inggris dan sekarang dia mau jawab. Dia bahkan pretend play pake bahasa Inggris sekarang. Ibu terharu banget beneran karena kan preschool-nya nggak bahasa Inggris.

Terus bisa dari mana?

PEPPA PIG AJA, BEB.

Bebe dulu nggak saya bolehin nonton Peppa Pig. Pertama, kepala keluarga pig itu kenapa bentuknya kaya titit gitu sih kesel amat nggak usaha lebih lucu dikit gitu. Kedua, fat shaming Daddy Pig terus sebel dehhhh.

Kan serem kalau dia jadi bilang ke orang gendut-gendut gitu wow bukan anakku. Tapi pas kapan saya bolehin nonton SAMBIL SAYA IKUTAN NONTON LHO KOK LUCU HAHAHAHAHAHA.

Lucu banget jokesnya dewasa banget, ngetawain parenting, ngetawain hidup, gengsi-gengsinya ortu/kakek nenek sama anak, tapi AMAN banget dikonsumsi anak kecil. Plus kalimat yang dipake itu kalimat bahasa Inggris sederhana dengan logat British yang pronounciation-nya jelaaaasssss banget.

Baru nonton sebulan langsung loh Bebe bisa. Ya sebulan nonton tiap weekend doang padahal kan. Jadi mungkin sebetulnya dari dulu udah nempel tuh saya suka ngomong bahasa Inggris tapi baru ngongnya sekarang.

Dia bahkan bisa ceritain ulang episode Peppa Pig pake bahasa Inggris. HUHUHUHU HEBAT.

Achievement unlocked! Tidak khawatir lagi soal yang satu ini!

(Baca perjalanan Bahasa Inggris Bebe di sini: Bebe dan Bahasa Inggris dan tentang Multilingual di sini: Multilingual pada Anak)

Kemandirian

Beberapa minggu lalu perasaan masih bingung mandi sendiri sekarang udah bisa banget DAN BERSIH. Jadi emang goals anak preschool itu mandiri kan ya. Bisa buka baju sendiri, pakai sendiri, mandi sendiri, makan sendiri, cuci tangan dan kaki sendiri.

Kalau sampai rumah sih otomatis dia taro sepatu di rak dan lari ke kamar mandi untuk cuci tangan kaki. Tapi internal motivation untuk mandi sendiri ini baru muncul akhir-akhir ini.

Oh tentu ibu ambisius dong yah jadi masih ditawarin mau mandi sendiri atau dimandiin. Tapi kalau mandi sendiri dia udah bisa banget loh urutan sampai tempat tersembunyi kaya leher depan, belakang, belakang kuping, sela-sela paha. Dan pake sabunnya banyaaakkkk.

Percobaan pertama rambut depan nggak kena sampo plus ada sisa sabun di kaki. Percobaan kedua setelah dikasih tahu rambut depan harus disampoin, berhasil banget lho. Bersih dan nggak licin sama sekali.

Tapi ya lama. Biar ajalah sekalian main air kan ya. Ibu main hp hahahaha

Kalau gosok gigi sih masih belum percaya karena ya takut aja nggak bersih sih. Jadi meski dia udah sikat sendiri, tetep saya atau JG sikatin ulang.

Males-malesan belajar Math tapi semangat sekolah

Bebe tuh kalau hari Minggu suka bilang “hari minggunya lama banget, aku mau sekolah”.

Terharu nggak sih. Macam anak pinter gitu bosan di rumah dan lebih suka sekolah ahahahahahahaha. Padahal ya mungkin karena di sekolah banyak temen eym.

Tapi males-malesan banget kalau disuruh belajar Math huhuhuhu. Padahal cuma disuruh ngitung sampai 15 doang. Tapi ya udah PASTI nggak dipaksa yaaa. Mood anak tetep di atas segalanya lagian masih kecil nanti ku diseruduk ibu-ibu yang anti calistung di bawah 7 tahun.

Tumbuh kembang

Per bulan ini udah 2 kali ke Dokter Aman Pulungan seperti yang sudah kujelaskan di sini yaaa. Bebe dan Tinggi Badan 

Di pertemuan kedua, kami harus nunggu 3 minggu setelah vitamin habis karena dokter Aman syibuk. Ya terima ajalah doi soalnya emang sibuk banget jadi pembicara terus. *IKRIB* Maklum kan Presiden Asia Pacific Pediatric Association. Sibuknya ya gitu.

Di pertemuan kedua ini Bebe dirontgen untuk cek bone age. Katanya masih normal dan nggak harus khawatir apa-apa. Saya bilang saya nggak khawatir sih dok, CUMA PENGEN BEBE TINGGI AJA AHAHAHAHAHAHA. Ambisius nggak tau diri lha saya aja pendek lol.

Ya udah intinya dikasih vitamin D lagi sama kalsium terus udah. Rese nih Bebe makin gede makin nggak mau makan sayur. Percakapannya gini:

Ibu: "Be, ini di menu ada oyong, kamu kok nggak makan?"

Bebe: "Iyalah, oyong KAN SAYUR IBU. Aku memang nggak mau"

LHA. Karena sayur makanya harus dimakan malih. Pusing ibu. Padahal kami makan sayur banget lho di rumah. Tidak selamanya monkey see monkey do ternyata.

Dan yang terdrama … adalah soal negosiasi.

