-->

Image Slider

#FAMILYTALK: Masuk SD Umur Berapa?

on
Saturday, July 30, 2016

Ibu-ibu zaman sekarang memang luar biasa ya. Ibu-ibu zaman dulu masukin anaknya SD kayanya pake feeling aja. “Oh 5 tahun udah mau SD anaknya, masukin deh” atau “ah tahun depan aja deh pas 7 tahun, anaknya belum mau SD soalnya”.

Zaman sekarang benar-benar diperhitungkan sisi psikologisnya, kemandiriannya, dan lain sebagainya maka 7 tahun dianggap waktu yang pas untuk masuk SD. Plus ada sekolah yang harus bisa calistung dulu pas masuk SD. Whoa whoa, panik abis.

Baca punya Isti di sini:

Saya sendiri masuk SD di umur 4 tahun 10 bulan. Belum 5 tahun pun. Nggak ada SD yang mau terima karena rata-rata minimal umurnya 6 tahun. Akhirnya ada satu SD yang mau terima karena saya dites baca tulis bisa, dites hitung bisa. Ya udah deh diterima.

Alasan ibu saya memasukkan saya ke SD di usia semuda itu karena beliau menganggap saya mampu. Saya juga bosan di TK. Plus range umur saya dan adik saya beda 3 tahun, kalau saya masuk SD tahun depannya, maka kami akan masuk sekolah bersama-sama terus. Saya ke SMA dia ke SMP, saya kuliah, dia ke SMA. Pusing bayarnya hahaha.

Dan dari kelas 1 sampai kelas 6 saya ranking satu terus. Saya sering jadi perwakilan sekolah untuk ikut lomba cerdas cermat. Setelah saya pikir-pikir sekarang, itu bukan sayanya yang pinter-pinter amat sih, tapi sekolahnya emang di sekolah kampung lol. Jadi kayanya kalau saya sekolah agak di kota dikit, nggak bakal ranking 1 hahahaha.

Tapi intinya saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Masuk SMP dan SMA negeri dan lulus SPMB. Semuanya smooth.

(Baca: Melarang Anak dengan Kata 'Jangan')

Satu hal, saya tidak bisa mengingat masa SD saya. Karena pas SD itu saya masih kecil. Saya hanya ingat nama beberapa teman. Saya tidak ingat kejadian apa-apa. Saya ingat kami pernah PERSAMI (perkemahan Sabtu-Minggu) di sekolah tapi saya tidak ingat saat PERSAMI itu kami melakukan apa. LUPA SEMUANYA.

Tapi saya ingat nama guru saya dari kelas 1 sampai kelas 6, saya ingat guru saya di kelas 5 punya anak laki-laki yang suka dibawa ke sekolah. Saya ingat guru saya itu kakak beradik dengan guru saya di kelas 6. Saya ingat guru agama dan guru olahraga saya. Saya ingat semua yang berhubungan dengan masa belajar saya. Saya baru sadar bahwa saya hanya mampu mengingat hal-hal yang saya anggap penting.

Apa karena saya masih kecil saat masuk SD jadi saya tidak bisa mengingat semuanya? Teori ibu saya sih gitu hahaha. Saya sendiri nggak tahu.

Nah tapi kalau dibilang gitu, para pakar ini bilang kita tidak bisa menyamakan anak-anak kita sekarang dengan kita zaman dulu. Saya dulu mampu masuk SD umur 4,5 tahun tapi anak saya belum tentu. Karena kurikulumnya beda, bebannya beda.Iya sih saya setuju. Saya sanggup menjalani SD usia segitu nggak berarti saya ketok palu bilang “ah Bebe pasti bisa juga kok”. Nggak lah, tiap anak kan beda-beda.

(Baca: Memilih Sekolah Anak)

Ada juga ibu-ibu yang nggak mau masukin anaknya ke SD umur 7 tahun karena ketuaan katanya. Hahahaha. Saya sih nggak apa-apa. Kasian sih emang kalau paling tua di kelas tapi kan gimana kalau anaknya belum sanggup masuk SD kenapa dipaksa sih ya kan.

Jadi saya nggak masalah Bebe masuk SD umur 6 atau 7 tahun. Tergantung kemampuan dianya aja nanti dan tergantung sekolah yang diincer, nerima nggak anak 6 tahun?

Anyway kalau lagi ngomongin ginian saya jadi takut banget masukin Bebe sekolah, pas UN pasti saya yang panik deh. :|

Kalian gimana? Nunggu anak 7 tahun atau semampunya anak aja?

