-->

Image Slider

Belajar Bicara Data

on
Thursday, May 23, 2019

Kalian yang follow saya sejak lama pasti udah ngerti banget ya kalau saya apa-apa harus pakai data. Saya nggak suka orang ngomong pake “katanya” untuk sesuatu yang penting. Buat saya, “katanya” hanya sebatas obrolan ringan makan siang alias buat ghibah doang. Nggak layak masuk media sosial, nggak pantes dikutip apalagi disebarluaskan.

Soal "katanya" ini saya ekstra hati-hati, apalagi setelah baca dan mencoba memahami UU ITE. Satu “katanya” di WhatsApp atau email pribadi, bisa bikin kita masuk penjara lho. Dan ini bikin temen-temen saya gemes HAHAHAHA.

Misal ada berita selebgram atau artis rusuh, kebetulan temen kantor saya ada yang akrab nih sama si selebgram. Cerita saya jadi A1 dong ya, karena SAYA dengar langsung dari si teman. Nah tapi kalau saya cerita lagi ke orang jadinya kan “KATA TEMEN GUE” dong? Abis itu kalau temen saya cerita lagi ke orang jadinya “KATA TEMENNYA TEMEN GUE” ya kan? Cerita kaya gini suka saya hindari apalagi di group yang orangnya lebih dari 5 orang.

Kalau ketemu langsung masih okelah saya ceritain tapi kalau harus di chat, ada bukti screencapture, nggak deh. Kalau ada yang sc dan dikasih ke orangnya, maka itu bisa dituntut pakai UU ITE lho. Bahkan sekadar saya nulis “si A gendutan ya” lalu sc-nya nyampe ke si A, selamat, si A bisa nuntut saya pakai pasal karet UU ITE.

KOK JADI NGOMONGIN UU ITE.

Kembali ke data.

Throwback ke sekitar 20 tahun lalu saat saya SD kelas 4, ada kejadian yang saya ingat sampai sekarang karena perasaan yang campur aduk. Malu iya, tapi jadi pelajaran penting buat saya sampai kejadian ini terus teringat.

Waktu itu teman SD saya, sebut saja namanya Nana, tidak masuk beberapa hari. Kabar dari seorang teman (teman lho bukan guru) katanya ia kecelakaan mobil sekeluarga. Karena cukup akrab dengan Nana, saya ingat saya sedih dan sampai rumah saya cerita pada ayah. Apa komentar ayah?

“Kamu tau dari mana? Kalau cuma tau dari katanya teman dan nggak bisa dibuktikan, itu namanya gosip.” Ayah being ayah, beliau wartawan juga btw.

Saya mikir iya juga. Lha yang bilang aja bukan guru kok. Kalau guru yang bilang kan mungkin guru dapat kabar dari orangtuanya. Kalau teman yang bilang, mana buktinya? Si teman ini rumahnya berjauhan pula. Gimana bisa dia tahu soal kecelakaan?

Besoknya (harap maklum saya masih kecil), saya malah bilang ke teman lain kalau berita kecelakaan itu cuma gosip. Beritanya jadi semakin simpang siur sampai seminggu kemudian Nana masuk dengan perban di dahi dan pipi. Benar dia kecelakaan sekeluarga.

Saya malu dan sedih karena duhhh beneran kok kecelakaan kok saya malah bilang gosip sih!

Tahun demi tahun berlalu sampai tiba saya masuk jurusan Jurnalistik dan harus ikut orientasi jurusan. Ada beberapa buku yang harus dibaca. Satu buku pada bab 1 langsung to the point kalau seorang jurnalis itu harus skeptis. Saya beneran langsung inget kejadian Nana dan ya, ayah benar, ayah hanya skeptis, meragukan segalanya sampai ada bukti. Saya yang salah karena masih tidak punya bukti tapi malah ikut menyebarkan info.

Bertemu JG, dia orang yang 100% bicara data juga (saya 95% soalnya 5% nya itu pas PMS, maunya drama nggak mau data nyahahahahaha). Dulu, perkara daging kambing aja pernah bikin kami berantem karena saya keukeuh daging kambing bisa bikin darah tinggi.

Dia tantangin untuk cari research terus saya nangis karena ternyata emang bener daging kambing nggak bikin darah tinggi. Nangis karena banyak keluarga darah tinggi dan menghindari daging kambing, malah disuruh dokter, tapi kok kenyataannya nggak bikin darah tinggi sih. Sebel banget!

Tapi lama-lama terbiasa, kalau kami ngobrol serius ya bawa data bukan bawa perasaaan. Semua yang kami lakukan untuk Bebe juga pake backup science, tanya psikolog atau bawa research dari lembaga yang kami berdua yakin terpercaya.

(Baca: Memahami Anak)

Sekarang semakin Bebe besar, saya juga mengajari Bebe hal yang sama. Saya kejar dia untuk nggak gampang percaya sama orang. Kemarin di IG story saya kasih contoh dia bilang “kata si A bisa bakar kertas pakai kaca pembesar”. Karena saya tanya "Terus kamu percaya? Mau coba dulu nggak? Atau mau nonton YouTube?"