Bukan sekali dua kali ya dia masuk kamar ngambek TERUS DIKUNCI AJA DONG. Kemudian seperti mamah-mamah di sinetron dengan anak remaja, saya pun ngetok-ngetok pintu “Xylo buka dulu dong pintunya”

DIH. Kupikir adegan tidak akan terjadi at least 10 tahun lagi.

T_______T

Kali pertama saya cuekin bodo amat dia ngunci diri di kamar TERSERAH. Lama-lama dia ketawa-ketawa sendiri auk ngapain. Terus kayanya dia lupa lagi marah dan buka pintu HAHAHAHA.

Kali kedua nih bikin emosi karena saya abis mandi, masih pake handuk, dia ngambek karena saya suruh mandi. Ngunci pintu lagi dong astaga. Lha ibu emosy.

Ya gimana nggak emosy sih, dingin dong kan bajunya di lemari. Lemarinya di kamar. Terus gimana bukanya? Ya pake kunci. Kunci kamar kami tuh semacam kunci toilet zaman dulu loh. Dari dalem tinggal pencet doang, dari luar bisa pake kunci biasa.

Itu ngambeknya astaga, dia tersinggung karena lagi marah kok ya ibu masuk ke area privat. Waw. Anak yang diberi privasi sejak kecil begini ternyata gedenya. Sakit kepala juga.

Apalagi ya. Udah panjang gini hahahaha. Tar kalau JG inget sesuatu ditambahin deh. Patut digarisbawahi kalau blog ini kan diary kehidupan termasuk pertumbuhan Bebe jadi monmaap kalau nggak faedah bagi khalayak ramai okeee.

Semangat irit demi uang SD!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

WHEN IT'S ONLY JG & AST #163 - #168

on
Sunday, October 21, 2018


Seminggu di rumah karena flu singapur, saya jadi punya bahan ini ahahahaha. Here we go!

#163

Ngomongin tari Saman.

JG: "Tari Saman itu pasti di ITB doang deh performnya"

Saya: "Gimana?"

JG: "Tari Saman, di ITB"

Saya: "SALMAN ITU MAHHHHH!"

via GIPHY

*

#164

Pagi-pagi sebelum pergi kantor. JG kok ya kucel amat.

Saya: "Kamu udah mandi belum sih?"

JG: "Halah mandi nggak mandi sama aja, orang-orang di kantor akan tetep nanya aku mandi atau nggak"

Saya: "HAH APAAN SIH. MANDI SANA. DEKIL!"

*JG mandi*

*JG selesai mandi*

Saya: "Oiya bener sama aja maaf ya sayang" :(

via GIPHY

*

#165

Nonton Star Wars Eps IV.

Saya: "Si Luke edan kitu cuma dari petani langsung jadi komandan dalam satu film pisan"

JG: "Ah tapi nanti dia sakit gitu. Batuk-batuk, TBC, terus perangnya jadi harus sambil ditandu"

Saya: "JENDRAL SUDIRMAN ETA MAAAHHHH!"

via GIPHY

*

#166

Nonton video klipnya Yura Yunita yang ada Reza Rahadiannya.


Saya: "Naha sih dia akting effortless, nyanyi bisa, jadi dosen deui"

JG: "IYA SAYANG. KALAU REZA RAHADIAN BISA ... *narik napas* *berdiri dari kursi* ... AKU BELUM TENTU BISA!"

via GIPHY

*

#167

Dikasih minyak kutus-kutus sama ambu Fina Yudharisman. Terus ya di-abuse lah dipake di segala penjuru. Termasuk pas JG sakit perut. Abis di brosurnya maha dahsyat gitu kan bisa nyembuhin segala jenis penyakit.

Saya: "Aduh sayang gimana kalau minyak kutus-kutus ini seperti minyak bulus? NANTI PERUT KAMU BULUAN SEMUA DONG!"

JG: "MINYAK BULUS MAH PEMBESAR PAYUDARA IH BUKAN JUGA BUAT BULU"

Saya: "OH IYA"

via GIPHY

*

#168

“Nikah itu bukan masalah seks. Tapi masalah cuci piring ya Alloh naha sih teu bisa dilaundrykeun” — Jago Gerlong, 2018

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

The Simplest Ways to Inspire People

on
Wednesday, October 17, 2018
Duluuuu banget, kalau ditanya cita-cita ya, saya suka jawab “pengen jadi inspiratif” HAHAHAHA. Sampai ada masanya pas kuliah mikir (MIKIR DOANG) ingin jadi menteri pemberdayaan perempuan karena kesannya wow inspirasi bagi banyak orang banget! Empowering woman!


Ya tapi kan itu di zaman politik belum malesin amat kaya sekarang ya. Belum banyak liat dunia juga ahahahaha. Sekarang kalau ditanya mau jadi menteri apa nggak? Mmmm, nggak tau tergantung yang nanya siapa hahahahahaha.

Sejak nulis blog, rutin sharing di Instagram, banyak yang share tulisan ke Twitter, udah mulai sih banyak yang komen “inspiratif banget, kak” gitu. Dan aku senang lho! Ya senang karena sharing aku selama ini diapresiasi. Terima kasih! :’)

Tapi kan belum banyak ya. Masih sedikit banget lah. Belum masif gitu kaya @pinotski dan @ditut yang kayanya setiap hari banget ada yang bilang makasih karena udah selalu semangatin orang, selalu bisa bikin orang bahagia, selalu menginspirasi orang.

I’ll get there lah karena pengeeeennnn banget menginspirasi banyak orang seperti orang-orang yang jadi inspirasiku selama ini. Ini ditulis gini ya kedengerannya kaya, apaan sih ih nggak rendah hati amat. Orang mah dipuji merendah kali ah.