Share yuukkk!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#SassyThursday: Tentang Nama Belakang

on
Thursday, July 28, 2016

Semakin lama hidup di dunia, semakin saya sadar kalau nama belakang itu berpengaruh banget di kehidupan ini. Bayi yang baru lahir, nggak tau apa-apa, dikasih nama sama orangtuanya. Nama depan orangtuanya mikir sendiri dan nama belakang nama keluarga.

Nama belakang itu akan jadi awal mula. Akan jadi garis start.

Saya nggak akan membicarakan kemudahan dalam arti nepotisme ya. Tapi kemudahan karena anak-anak ini mendapat segala fasilitas sejak kecil. Passion dan bakat tersalurkan maksimal, jurusan kuliah diarahkan sesempurna mungkin, dipikirkan masak-masak

Baca punya Nahla di sini:

Oke banyak juga sih anak orang kaya yang f*cked up. Malah party ga jelas dan ujung-ujungnya jadi komisaris perusahaan keluarga karena ga bisa kerja. Nggak sanggup untuk ngerangkak dari bawah ngerasain susahnya kerja. Tapi ya anak yang punya? Mentok langsung ditaro jadi komisaris ajalah minimal operasional bukan cuma dia yang memutuskan.

TAPI YANG PINTAR JUGA BANYAK. BANYAK GAES BANYAK.

Yang pintar ini biasanya pintarnya bikin mangap. Di umur 15 tahun sudah tahu akan begini dan begini, akan ambil S1 journalism di universitas mana negara mana, kemudian S2 finance di mana negara mana. Gunanya supaya passion di jurnalistik tersalurkan, tapi tahu juga soal bisnis blablabla. Ya nggak perlu dipikirin cuma biayanya karena uang nggak pernah jadi masalah.

*emangnya gue, beli lipstik 300ribu aja nangis dulu sampai nggak beli-beli*

Karena seperti yang pernah saya ceritakan di sini tentang menyiapkan dana pendidikan anak, start yang berbeda akan menghasilkan hasil akhir yang berbeda.

Ini agak kontroversial hahaha. Karena banyak yang berpendapat:

"Tergantung kerja keras kali, orang 'biasa' pun bisa kok sukses kalau kerja keras, nggak perlu lahir dari keluarga kaya."

Bisaaa. Tapi sesukses apa? Karena dengan kerja keras yang sama, anak yang sejak lahir memang sudah keturunan ke sekian dinasti anu pasti akan dapat hasil yang lebih baik.

Kaya anak yang jadi profesor termuda dari keluarga biasa, dengan kerja keras yang sama mungkin bisa dapet nobel kalau lahir di keluarga berada.

Karena support systemnya beda.

*apa gue masukin lagi yah komiknya soalnya nyambung sih*

*oke deh masukin aja*

*monolog*

Okelah ini komiknya. Kalau udah pernah liat scroll aja yaaa.





Makanya kalau denger cerita orang sukses dan disebut inspiratif, saya suka cek background dulu. Dia anaknya siapa? Orangtuanya kerja apa? Kalau bapaknya pengusaha, kuliah di Amerika bukan beasiswa, sampai sini pinter banget terus sukses bikin sesuatu sih menurut saya nggak inspiratif-inspiratif amat hahaha.

Dan anak-anak yang begini suka tersinggung (persis di komik). "Saya bisa sampai sini karena kerja keras saya sendiri." Ya coba lo kerja keras yang sama tapi bapaknya bukan bokap lo, belum cencuuu.


*indikasi iri dengki lol*

Atau kaya saya. Keluarga saya bukan yang kaya raya tapi kami tidak kekurangan jadi sejak kecil passion saya dibantu dicarikan. Mau les ini itu boleh. Sejak kecil ditanya sukanya apa, apa yang bisa dilakukan untuk support hobi saya. Saya tidak pernah merasakan tidak jadi pergi ke sebuah acara karena "kurang ongkos". Meskipun ya perginya juga naik ojek dan nggak dikasih mobil apalagi supir sendiri. Tapi yah, support keluarga dalam bentuk materi itu menurut saya berpengaruh banget sama perkembangan anak.

Ini berlaku untuk orangtua yang emang peduli sama pendidikan anaknya ya. Miskin atau kaya, semua bisa punya jalan sukses masing-masing asal diberikan yang terbaik oleh orangtuanya. Cuma ya kadar "sukses" dan kadar "terbaik" nya beda aja sih.

Kalau kelas menengah, sukses adalah lulus kuliah dan punya kerjaan. Kalau kelas yang itu, sukses adalah lulus kuliah dan ambil alih perusahaan tempat para kelas menengah kerja. Dan yang kelas menengah ini jangan jadi pusing kepala liat yang atas karena gimana pun, startnya beda, hasil akhirnya beda.