Itu dia langsung minta dibeliin kaca pembesar ke aki untuk coba. Setelah yakin benar kertas bisa terbakar, baru dia boleh percaya.

Sedikit tips buat yang mau belajar bicara data:

- Luangkan waktu untuk kroscek, tabayyun bahasa gaulnya, ukh.

- Pastikan data yang kita kroscek adalah data terpercaya. Kalau memang datanya fisik seperti si Nana temen saya, kan bisa dilihat langsung. Kalau datanya digital, pastikan kalian cari sumber yang BENAR. Kalau research biasanya lebih meyakinkan kalau dari universitas karena biasanya mereka meneliti demi keilmuan bukan dibayar brand, websitenya akan berakhiran .ac atau .edu.

- Kalau kalian nggak punya waktu untuk kroscek yang terbaik adalah DIAM. Nggak usah ikutan ngomong karena cuma bikin ribut aja. Berisik dan nggak penting.

Oiya, skeptical ini memang tipis banget sama negatif sih. Kadang nggak cocok sama orang yang positive vibes all the way. Karena kalaupun beritanya positif, respon pertama selalu? Iya ya? Bener gitu? Masa sih? Siapa bilang? Sebagus itukah? Faktanya gimana? Apa ada dampak lain? Begitu terus until proven otherwise.

Bahkan baca buku juga gitu. Kadang kalau baca buku sama Bebe terus ada fakta yang bikin saya ragu, saya pasti langsung cek bukunya terbitan tahun berapa dan kroscek ulang via Google. Beneran deh, saking cepetnya ilmu pengetahuan, banyak buku yang outdated karena ada research yang lebih baru.

Saya juga bisa sampai di sini karena selalu skeptis. Sebagai jurnalis, skeptis itu harus. Nggak gampang terbuai, nggak gampang percaya, nggak gampang sebar informasi apalagi kalau nggak jelas sumbernya dari mana.

(Berpikir kritis itu harus diajarkan! Mengajarkan Anak Berpikir Kritis)

Pelajarannya apa? 


Kalau bicara sama saya, bicara di social media, bicara di tempat umum, tolong pakai data. Apalagi kalau datanya fisik lho bukan data digital, itu data kasat mata, fisiknya aja bisa kita pegang. Kalau nggak percaya apa nggak pengen congkel aja itu mata karena membohongi kita?

Bicara data ini menakar logika kalian lho. Orang yang ngotot: “TAPI CURANG! TAPI DISUSUPI! TAPI DIBAYAR! TAPI TIDAK JUJUR!”

Mana buktinya, darling-darlingku? Sini deh kasih saya bukti yang bisa saya lihat dan saya pegang baru saya percaya.

Saya bisa lho bilang ke kalian “PAPA KALIAN SELINGKUH! PAPA KALIAN SUKA MAIN SAMA PSK!” dan kalian harus percaya karena ya levelnya sama. Nggak bisa dibuktikan toh keduanya?

Hukum di belahan dunia mana juga pakai Presumption of Innocence: Innocent until proven guilty. Ngerti nggak? Apa baru denger? Asas praduga tak bersalah, sampai terbukti sebaliknya. BUKTI, SAYANGKU. BUKTI DATA. Bukan katanya-katanya.

Kenapa saya yang jarang bereaksi sama hal-hal kaya gini sampai nulis? Karena jujur kaget banget sih kemarin di DM saya ternyata masih banyak yang nggak pakai logika. Ditanya datanya mana, SEMUA, SATU PUN nggak bales lagi karena ya memang nggak punya kan.

(Baca postingan tentang politik yang mana sudah 2 tahun lalu lol: Hal yang Berubah Sejak Pilkada DKI )

Saya juga bingung kenapa mereka follow saya ya? Nggak mau unfollow aja? HAHAHAHAHAHA. Saya kan kalau sharing selalu kasih backup riset resmi. Apa nggak bertabrakan tuh sama logika mereka? Saya nggak pernah ngomong atau sharing sesuatu kalau belum pernah mengalami apalagi nggak punya backup risetnya.

Btw saya sangsi tulisan ini bisa mengedukasi sih, karena biasanya orang yang nggak mau tau soal data dan logikanya dipertanyakan, NGGAK MAU BACA TULISAN SEPANJANG INI HAHAHAHA.

R.I.P. LOGIC.

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Review Avoskin Miraculous Refining Serum

on
Wednesday, May 22, 2019
[SPONSORED POST]

Waw annisast menulis beauty lagi sedang ada apa rupanya?

Nggak ada apa-apa sihhh cuma selama ini saya kan memang tetap rajin pakai skin care, hanya saja malas review dan sharing karena ya berbagi tugas lah sama para beauty blogger. Team work gitu ceritanya. *APAAAA*

Tapi excited banget pas ditawarin review Avoskin Miraculous Refining Serum ini karena udah baca review orang-orang yang bilang serum ini exfoliating serum terbaik! Ya tentu kepo karena selama ini saya pakenya selalu exfoliating toner, bukan serum.