Yeee biarin. Saya merasa terinspirasi sama banyak banget orang dan terinspirasi itu bikin semangat. Banyak orang yang jadi inspirasi saya dan saya bisa banget cari tau hidup mereka sedetail mungkin untuk semangatin diri sendiri.

Lagian tujuan hidup orang kan beda-beda ya. Saya kan bukan founder Google, nggak bikin Go-Jek, nggak dapet Nobel, nggak bikin sesuatu yang bisa mengubah hidup orang banyak jadi apa dong yang saya lakukan untuk banyak orang? Bisanya nulis doang jadi ayolah nulis untuk sharing apa yang saya tahu, siapa tahu berguna kan yaaa.

Masa hidup mau abis untuk bertahan hidup alias mencari uang? Dan ternyata menginspirasi orang itu nggak perlu otak sepintar Steve Jobs. Caranya gampang dan semua orang waras seharusnya bisa melakukan ini asal dibiasakan. Gimana caranya?

Be nice

Ini saya belajar dari JG banget sih. Saya dulu aslinya snob level tukang marah-marahin waitress banget kalau makanannya lama atau salah gitu. Tapi setelah pacaran sama JG jadi lebih kalem karena mindset dia adalah “bukan salah dia” atau kalau udah kesel banget dia mikirnya “kalau pinter, dia nggak akan kerja di sini”.

Jadi ya ternyata nice sama orang lain  itu bikin bahagia loh! Bilang “terima kasih” dengan manis pada driver ojol, selalu senyum atau ngajak obrol OB kantor yang tampak nggak punya teman ngobrol, atau apalah banyak kok. Iya kitanya yang happy!

Buat saya yang mukanya resting bitch face ini YA SUSAH. Kadang suka kesel banget “aku udah baik sama dia tapi dianya gitu!” Tapi ya udalah, kita nice sama orang itu urusan kita, orang judes sama kita itu urusan dia. Emosi kita urusan kita, emosi orang lain urusan orang lain.

Jadinya udah jarang sekarang yang bilang saya judes (kecuali JG) hahahaha.

Di level saya, be nice aja udah harus usaha. Kalau di level JG, orang yang dari sananya emang udah nice (modelannya Gesi gitu yang selalu manis sama orang), ini naik kelas jadi memberi pujian. Memuji resepsionis, mbak kasir Indomaret, mbak penjaga parkir, semua aja dibilang cantik/seger/bahagia. Saya nggak bisa sih begini mah hahahaha. Disuruh nice sepanjang waktu aja kadang udah lelah.


Tapi selalu ingat pesan Pinot “keep your tantrum offline”. Dulu mah blog isinya emang marah-marah doang tapi yang baca kan nggak sebanyak sekarang ya. Makin banyak makin mikir sih untuk marah. Masih kadang misah-misuh tapi ya ditelepon aja ke JG, masih banget rant kesel tapi ya di group kesayangan aja. Kalau online sebisa mungkin tidak marah-marah lagi karena ya marah-marah ditonton itu kok agak gimana gitu ya jadinya. Nggak enak hati sendiri.

via GIPHY

Mendengar dengan baik dan bereaksi dengan antusias

Ini penting dalam hubungan apapun termasuk hubungan suami istri. Komunikasi akan datar banget kalau salah satu pihak menanggapi dengan flat gitu. Sebisa mungkin antusias lah.

“Oyaaa?” “Wah baru denger” “Masaaaa?” 


(Tapi kalau lagi capek emang susah sih kesel amat. Susah ternyata ya sok amat bikin judul postingan “simplest ways” hahahaha.)

Mendengar juga susah sih untuk orang yang nggak bisa diem dan pengennya debaaattt terus. Pokoknya harus menang dalam perdebatan sereceh apapun. Halah, ribet hidupnya. Nggak akan bisa menginspirasi lah kalau nggak belajar untuk diam mah.

*toyor diri sendiri*

Akui kekurangan diri

Ini ternyata nggak susah TAPI berkaitan dengan confidence banget sih. Dulu saya merasa hidup saya baik-baik aja dan semua orang harus tau. Ketika hidup lagi nggak baik-baik aja saya tiba-tiba kok takut mengakui?

Sekarang nggak. Sekarang lagi miskin ya ngaku aja emang kismin kok sok kaya, lagi stres ya bilang, jadi ibu nggak ideal ya ngaku aja. Dan ternyata orang juga tetep appreciate. Karena punya kekurangan diri itu manusiawi.

Kalem

Nah kalau ini JG nih yang belajar dari saya KAMU AKUI ITU, SAYANG! Udah pernah dibahas panjang lebar di postingan ini: Belajar Kalem

via GIPHY

Sharing

Iya betul! Sharing is caring itu baru ngerti banget artinya apa, makin ngerti banget batasan antara sharing dan pamer karya.

NOTE: Pamer karya tidak salah sama sekali! Saya tidak bilang itu salah! Kan emang ada yang menjadikan social media sebagai portfolio jadi ya isinya karya aja semua ya nggak apa-apa banget.

Tapi ketika tujuan kalian adalah sharing, ya maka kalian sharing *halah naon atuh*. Ya maksudnya kalian akan mengalami ditanya-tanya mulu hal yang sama berulang kali dan masih dengan rela menjawab meski jawabnya ya sekalian aja di caption atau stories.

Apalagi kalau kaya saya ya yang baru-baru ini aja share ilustrasi di Instagram, pasti BANGET ada yang nanya. Aplikasinya apa kak? Kertasnya apa? Cat airnya apa?

Udah pastilah pertanyaan itu muncul dan apa nggak capek ditanya-tanya? Ya capek jawab sih kalau kebanyakan emang.

 Jadi saya sebisa mungkin selalu tulis di caption. Orang juga nggak sebego itu kan ya, pasti scroll dulu lah untuk cari tau.

Makanya banyak banget yang DM saya pengantarnya gini “kak udah cari di highlight tapi nggak ada, kemarin buku ini judulnya apa ya?” atau “Kak aku udah cek highlight dan search blog tapi nggak nemu nih, postingan tentang A ini judulnya apa ya?”

Karena ya alhamdulillah punya followers pinter-pinter amat yaaaa nyari dulu sebelum nanya. Jadi saya juga sebisa mungkin jawab dan bantu. Minimal bantu kasih keyword untuk search di blog karena apa? Karena tujuan saya sharing, ingin ngasih info ke orang lain.

Jadi bener-bener deh, triggered nulis postingan ini karena tadi pagi saya scroll postingan seseorang sampai Desember 2016, cek highlight satu-satu, cek blognya, dan yang saya cari nggak ada. Kemudian saya nanya, dan saya ngerasa digoblokin banget karena dia jawab apa?

“Kalau menyimak live video atau hashtag, ada info itu. Soalnya sudah beberapa orang yang bertanya”

WAW. Jawaban atas pertanyaan saya hanya sebuah merek yang emang jarang banget saya liat ilustrator Indonesia pake. Nyari di e-commerce gitu juga jarang. Jadi kalau dia jawab juga paling banyak 2-3 kata kan. Tapi dia memilih menulis 2 kalimat itu untuk menunjukkan bahwa saya tidak menyimak.

Live video kan 24 jam hilang ya, masa demi merek aja harus selalu nontonin livenya dia? Rada kurang senggang sih waktu saya. Hashtag juga hashtag mana yang dia maksud, saya cek hashtag nggak ada yang spesifik sesuai yang saya tanya. Apa saya harus scroll caption BESERTA komentarnya siapa tahu dia pernah jawab orang? Sungguh membuang waktu.

Langsung memutuskan oh doi mungkin memang tidak berniat sharing dan menggunakan Instagram untuk pamer karya. Jadi ya memang nggak niat untuk share ilmu atau apapun itu. Mari unfollow saja. Gunakan Instagram untuk mencari inspirasi eym? Sudah terlalu lelah pakai Instagram cuma untuk mengagumi hidup orang lain.

Dan saya sedih lho, beneran. Kemudian langsung misuh sama close friend, bertekad sebanyak apapun nanti followers, saya akan tetap kasih info di caption supaya orang nggak perlu tanya dan saya nggak perlu jawab berulang apalagi ceramahin orang dan nyuruh mereka MENYIMAK semua live video saya. Ini harus ditulis sebagai pengingat.

T______T

“Kak, tapi aku nggak tau harus ngapain, apalagi inspirasi orang soalnya kayanya hidup aku udah capek banget”

Ok so just focus on your goals.

Orang yang fokus sama tujuan hidupnya TANPA menyakiti pihak mana pun itu inspiratif banget!

Tujuan hidup nggak perlu yang brilian banget seperti dapet award gitu kan. Bisa dengan membesarkan anak yang bahagia, jadi pendengar yang baik untuk suami, selalu semangat kerja untuk cari uang demi keluarga, membahagiakan orangtua, itu juga udah merupakan tujuan hidup.

Ini sebabnya saya nggak gampang bilang seseorang inspiring karena ya tergantung background-nya. Bapaknya siapa? Kuliah di mana? Berjuang sendiri apa dimodalin bapaknya?

Lebih inspiring mana, Jeff Bezos founder Amazon yang dimodalin bapaknya US$ 300k atau Jack Ma founder Alibaba yang bahkan untuk belajar bahasa Inggris aja harus jadi tour guide? Boro-boro dimodalin orangtua US$300k hahaha.

(Baca: Nama Belakang itu Penting Banget!

Atau seseorang yang karyawan biasa misalnya, tapi harus kerja mati-matian sambil kuliah karena harus bantu ibunya yang single mom itu kan inspiratif banget! Atau anak kecil di Humans of New York yang bantu ibunya karena “sayang ibu” itu duhhhh ibunya inspiratif banget beneran. Saya langsung ngefans sama ibunya. Hahaha.


So, be nice! You never know, whether you try not, you can inspire others, too!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Flu Singapura Lagi?

on
Monday, October 15, 2018
Ingatkah momen aku menangis-nangis karena Bebe flu singapura? Waw tak terbayang akan terulang lagi kan ya. Tapi ternyata hampir terulang juga.


Minggu lalu (bukan minggu kemarin ini lho), adik saya yang biasanya di Bandung ada kerjaan di Jakarta. Jadi doi nginep di rumah, 2 malem. Malem ke dua kami mau ke Bandung sama-sama.

Tapi dia lemesssss banget super lemes dan demam dikit gitu. Terus kedinginan dan tenggorokannya sakit sampai nggak pengen makan apa-apaan. Tapi nggak kepikiran itu sakit apa, cuma minum Tolak Angin dan kami pun pulang ke Bandung.

Rencananya di Bandung akan sampai hari Selasa, cuti dua hari karena adiknya JG baru melahirkan dan kami belum nengokin bayi. Hari Senin itu saya lemes banget, nggak pengen ngapa-ngapain. Asli seharian di kasur doang, makan aja di kasur dong. Untung di rumah mertua ya aku dimanjakan hahahahaha.