Nah, tapi karena sebagian dari kalian bukanlah pembaca beauty blog jadi di sini saya akan jelasin dari basic banget. Soalnya pas kemarin share skin care routine di IG story aja, bukan 1-2 yang bertanya jadi exfo itu gimana kak maksudnya? Yah, kalau memang harus saya yang menjelaskan, maka akan saya jelaskan. *loh kok pasrah*

PLEASE NOTE INI AKAN AGAK PANJANG.

Kenapa, karena sejak dulu kan saya udah bilang kalau mau pakai chemical exfoliator itu BELAJAR dulu. Jangan cuma ikut-ikutan. Kalau males belajar, solusinya adalah baca blogpost ini dari awal sampai akhir ok! Di akhir ada review saya juga setelah pemakaian 1 bulan penuh.

Apa itu chemical exfoliation?

Kalau eksfoliasinya udah ngerti kan ya? Kulit kita itu setiap hari memproduksi sel kulit mati dan sel kulit mati ini butuh diangkat. Diangkatnya bisa pakai physical exfoliator seperti scrub atau chemical exfoliator seperti acid serum/toner.

Avoskin Miraculous Refining Serum Review

Yang paling dikenal kan eksfoliasi pakai scrub ya. Padahal banyak scrub yang mengandung microbeads dan microbeads itu terlalu harsh (untuk kulit bisa bikin tergores dan untuk ekosistem karena terus kebawa ke laut menyerap toxin, dimakan ikan, dan dimakan lagi sama kita).

Lalu seberapa sering harus pakai chemical exfoliator ini? Ini yang tricky karena bergantung kandungannya dan bergantung kondisi kulit kalian. Satu-satunya cara adalah baca review dan coba sendiri. Namanya kulit orang beda-beda dan bereaksi pada produk dengan beda-beda pula kan.

Kalau Avoskin Miraculous Refining Serum ini sebetulnya bagian dari Miraculous Refining Series, jadi selain serum ada tonernya juga. Avoskin Miraculous Refining Serum mengandung 10% AHA (glycolic acid) dan 3% BHA (salicylic acid), 2% Niacinamide dan Ceramide.

Abis ini pasti bingung dong apa itu AHA, BHA, Niacinamide, Ceramide, dan kawan-kawannya itu?

Apa itu AHA?

AHA adalah alpha hydroxy acid (seperti glycolic dan lactic acid). AHA larut dalam air sehingga bekerja di permukaan kulit aja. AHA biasanya digunakan untuk kulit normal ke kering, kulit yang sudah ada keriput, dan kulit yang terlalu sering terpapar matahari karena punya efek melembapkan alami.

Avoskin Miraculous Refining Serum Review

Persentase kandungan AHA dalam Avoskin Miraculous Refining Serum ini sampai 10%. Ini mentok pada batas atas aturan BPOM, menurut BPOM, batas AHA yang aman itu di 10% dan BHA yang aman di 3%.

OKEEE, APA ITU BHA?

BHA adalah beta hydroxy/salicylic acid untuk membantu melepaskan sel kulit mati yang bikin kulit kusam. BHA bekerja di permukaan sampai jauh ke dalam pori-pori.

BHA larut dalam minyak sehingga cocok untuk kulit berminyak yang rentan pada bruntusan, komedo, jerawat, dan pori-pori besar. BHA juga secara natural bisa menenangkan kulit sehingga bisa cocok untuk kulit yang sedang breakout atau meradang karena jerawat. Tetep lho, cocok-cocokan dan dicoba dulu di area rahang.

Terus Niacinamide dan Ceramide itu apa lagi?

Vitamin B3 (niacin) punya 2 jenis, yang pertama adalah niacinamide dan satunya nicotinic acid. Niacinamide punya peran penting untuk kulit yang sehat, anti radang, cocok untuk kulit berjerawat.

Avoskin Miraculous Refining Serum Review

Selain Niacinamide, Avoskin Miraculous Refining Serum juga dilengkapi dengan kandungan Ceramide. Ceramide bagus untuk menjaga kulit tetap lembab, kenyal, dan menjaga kulit dari ancaman buruk bakteri.

Nah, sekarang bayangkan semua itu ada dalam satu produk. Saya sih langsung penasaran banget!

Jadi apa aja manfaat Avoskin Miraculous Refining Serum ini?


Cara pemakaian

Yang namanya chemical exfoliator (baik berupa serum atau toner), itu dipakai di awal skin care regime. Jadi setelah cuci muka, pakai ini dulu. Biarkan sampai meresap dan kering lalu lanjutkan dengan hydrating toner.

Saya sih sekalian juga pake Avoskin Perfect Hydrating Treatment Essence, baru hydrating toner, moisturizer, baru bisa tidur nyenyak lol. Paginya kulit kenyal dan cerah lafff.

Inget lho, nggak ada pakem khusus untuk berapa kali dalam seminggu kalian bisa pakai ini. Dicoba dulu dari seminggu sekali, lalu jadi seminggu dua kali, dst.

Saya awal coba seminggu sekali lalu baik-baik aja dan langsung nekat pakai selang sehari. Jadi hari ini pake besok nggak, besoknya lagi pake. Dan tetep baik-baik aja. Mungkin karena udah terbiasa sama acid juga ya. Ini produk acid kelima yang saya pake soalnya.

Yang harus dicatat: Jangan lupa pakai sunscreen! Karena kalau abis pakai acid, kulit kita lebih sensitif sama paparan sinar matahari. Ya meskipun malemnya nggak pake chemical juga siang harus tetep pake sunscreen sih.

Plus kalau kulit kalian sensitif, pas awal coba di bagian tertentu dulu ya. Pipi bawah gitu, kalau aman baru lanjutin ke seluruh muka.

Jadi gimana setelah sebulan pemakaian?

SUKAAAAA!

Udah yakin suka sih karena produk ini di-rave banget sama anak-anak kantor yang notabene lebih ngerti beauty daripada saya sendiri nyahahahaha.

Setelah pakai Avoskin Miraculous Refining Serum ini kulit saya kerasa lebih cerah, nggak kering sama sekali lagi padahal lagi puasa, licin banget dan make up lebih nempel serta awet.

Jujur pas awal pake bingung nih, emang ngaruh ya kalau serum gini? Soalnya kalau toner kan pakai kapas, jadi emang kerasa sesuatu terangkat dari kulit *halah*. Kalau ini dioles-oles doang emang bakal ngangkat?

Ternyata ya ngangkat aja hahahaha. Buktinya kulit jadi cerah dan noda hitam memudar. Ini baru sebulan sih, yakin deh kalau pake lebih lama harusnya hasilnya makin oke karena siapa juga yang mau hasil instan kan.

First impression juga agak kaget karena tingling sensation alias cenat-cenutnya nggak parah di saya. Padahal pas baca kandungan acidnya lumayan tinggi, saya agak takut hahahaha.

Ternyata nggak secenat-cenut itu mungkin karena teksturnya tidak cair ya. Tekstur Avoskin Miraculous Refining Serum agak cair tapi agak thick dengan bau yang nggak ganggu. Kalau toner kan cair jadi kaya meresap ke dalam pori-pori alias kaya abis ditabokin banget sisss.

Ini nggak, geli-geli dikit wajar karena saya suka kesel kalau nggak ada efek tingling karena dia seperti gabut. KERJA NGGAK SIH? GITU.

Avoskin Miraculous Refining Serum Review

Muka saya sebelum dan sesudah. Padahal udah usaha foto di jam yang sama dengan ISO dan f/ yang sama, di depan jendela yang sama. Tapi ternyata mataharinya yang beda ya susah amaaattt foto before after gini. Tadinya mau nyerah di minggu ketiga pake ringlight ajalah. Tapi takut malah tambah bingung karena 2 minggu awal udah pake matahari. Beginilah kalau bukan beauty blogger hahahaha.

Beforenya lagi merah-merah banget di sekitar alis kiri, aslinya merah banget entah kenapa dan langsung reda di minggu pertama. Flek hitam di bawah mata aslinya memudar tapi nggak jelas di kamera.

Avoskin Miraculous Refining Serum Review

Ini dari minggu ke minggu. Di minggu ketiga jerawat kecil muncul akibat mencoba sunscreen baru (sudah saya ceritakan di story). Tapi langsung hilang tanpa bekas!

Yang bikin kaget dan yakin bakal repurchase adalah harga Avoskin Miraculuous Refining Serum ini terjangkau banget! Rp 219ribu untuk 30 ml, belinya di www.avoskinbeauty.com. Untuk baca-baca info atau mau tanya-tanya bisa ke Instagram @avoskinbeauty.

Ini juga nanti saya bahas di IG ya biar kalian bisa tanya-tanya langsung! Semoga membantu!

-ast-







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

2%

on
Friday, May 17, 2019
You know as a human we're not always 100%. Truth be told, this week is superb, in a bad way. I don’t think I want to spill it here.


Dipikir kalau bulan puasa, ada work from home sehari di rumah, saya akan bisa agak santai. Bisa menggambar untuk souvenir ultah Bebe yang tinggal 2 minggu, bisa nonton Endgame sekali lagi, bisa share di Story, bisa semangat untuk ngerjain KASAKOLA.

Ternyata nggak sama sekali. Semua gagal. What a week.

Jadi maaf banget yang DM di Instagram nagih pembahasan ini dan itu, nanya ini dan itu dan nggak saya balas. Saya lagi butuh waktu untuk diri saya sendiri dan belum punya cukup energi untuk berbagi sama orang lain.

Kemarin seharian saya nontonin video Bebe waktu kecil. Video waktu dia umur 1,5 tahun dengan bahasa bayi yang nggak bisa nggak bikin senyum. Membantu sekali ternyata.

This morning I woke up with only 2% left, I’m scattered all over the place. I need several days to unplug and recharge my mind.

Moral of the story: take tons of video of your baby. It helps you to find perfection in the world full of imperfection.