Sariawan pun gede banget di ujung bibir dan ada semacam sariawan kecil-kecil di dinding mulut kiri. Mau nangis karena ya makan susah, kata mamah mertua cocolin kopi biar cepet sembuh YA KABUR LAH HAHAHAHA. Serem ah.

Tapi bener-bener belum mikir itu sakit apa.

Hari Selasa, adik saya seluruh tangannya penuh rash, bener-bener satu tangan bintik-bintik semua. Kaki juga ada tapi nggak banyak kaya tangan. Kata dokter kena virus.

Saya langsung inget lha saya juga sariawan banyak amat dari kemarin. Cek tangan sendiri lho kok sama udah ada bintik-bintik merah juga tapi belum banyak. 


Cek Bebe dan JG, mereka ada bintik juga. Bebe ada 3 sariawan kecil di mulut dan ada bintik di tangan. 

UNTUNG KETAUAN! Untung taunya sebelum makin banyak kan. Akhirnya malam itu kami bertiga pulang ke Jakarta dan memutuskan nggak boleh kerja sampai semua sariawan ilang. Daripada nularin orang kan. Nggak lucu kalau nularin anak kantor terus nanti anaknya jadi ikut sakit juga. Ngerepotin banyak orang.

Karena flu Singapura kan menular lewat air liur dan kontak biasa doang ya. Rentan banget lah. Dan iyaaaa, meski jarang, orang dewasa juga bisa kena flu Singapura. 


Pertanyaan terbesar dari ibu-ibu lain yang parno: FLU SINGAPURA EMANG BISA BERULANG YA?

Bisa ternyata, flu Singapura berulang karena virusnya banyak, bukan cuma satu. Jadi kemarin kena virus yang itu, kebal virus yang itu doang. Berikutnya kena virus yang lain lagi (virus yang masih keluarganya) ya bisa kena lagi. NANGIS.

Yang terparah saya sih. Tenggorokan nggak enak, sariawan saya diameternya ada kali setengah cm lebih. ASLI GEDE BANGET, segede kuku kelingking saya. Plus mlentis-mlentis kecil di seluruh dinding pipi kiri. Untung di kanan nggak ada jadi masih bisa makan ngunyah di kanan meski makan harus pake sendok kecil dan mangapnya sakit banget.

via GIPHY

Tapi mungkin karena kedua kali, dan kali ini yang parahnya saya jadi kami kalem-kalem aja. Kalau yang parahnya Bebe baru stres kan. Kami berdua kerja dari rumah sementara Bebe … nonton YouTube lah gimana caranya kami bisa kerja dari rumah kalau Bebe nggak dikasih YouTube?

BOSANNYA ASTAGAAAA. 

Nggak ke mana-mana sama sekali. Melangkahkan kaki ke luar rumah aja nggak, untung kulkas penuh jadi ya masak terus. Cuma makan banyak, minum sesering mungkin, makan buah banyak, minum madu trigona. Asli sakti banget ya madu trigona ini, saya pake merek Uray rekomendasi temen kantor JG.

Saya minum Imboost juga, Bebe juga Imboost dan Curcuma Plus biar makannya bener. Bobo siang juga wajib biar jadwal Bebe nggak keteteran.

Bebe dari Jumat sariawannya udah kempes. Lha saya masih nggak ada perubahan. Yang kecil-kecil sih udah ilang, yang gede terlalu sakti. Saya tanya di stories pada nyaranin cocol minyak kutus-kutus, propolis, essential oil, banyaakkkk banget rekomendasinya.

YA TIDAK KULAKUKAN AHAHAHAHAHAHAHA SEREM ATUHLAH PLIS.

Saya cuma kumur Aloclair aja sama Enkasari. Siang Aloclair, malem Enkasari. Enkasari saya ternyata yang kumur telan tapi nggak sanggup nelennya karena berasa nelen mouthwash gitu (?)

ALHAMDULILLAH HARI MINGGU SARIAWANNYA SEMBUH SEMUA!

Masih agak bengkak nonjol gitu tapi udah nggak perih sama sekali. YEAY!

Jadi kalau ditanya, emang beneran flu singapura? Ya saya nggak bisa jawab beneran iya juga juga sih. Tapi kondisinya ini menular dari orang yang udah parah dan kebetulan kami tau duluan pas belum parah. Makanya belum cranky amat.

Sehat-sehat ya kalian semua!

PS: EXCITED BANGET HARI INI KERJA YAAAY!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Hotel Review: INAYA Putri Bali

on
Thursday, October 4, 2018
Waw annisast review hotel di Bali hahahaha. Jarang terjadi ya karena ya emang jarang nginep di hotel. Sekalinya nginep malah suka males review. Padahal setahun terakhir nginep di 3 hotel (banyak lho untuk ukuran aku lol) tapi malessss aja gitu nulis.

Tapi pas kemarin ke INAYA Putri Bali untuk liputan, nyampe sana langsung niat untuk nulis review karena hotelnya sebagus itu! Pas cek di Agoda ternyata ratenya 8.9 lho, di Traveloka malah 9.

semua foto ga ada yang aku edit ya. terlalu malas HAHA kebanyakan juga foto dari HP

INAYA Putri Bali ini ada di kawasan Nusa Dua, begitu masuk pintu gerbang saya masih yang biasa aja karena masih ada beberapa bagian yang masih tahap pembangunan. Masuk lobi masih biasa aja padahal setelah bolak-balik lobi ini jadi mikir kok keren amaaattt ahahahaha.