See you soon!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bebe dan Uang

on
Wednesday, May 8, 2019

Nyambung topik kelas sosial di sekolah, saya jadi kepikiran banget gimana sih nanti akan ngajarin Bebe soal uang?

Sekarang Bebe dibebasin banget soalnya. Yes, dia hampir tidak pernah tidak dibelikan sesuatu kecuali sesuatunya sangat sangat mahal dan emang nggak mampu aja.

Patut dicatat kalau ini hanya terjadi setahun terakhir. Entahlah saya juga bingung mau merunut dari mana ya kenapa ini terjadi. Yang jelas setelah saya tidak lagi baby blues dan bisa menghadapi dia 100%

(Cerita baby blues sampai males beliin dia apa-apa bisa dibaca di sini: Ibu yang Belum Sayang Anak

Kedua, karena dia bukan lagi Bebe yang dulu. Yang goleran di lantai karena nggak boleh beli mainan. Yang ngamuk guling-guling di mana pun kalau dilarang melakukan sesuatu.

Mungkin ini karena kami nggak pernah kalah juga, jadi kondisinya sekarang adalah Bebe yang kalem dan bisa ke 3 toko mainan hanya lihat-lihat tanpa minta apapun. Kalau pun minta dan saya bilang nggak, dia udah nggak pernah ngambek lagi apalagi guling-guling.

Dari situ saya yang jadi kasian dan jadinya pengen beliin sesuatu terus. Bahkan dia tidak mau sesuatu pun saya sama JG sodor-sodorin terus karena … kasian.

Misal dia tidak butuh tas baru, tapi ada tas cookie monster lucu banget dan kami pengen beliin aja sih karena selama ini tas dia selalu kado dari orang lain. Itu tas udah disodorin, udah dicoba dan dia happy sekali keliatan kalau dia suka, terus ditanya “mau nggak tasnya?” jawabannya “nggak usahlah”.

T________T

Buku juga sama. Disuruh beli buku yang dia mau, dia cuma pilih satu lalu udah. Atau beli Lego, dia pilih Lego kecil lalu udah. Abis itu saya ngantri Sour Sally dan dia bilang “aku nggak usah beli, aku udah beli Lego nanti uang ibu abis”

NANGIS DI TEMPAT. T_______T

Tapi terus saya agak panik. Apakah dia akan kalem gini terus soal beli-beli? Atau apakah dia nggak mau beli-beli karena merasa cukup? Atau jangan-jangan dia nggak mau beli-beli karena merasa tidak ada peer pressure?

Kepanikan ditambah dengan bener nggak sih pola ini? Bener nggak sih cara saya tidak membatasi dia dengan sesuatu?

Ada poin saya merasa dia bisa zen gini karena dia tau dia selalu dikasih apapun. Semacam “udah ah ini aja toh nanti lagi juga akan dikasih lagi” jadi nggak aji mumpung gitu loh.

Plus kami juga nggak merayakan ulang tahun atau apapun kan jadi nggak pake momen “hadiah ulang tahun” gitu. Sampai sekarang dia nggak pernah dikasih hadiah ulang tahun khusus apalagi dibungkus kado hahahahaha.

(Baca: Merayakan Hari-hari)

Di sisi lain saya juga masih rada dheg tiap ada ibu yang bilang “anak harus belajar berjuang untuk sesuatu” atau “batasin anak buat beli-beli biar dia belajar konsep uang”.

Jadi mempertanyakan apakah yang saya ambil ini benar? Apakah ini another form of manjain anak? Tapi manjainnya soal beli-beli aja kok, di hal lain seperti peraturan, kepemilikan, tanggung jawab, kami sangat strict dan disiplin. *lagi-lagi pembelaan diri lol*

Saya juga kurang sreg sih sama konsep anak kecil disuruh kerja biar tau susahnya cari uang tapi disuruh kerjanya semacam beres-beres rumah atau cuci piring. Karena rumah bersama kan, kita urus bersamalah. Tapi katanya nanti anaknya bingung harus kerja apa?

Menurut saya kalau memang dia belum cukup umur untuk menghasilkan uang sendiri (dari part time atau jualan apapun), saya akan suruh tabung uang jajan aja. Dan di sinilah kepanikan saya tervalidasi karena aha! ternyata yang saya butuhkan adalah pencerahan soal uang jajan anak ahahahahahaha.

Ya udalah, akhirnya mengibarkan bendera putih dan ikutan kelas Teens & Money di QM Financial. Visioner bukan, anakku umur 5 tahun saja belum tapi ikut kelasnya Teens & Money lol.

Tapi mencerahkan karena ternyata menurut Teh Wina yang pertama dilakukan saat mengenalkan anak pada uang adalah BUKAN MENABUNG. Kaget nggak? Hahahaha.

Soalnya akrab banget nih dengan ortu-ortu “ngajarin anak nabung sejak kecil” padahal ternyata nabung adalah step terakhir dari mengenalkan keuangan.

Urutan yang harus dipelajari anak soal keuangan:

1. Menghasilkan uang: adakah anaknya yang masih beranggapan kalau ATM itu menghasilkan uang? Udah tau konsep bank, kerja, dan gimana uang bisa nyampe ke ATM? Udah tahu kenapa uang itu terbatas? Bebe ngerti sih nanti saya jelaskan detailnya di postingan lain/atau di story ya.


2. Berbelanja: iya berbelanja harus diajari lho! Kenapa harus belanja, kebutuhan vs keinginan, konsekuensi tidak punya uang, dan belajar membandingkan harga. Plus kenapa nggak semua hal bisa kita beli.

3. Berbagi: ajarkan anak untuk berbagi apa yang dia punya untuk mengasah empati. Kalau udah punya uang saku, ingatkan untuk berbagi uang sakunya di kotak amal.

4. Terakhir baru menabung! Ajari anak menentukan tujuan menabung dan pentingnya pengendalian diri. Kalau udah cukup umur, bisa diajak buka rekening untuk ia kelola sendiri.

Menarik ya! Sebelumnya materinya agak panjang sih, tentang gimana cara menentukan uang saku, buat apa aja uang sakunya, dll. Cuma karena saya belum ngalamin jadi tar aja sharenya kalau Bebe udah dikasih uang saku.

Setelah kelas saya jadi mikir mungkin Bebe memang udah ngerti konsep belanja jadi emang kalau menurut dia nggak butuh, dia nggak perlu beli. Dia tahu nggak semua orang punya uang plus dia tau kalau pun ngotot pengen beli, nggak bakalan dikasih juga karena tau saya dan JG nggak akan kalah sama tangisan dia.

Abis ini pasti pada nanya, ngajarin ginian bisa dari umur berapa kaakkk?

 Konsep menghasilkan uang udah saya ajarin ke Bebe dari umur 3 tahun saat dia mulai mempertanyakan DENGAN KRITIS kenapa ibu harus kerja. Di bawah umur itu, anak cuma ngamuk doang kan sebagai protes ibu kerja, nggak ada kritis-kritisnya. Lagian kalau ngamuk sih saya abaikan aja ahahahaha.

(Detailnya di sini: Menjelaskan Kerja pada Anak)

Setelah umur 3 tahun, pertanyaan soal kerja udah langsung dijawab pake konsep uang jadi dia udah ngerti sih kalau kerja itu menghasilkan uang. Gimana caranya uang bisa ada di ATM, kenapa bayar bisa pake kartu dan pake uang, dll.

Malah dia nanya bisnis itu apa, gimana kantor appa bisa dapet uang, dsb dsb. Dijawab ajaaa. Prinsip saya, anak itu bisa mengerti segalanya, kalau mereka nggak mengerti tandanya kita yang menjelaskan bukan dengan bahasa mereka. :)

Sekian curhat hari ini. Semoga mencerahkan juga.

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Review Purebaby Liquid Soap dan Laundry Liquid untuk Kulit Sensitif

on
Tuesday, May 7, 2019
[SPONSORED POST]

Ngomongin kulit sensitif ya … kami sekeluarga sensitif semua karena alergi huhuhuhu.

Saya dan JG alergi debu dan jadi dermatitis atopik, gatelnya luar biasa. Kalau Bebe alergi dingin dan alergi lain yang belum terdeteksi karena belum pernah periksa tapi jadinya kulitnya emang sensitif banget.

Salah makan seafood dikit bisa ruam merah banyak banget, ganti sabun salah brand megar lho dia sepunggung kaya ular ganti kulit, kelamaan nggak cuci sprei langsung kulitnya merah-merah.

Kalau udah alergi gini, satu-satunya jalan keluar emang cuma menghindari pemicunya. Nah kalau di Bebe dulu nih waktu kecil, pemicu utamanya itu sabun!

Wah, PR banget deh cari sabun buat Bebe. Plus harus wanti-wanti mbak di daycare juga karena pernah satu waktu sabun dia abis terus dipakein sabun temennya, selesai sudah kulitnya ngelupas-ngelupas.

Jadi saya udah khatam banget berbagai penyakit kulit pada anak yang disebabkan alergi. Ada yang mengalami hal serupa nggak?

Kalau anak kalian juga kaya Bebe, mungkin udah saatnya untuk mikirin ulang produk sabun dan deterjen yang digunakan. Saya aja nih ya udah segede gini kalau harus lipetin baju yang baru dicuci dengan deterjen yang nggak cocok, tangan bisa gatel-gatel. Masa iya lipetin baju doang harus pake sarung tangan? Zzz.

Nah jadi sekarang saya akan bahas 2 produk yang cocok untuk kulit sensitif seperti kulit kami-kami ini.

Purebaby Liquid Soap

Purebaby Liquid Soap menarik karena klaimnya no added SLS dan komposisinya mengandung triple moisturizer (Oat Kernel Extract, Chamomile, Pro Vit B5). Oat emang bagus banget lho buat kulit sensitif. Pernah kulit muka saya perih karena ganti skin care, selama seminggu saya cuci muka pakai rendaman oat doang tanpa sabun sama sekali dan hasilnya kulit saya kembali normal.