Tempatnya gede banget sampai ke mana-mana bisa dianter pake buggy (mobil buat golf itu). Dan karena buggy bisa lewat, otomatis semuanya jadi wheelchair friendly!

Lobinya nggak ada pintunya gitu jadi cuma semacam saung besar ((( SAUNG ))). Tapi banyak sofa besar menghadap kolam ikan yang juga besar. Pada akhirnya sofa ini enak banget buat duduk sambil gambar kalau lagi pas nunggu driver dateng.

Saung. Atasnya lobi, bawahnya resto. Depannya taman luassss.
 foto dari dalam saung, ini kolam ikan, di pinggirnya banyak sofa. aku gambar di sini sungguh heaven

INAYA Putri Bali ini punya pantai sendiri jadi gampang banget kalau mau liat sunrise. Bisa cus pake baju tidur doang gitu. Plus pantai dan area sekitaran hotelnya sepiiii banget. Sesepi itu karena katanya sering dipake buat rombongan jadinya sepi. Lha iya rombongan tour kan siangnya pasti tur keliling Bali atau ada acara kan.

*MENUNJUK DIRI SENDIRI*

Iya juga, saya aja sama rombongan 26 keluarga dari seluruh Indonesia. Belum tim EO dan pengisi acara. Di hotel cuma sarapan doang terus pergi. Balik ke hotel udah hampir tengah malam.

Padahal ini resort ya cocok banget buat leyeh-leyeh dan gambar atau baca buku gituuu. Tenang dan sepi banget. Liat sunrise di pantai sepanjang itu cuma ada kali 5 orang. Jadi banyak tempat duduk yang kosong banget. Damai.

SAYA MENYERET DIRI LIAT SUNRISE DI HARI TERAKHIR. Karena iseng bikin polls di Instagram dan 60% bilang pasti saya males dan ketiduran. Kemudian kubuktikan kalau aku bukan pemalas. *HALAH



sepi yaaa


MESKI PANAS HAHAHAHAHAHA.

Panas kalau di bawah matahari sih. Kalau di kamar sih adem. Seadem itu sampai pas hari terakhir kan saya nginep sendiri, temen sekamar emang orang Bali jadi malam terakhir dia pulang ke rumah keluarganya. Itu saya nggak nyalain AC dong. Nggak panas aja gitu. Amazing. Mungkin karena banyak pohon dan teduh, meski jendela gede, sinar matahari pas nggak nyorot banget.

Duduk-duduk di balkon juga adem lho. Sungguhlah kapan ya bisa punya banyak kontrakan sehingga kubisa leyeh-leyeh di resort sepanjang waktu dan melukis tanpa harus kerja? Hahahaha.

adem karena bangunannya saling meneduhi gitu lol

kamarnya, kufoto malem jadi rada noise




Sarapannya enak nggak? Mmmm, sejujurnya biasa banget sih rasa makanannya. Sempet makan siang di Ja’jan Bistro (resto satunya) juga gitu aja rasanya hahahaa. Mayan lah.

Ya biasa jajan lomie di Imam Bonjol ya, mie goreng di sini ya nggak nampol. Tapi beneran deh, sarapannya so-so, saya pikir saya doang yang mikir gitu sampai ada yang DM kalau dia honeymoon di situ dan dia bilang “tapi sarapannya B aja lho kak”. Woh kuingin langsung memeluknya hahahaha.

Speaking of honeymoon.

INI HOTEL RECOMMENDED DI BALI BUAT HONEYMOON!




Tenang, damai, staf hotelnya ramah-ramah banget, kasurnya bersih dan nggak terlalu empuk (saya nggak suka kasur hotel yang terlalu empuk karena bikin sakit punggung), dan bantalnya juga enak. Maklum sini sudah menua ya, faktor kasur dan bantal penting BANGET lho dalam penilaian hotel dan INAYA Putri Bali ini enak banget kasur dan bantalnya. Luv!

Apalagi sih biasanya kalau review hotel?

Oh kolam renang.

Kolam renangnya ada yang nyatu sama kamar berbentuk sungai gitu ada juga yang untuk umum dan bentuknya berundak gitu. Bagus deh, liatnya seger.

Selain kolam, INAYA Putri Bali juga punya kelas yoga for beginners pagi-pagi dan ada pilihan water sport juga. Jadi pagi-pagi jalan keluar hotel itu cuma ada orang jogging dan yoga. Damai sekalihhhh. Mau bobo aja nggak mau kerjaaaa. LOL




Udah sih itu aja. Apa yang kurang coba ditanya ajaaaa!

-ast-







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Sendirian Dalam Pikiran

on
Monday, October 1, 2018
Postingan ini dalam rangka melanjutkan series overthinking. Sebenernya blog ini penuh postingan overthinking karena ya emang anaknya kalau mikir suka sampai diresapi gitu sampai bingung sendiri HAHA. Tapi baru kepikiran ngasih label baru "overthinking" di blog akhir-akhir ini jadi ya udalah. Yang penting kan menatap masa depan ya bukan terpaku pada masa lalu. *naon


Semua gara-gara postingan pembahasan liburan. Karena setelah posting itu, saya dan JG jadi mikir "wah liburan ternyata bukan untuk kita ya, keluar uangnya banyak banget". Gitu.