Jadi sabun bayi dengan kandungan oat itu beneran bikin penasaran sih. Yakali soalnya kalau harus tiap hari mandi pake oat ya. Peer banget hahahaha Purebaby ini memudahkan banget!

Aromanya khas sabun bayi yang lembut dan nggak terlalu berasa parfumnya. Saya nggak suka sabun bayi yang jelas-jelas wanginya fake perfume gitu lol. Kaya lebay aja gitu ngapain sih harus wangi banget dengan wangi yang nggak natural. Karena wangi yang menyengat itu berisiko menyebabkan iritasi, terlebih untuk kulit yang sensitif. Teksturnya cair dan nggak terlalu banyak bikin busa atau gelembung. Ini poin plus lain banget nih.


Sebelumnya Bebe pakai sabun batang natural dari susu kambing buatan … Australia (jauh yha). Pas nyoba pake Purebaby ini feelingnya mirip banget lho sama si sabun batang. Soalnya busanya sedikit dan nggak bikin kering sama sekali. Saya nggak suka sabun yang bikin kering kesat gitu karena di kulit kering biasanya masalah dimulai. Dengan mandi rutin pakai Pure Baby Liquid Soap, bisa merawat kulit sensitif dari iritasi dan masalah pada kulit seperti dermatitis, ruam, alergi, dan biang keringat.

Kok bisa nggak bikin kering? Karena produl Purebaby tidak mengandung sodium Lauryl Sulfat/Sodium Laureth Sulfat/Sodium Myrate Sulfat/Anionik Surfaktant. Hayoloh apa itu semua hahahahaha.

Singkatnya Purebaby nggak mengandung SLS atau deterjen sama sekali makanya busanya sedikit. SLS menyerap kelembapan kulit, itu sebabnya setelah mandi dengan sabun mandi yang mengandung SLS, kulit terasa keset. Sebenarnya hal ini menandakan kulit mulai kering. pH nya di 5.5 yang normal untuk bayi dan jangan khawatir sama kandungannya karena semua produk Purebaby dari bahan baku, proses produksi, kemasan, sampai produk jadinya disupervisi langsung oleh perusahaan farmasi dengan standar kualitas Good Manufacturing Practice farmasi.

Purebaby Laundry Liquid

Nah kalau yang ini sabun pencuci baju. Btw mau cerita dulu, untuk pertama kalinya saya punya jemuran di luar dan itu PR banget ya. Maklum tinggal di apartemen sempit, tempat jemur cuma segitu-gitunya dan saya shock begitu tau baju kalau dijemur itu kok jadi kotor. -______-


Bukan kotor kena tanah ya tapi debu dari luarnya itu lho. Soalnya dulu di rumah lama, tempat jemur itu ketutup banget, di rumah Bandung juga ketutup jadi bener-bener nggak pernah jemur outdoor. Begitu coba jemur outdoor wow baju jadi harus dikebut-kebut dulu dengan kekuatan ekstra sebelum dilipet.

Jadi pemilihan sabun cuci juga harus bener-bener yang cocok di kulit karena ya udah mah alergi debu, nggak cocok sama sabunnya pula, selesai sudah.

Jujur ini pertama kali coba cairan pembersih pakaian dari Purebaby dan kaget karena pas dituang itu bening! Nggak ada butiran apapun sama sekali. Kaya cairan bening kental aja.



Pada kemasan tertera, formulasinya juga bebas SLS (Sodium Lauryl Sulfat/Anionik Surfactant) alias deterjen yang tadi udah saya sebut di atas. Jadi busanya emang nggak banyak tapi tetep bersih lho! Purebaby laundry liquid ini mengandung alkylpoliglucoside yang berasal dari minyak kelapa dan gula jagung sebagai zat pembersih, jadi tentu lebih alami. Pantesan bening ya.

Emang busa ini masalah kebiasaan banget ya. Mindset kita selalu banyak busa = lebih bersih padahal nggak sengaruh ituuu. Bisa kok tetep bersih meski tanpa banyak busa.


Kandungannya juga lembut, hypoallergenic, anti bakter dan jamur plusss mengandung aloe vera. Noda juga hilang kok! Seperti noda bekas makanan. Kecuali emang noda rese kaya kecap ya, pasrah aja itu mah kalau nggak buru-buru dicuci.

Setelah dijemur, baju juga nggak jadi kaku dan nggak bikin tangan gatel pas lipetnya. Wanginya nggak keras dan nggak bikin pusing. Otomatis pas dipake juga nggak bikin iritasi dan gatal. Aman jaya. Dijemur di dalam ruangan juga nggak bikin bau apek lho.

Jadi … siapa yang penasaran mau coba?


Produk Purebaby bisa dibeli di Kimia Farma, Food Hall, Farmers, Kelapa Gading, Ranch Market, Aeon, Lulu, Grand Lucky, Diamond, dan Baby Shop. Untuk Purebaby Liquid soap juga bisa didapatkan di apotek. :)

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Kenapa Sekolah Begitu Penting

on
Wednesday, May 1, 2019

Di blog, di Instagram Story, saya selalu menekankan pentingnya menabung demi pendidikan terbaik untuk anak. Dan selalu masih ada yang berkomentar “alah sekolah di mana sama aja”.