Saya jadi sibuk sama pikiran-pikiran di otak yang bilang:

"Wah susah ya jadi aku, liburan aja mikir"
"Kalau jadi si A (seorang crazy rich asian) enak deh liburan nggak perlu mikir"
"Enak banget jadi si B ya bisa liburan terus-terusan padahal dia nggak kerja"

TERUS SAYA NGIKIK SEKETIKA. Beneran ketawa sendiri di ojek hahaha.

Karena ya saya mikir gitu kan di dalam pikiran saya SENDIRI kan. Keyword: sendiri. Orang lain nggak bisa denger pikiran itu. Orang lain nggak bisa tahu pikiran dan perasaan saya. Bahkan sekarang ketika saya ungkapin pake tulisan aja, pikiran saya saat itu tetep nggak bisa 100% tertuangkan dalam kata-kata.

Baru sadar banget dan meresapi kalau semua orang JUGA punya pemikiran dan perasaan yang SAMA SEKALI nggak bisa didengar orang lain. Dengan demikian, semua orang jadinya sama aja mau dia kaya atau miskin. Sama-sama sendirian dalam pikiran.

Jadi pikiran "enak ya jadi si A" itu nggak penting sama sekali. Karena ketika kita beneran jadi si A, kita nggak bisa lagi merasakan "enak" itu karena ya kita kan memang si A yang nggak pernah mikir "enak deh jadi aku bukan jadi dia". Orang yang bikin kita iri sama hidupnya itu juga nggak bisa dengerin pikiran kita yang bilang "hidupnya enak".

Pake contoh deh:

Misal. Saya beli rumah pake KPR di Bandung pinggiran. Saya membatin "coba saya jadi si A, saya bisa beli rumah cash, di Singapur pula" 


KEMUDIAN ANGGAP SAYA ADALAH SI A. Apakah saya akan jadi mikir: "YEAY LEBIH ENAK JADI A KAN BENER, BELI RUMAH DI SINGAPUR AJA BISA CASH NGGAK PERLU KPR DI PINGGIRAN BANDUNG"


Nggak gitu kan? Ketika saya sebetulnya adalah si A, saya udah nggak bisa lagi mikir "lebih enak jadi saya dibanding dia" karena ya kita sendirian dalam pikiran, nggak punya pembanding lagi. Kita nggak bisa merasakan juga perasaan "lebih enak" itu.

Intinya "ingin jadi orang lain" itu sebuah pikiran yang sangat sia-sia. Karena ketika jadi orang lain pun kita TETEP NGGAK AKAN PERNAH BISA merasakan pikiran orang yang lebih atau kurang beruntung daripada kita.

Semua orang punya hal yang dipikirin dan nggak bisa diungkap saking susahnya mengungkapkan pikiran. Atau kalau mau generalisir, semua PASTI juga punya masalah yang lagi dia pikirin tanpa orang lain tahu persis masalah itu.

(WAH GILA INI NULISNYA KOK SUSAH YA SAMPAI NGULANG-NGULANG GINI. BENERAN SAYA NGGAK BISA JELASINNYA. SEMOGA OMONGAN SAYA MASUK AKAL. Kemarin saya jelasin ke JG dan dia ngerti sih tapi kalau nulis kok susah huhu)

via GIPHY

*


Ya saya yakin sih konsep “selalu sendirian dalam pikiran” ini pasti bukan hal baru. Terlalu banyak orang di dunia ini untuk menemukan sesuatu yang sama sekali baru.

Tapi buat saya. paham konsep ini sangat eye-opening. Sekarang saya senang bermain-main dengan pikiran dan setiap terbersit konsep ini, saya tersenyum sendiri.

Siapapun saya, seberuntung apapun hidup saya, pikiran akan selalu sendirian. Tidak ada yang pernah benar-benar bisa menemani, memahami, atau menjelaskan apa yang ada di pikiran saya. Bahkan saya sendiri tidak akan pernah bisa memahaminya 100%.

Saya jadi sering mikir soal ini setelah pertama kalinya seumur hidup, dibius untuk ke dokter gigi (bisa dibaca liputannya di sini). Biusnya sedang, jadi otak saya jalan-jalan mikirin segala macem tapi saya nggak ngerasain badan saya.

Sebagai perbandingan, kalau bius (sedasi) lokal kaya cabut gigi itu biusnya ringan. Otak kalian sadar, kalian sadar kalian punya tangan dan kaki yang bisa digerakkan, cuma bagian tertentu nggak berasa kan meski digunting atau diapain pun. Kalau bius total, kalian nggak ngerasain SEMUANYA, nggak ngerasa punya tubuh, nggak ngerasa punya otak, nggak mikir apa-apa.

Nah kalau sedasi sedang itu, yang saya rasain adalah otak kita jalan, pikiran kita jalan, tapi nggak berasa punya anggota tubuh. Kebayang nggak? Kita sendirian (di dalam pikiran), bebas mau mikirin apa aja, tapi gelap karena nggak punya mata. Sibuk, sibuk berpikir tapi nggak bisa bergerak, bahkan nggak kepikiran untuk bergerak karena ya rasanya nggak punya badan itu sesuatu yang normal aja.

Beda sama mimpi. Kalau mimpi kan kita kaya kita dunia nyata aja karena kita tetap punya tubuh. Tapi ini nggak. Saat disedasi itu saya terjebak di pikiran saya sendiri, sendirian dengan sesuatu yang bentuknya tidak terdefinisikan. Atau saya terlalu malas untuk mendefinisikan saking abstraknya. And having a constant thought about something without feeling your body was truly hell. 


Saya memikirkan banyak hal sepanjang disedasi itu. Tentang hidup, tentang mati, tentang meninggalkan dan ditinggalkan, tentang sekolah Bebe, tentang JG, banyak sekali. Dan “uniknya” ya, setelah saya sadar, saya tahu persis yang saya pikirkan TAPI juga sadar kalau pemikiran saya ngablu. Ngaco gitu lho.

Mikir sih mikir tapi bukan mikir jernih. Lebih kaya gila. Saya sampai mikir waw ini lho hidup sebenarnya. Hidup yang kemarin-kemarin punya badan, punya suami, punya anak itu kayanya mimpi doang deh. Kalau kata orang, persis orang yang make magic mushroom dan dapet bad trip. Halusinasi tapi yang saya halusinasikan itu hal nyata (bukan horor atau zombie wtf) dan saya ingat sampai sekarang apa pikiran-pikiran saya saat itu.

Sekitar 2 jam disedasi dan sibuk dengan pikiran sendiri, malah bikin saya jadi semakin menghargai pemikiran saya sendiri. Bukannya malah jadi takut, sekarang saya menikmati setiap momen saya berpikir sendirian.

Karena ternyata badan membuat pikiran terdistraksi. Ketika kita fokus sama pikiran tanpa mikirin badan, rasanya damai sekali. I feel enough and content.

Soalnya saya nggak masuk banget malah di level muak saking diri sendiri aja sering nulis soal ini sama nasihat:

"Makanya banyak bersyukur"

"Jangan bandingin hidup sama hidup orang lain terus"

"Hidup tuh sekali-sekali jangan lihat ke atas terus"


via GIPHY

Enek lho disuruh bersyukur terus kaya kalian tau aja level bersyukur saya. Tapi begitu ngerti konsep manusia nggak bisa ngerasain pikiran orang lain baru saya merasa cukup. Dan nggak enek lagi.

KOK BISA YA. AUK AMAT BINGUNG.

Beruntung saya paham konsep ini sebelum ke Bali karena jadinya di sana saya bener-bener nggak peduli untuk foto demi Instagram. Saya perhatikan hal-hal kecil seperti berbagai bunga, noda di batu, bentuk tangga, berbagai ukiran, dan saya foto sekenanya saja. Nggak memperhatikan estetika, fotonya lurus apa nggak, apalagi pilih foto untuk diunggah. Saya memperhatikan hal-hal kecil dan memotretnya untuk mengingat apa saja hal kecil yang saya lihat waktu itu. Hal kecil yang bikin saya tergelitik.

Dan ini nggak perlu me time sampai jauh ke Bali segala. Di ojek atau di taksi online, jangan buka HP, liat ke jendela dan mulailah berpikir. Mulailah menikmati pemandangan sampai detail terkecil, jangan lupa selipkan pikiran kalau hanya kita yang bisa berpikir seperti ini. Tidak akan ada orang lain lagi yang bisa. Punya pikiran dan bisa sendirian itu sebuah privilege.

Tak perlu pikirkan orang lain sepatunya lebih mahal, tak perlu pikirkan orang lain liburannya sering amat, tak perlu pikirkan orang lain kok mobilnya bagus-bagus. Fokus pada hal-hal kecil yang kita lihat. Kegiatan ini lebih akrab disebut dengan ngelamun lol.

*panjang-panjang berusaha mendefinisikan tapi ujungnya cuma pengen nyuruh ngelamun*

Tapi saya nggak suka dibilang ngelamun karena istilahnya itu underrated seolah sebuah pekerjaan yang amat sangat nggak penting. Jadinya daripada unfaedah ngelamun, selama ini kita jadi menyibukkan diri Insta Story atau scroll timeline Twitter. Padahal hidup udah sedemikian sibuk, ternyata yang saya butuhkan sekarang hanyalah tidak melakukan apapun. Doing nothing and let my mind wander.

Ini kayanya level selanjutnya dari "not giving a f*ck" atau mari kita bilang sebagai "absolutely not giving a f*ck". Karena sesungguhnya saya ini orangnya udah cukup nggak pedulian. Nggak baper sama komentar orang, nggak peduli sama banyak hal, jarang banget sakit hati sama omongan orang. Tapi ya masih ada sisi "kok dia bisa gitu ya kok aku nggak bisa" PASTI ADALAH. Manusiawi kan.

*

Bagaimana soal bertukar pikiran?

Selama ini saya pikir saya sering bertukar pikiran. Saya bertukar pikiran dengan JG tentang banyak sekali hal, saya menuangkan pikiran lewat blog. Tapi setelah beberapa saat menikmati kesendirian dalam pikiran, saya jadi ngeh kalau selama ini yang kita lakukan adalah BERUSAHA menuangkan pikiran lewat kata-kata.

Kadang tersampaikan. Sering juga tidak. Seharusnya selalu jujur tapi kadang tak sengaja sulit terungkap semua. Yang jelas tidak sama persis. Hal-hal yang kita pikirkan belum tentu 100% tertuang dalam kata atau tulisan.

Pun ketika kita bilang “dia yang paling ngerti aku banget” atau “nyambung banget ngobrolnya sama dia” itu artinya dia yang paling ngerti hasil pikiran ini bekerja lewat kata.

AH UDALAH. MAKIN DITULIS MAKIN PUSING. LAGIAN KEPANJANGAN.

Antara pusing nulisnya dan mulai masuk pemikiran: apa gue gila ya? Hahahaha.

-ast-








LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!