Nggak apa-apa, saya juga nggak maksa semua orang untuk cari sekolah terbaik untuk anaknya. Sekolah kan pilihan, sarana belajar, kalau menganggap anak bisa belajar di mana aja, ya boleh banget.

Atau justru nggak mau sekolah karena menganggap sekolah membatasi anak, ya bebas juga. Tandanya sekolah dianggap nggak mengakomodir kebutuhan belajar si anak.

Saya sebetulnya dari sekarang udah persiapan nih, misal suatu hari si Bebe nggak mau sekolah dengan alasan tertentu gitu. Kalau memang alasannya kuat dan sayanya mampu, ayolah kita di rumah aja nggak apa-apa.

Tapi itu opsi terakhirrr banget kalau misal dia dibully sampai depresi atau apa gitu. Soalnya kejadian di kenalan saya yang anaknya dibully sampai didorong ke kolam renang. Udah kelas 5 juga, mau pindah sekolah nanggung, ya udah di rumah ajalah homeschooling. Nanti tinggal kejar paket terus lanjut SMP.

Meski membebaskan anak SD, SMP, dan SMA, saya tetep mengharuskan kuliah. Kenapa? Karena kami tidak punya privilege lebih. :)

JG dari hidup di gang sempit dan bisa kaya sekarang itu semua karena kuliah. Bagi kelas menengah dengan orangtua kelas menengah juga, kuliah adalah jalan satu-satunya untuk bertahan hidup DAN mengubah taraf hidup.

(Baca: Suami Pernah Miskin)

Bertahan hidup karena mau nggak mau kami memang harus kerja, mengubah taraf hidup dengan pelan-pelan berkarier dan naik gaji. Bukan, bukan nggak mau jadi enterpreneur tapi memang belum punya privilege untuk itu.

Bisnis butuh modal, modal yang harus ditabung pelan-pelan sambil kerja dan lagi-lagi, bertahan hidup. Kami juga nggak bisa seenaknya resign demi membangun bisnis karena kalau resign tandanya harus siap tidak punya penghasilan.

Siapa yang mau back up keuangan keluarga kalau bisnisnya gagal? Juga bagaimana cara mengumpulkan dana darurat untuk persiapan resign DAN modal bisnis sekaligus? Plus kapan mengerjakan bisnisnya kalau kerja masih full time, kerja sampingan untuk uang tambahan agar anak bisa sekolah bagus, dan mengurus anak?

Terdengar seperti excuse ya, tapi kenyataannya emang begini. Lahir dari kelas menengah semacam lahir sebagai kaum pekerja. Jadi mau nggak mau ya harus kuliah biar bisa punya pekerjaan yang bagus. Yang gajinya berlebih biar bisa ditabung untuk suatu hari nanti bikin bisnis sendiri karena jelas orangtua tidak bisa memodali.

Betul anak bisa belajar dari mana aja, cuma ya tetep dari pengalaman kami kuliah lulusan mana jadi hal yang menentukan tempat kerja. Lagipula lebih mudah juga bagi saya dan JG untuk tetap kerja sementara Bebe sekolah. Bisa aja dia ambil beberapa course doang sesuai minat bakatnya, tapi siapa yang mau anter jemput? Bahkan untuk provide mobil dan supir tambahan kaya gini aja kami belum mampu. Ya masa anak 6 tahun disuruh pergi les sendiri, kan nggak mungkin ya. Sekolahlah opsi terbaik untuk kondisi kaya gini.

Makanya saya pilih-pilih banget untuk nyebut orang sebagai “inspiring”. Kuliahnya di mana dulu nih? Di Amerika beasiswa apa dibiayain orangtua?

Kalau sukses karena memang dari awal privileged sih jadinya nggak inspiring amat kan. Kecuali kaya Jack Ma yang dulu miskin banget gitu baru deh inspiring. Meski agak ngeri lho dulu dia nitipin anaknya di daycare untuk bangun Alibaba sama istrinya. Iyaaa, anaknya nginep di daycare dan cuma dibawa pulang seminggu sekali. Apa kabar bonding dan quality time ibu-ibu? :))))))

Jadi mungkin banget nih ya, orang-orang yang menyepelekan sekolah itu adalah orang yang nggak punya pengalaman taraf hidupnya naik karena sekolah. Orang yang sejak awal memang tak sadar kalau bisa sekolah adalah kemewahan.

Kalau kaum pekerja kaya kita mah ayolah cari sekolah terbaik dulu aja buat anak dan bikin anak jadi pekerja keras. Karena harus diakui orang-orang yang bisa jadi entrepreneur sukses di usia muda itu kebanyakan memang datang dari keluarga kaya. Jadi bisa lebih percaya diri karena kalau gagal juga masih bisa minta bantuan keluarga. Mari kita cc Mark Zuckerberg, Bill Gates, dan Nadiem Makarim lol.

Jadi yuk, semangat menabung untuk anak sekolah yuk!

-ast-







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!