(Baca: Salah Jurusan Kuliah?)

Intinya apa? Ya intinya ini saya kebanyakan mikir aja sih gara-gara kemarin dirilis daftar orang terkaya di Indonesia hahahaha. Dan saya tau cucu-cucu mereka itu sekolah di sekolah yang bayaran tahunannya lebih mahal dari harga rumah kita. (((kita))) Anak-anaknya bisa liburan ke negara ini ono karena PUNYA RUMAH DI SANA.

Orang-orang yang seumur hidup nggak pernah tau gimana caranya beli tiket pesawat karena selalu ada asisten atau sekretaris yang bantu belikan. Atau bahkan sudah keliling dunia pakai jet pribadi di umur 20an. Bukan yang liburan karena kejar tiket murah bela-belain begadang jam 12 malem. LOL.

Ya, dunia dengan ruang-ruang kelasnya yang tidak sepenuhnya bisa kita pilih sendiri. Kita belajar di ruangan yang mana?

Kemudian kelas menengah selalu punya pembelaan untuk menghibur diri:

"Dih orang kaya gitu belum tentu bahagia tau. Mending kita aja lah, biasa-biasa tapi happy."

HAHAHAHAHA. Atau.

"Rezeki mah udah ada yang ngatur. Jangan lupa bersyukur."

YOI. Siapa lahir di keluarga mana juga salah satu aturan rezeki. Dan bersyukur kan untuk semua orang mau super kaya atau biasa aja. :)

Jadi buat yang belum nikah, cari anaknya siapa mungkin buat dinikahin? LOL *lirik Dian Sastro*

"You must be born super rich or super smart, or you'll end up crying working super hard for your entire life."

-ast-
PS: Tulisan ini jangan dipikirin amat ya nanti sakit kepala hahahaha






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bebe's Story 7-17

on
Wednesday, July 27, 2016

Kembali di Bebe's Story!

Si Bebe tiap ngomong suka lucu gitu sih jawabannya tapi kadang saya lagi ga pegang hp terus keburu lupa. Jadi ini yang kebetulan ketulis aja. Dan mulai sekarang update Bebe sekian bulan itu udah nggak akan saya update lagi ya, makin sini makin kurang nyaman karena banyak yang jadi membandingkan dengan anaknya.

Kalau masih di bawah 1,5 tahun sih meskipun beda tapi masih bisa dibandingkan, makanya ada aplikasi Wonder Weeks kan untuk tahu perkembangan anak. Kalau udah lewat 1,5 tahun udah beda, Wonder Weeks aja udah nggak bisa perkirakan apalagi gue? Jadi ya mending distop ya daripada bikin ibu-ibu galau. Sebagai gantinya saya akan rajin-rajin bikin Bebe's Story yaaa. Hehehe.

Ini banyak karena dari dulu mau publish lupa-lupa terus.

#8
Saya doktrin Bebe dari bayi kalau ditanya "ibu cantik nggak?" jawabannya harus cantik. Sampai kalau liat foto saya dia otomatis bilang "ibu cantikkkk!". JG nggak mau kalah pengen ikut-ikutan, tapi gagal karena dia baru memulai doktrin setelah Bebe bisa ngomong dan bisa mengungkapkan pendapat.

Ibu: "Be, ibu cantik ga?"

Bebe: "Cantik!"

Appa; "Appa ganteng nggak?"

Bebe: "Nggak"

Appa: "Ganteng ih Be!"

Bebe: "NGGAK!"

MUAHAHAHAHAHA.

Di kesempatan lain.

Appa: "Be, kok Bebe lucu sih?"

Bebe: "Ganteng appa, ga lucu appa"

HAHAHAHAHAHAHA

*

#9
Di mobil, pulang bareng Ara. Ara teman sekolah Bebe yang juga tetangga rumah. Di lampu merah, ada kucing lewat di trotoar.

Bebe: "Kucing! ARA, ADA KUCING ARA!" *heboh nunjuk-nunjuk kucing di trotoar*

Ara: *kedip-kedip sambil tiduran tanpa noleh ke jendela pun*

Bebe: "ARAAA! KUCING ARAAAA!" *berdiri di kursi dan masih heboh nunjuk kucing di trotoar biar Ara ikut liat juga*

Ara: *kedip-kedip sambil tiduran tanpa noleh ke jendela pun*

Karena Ara umurnya baru 4 bulan, Bebeee. T________T

*

#10
Lagi makan sesuatu yang berkuah. Pake sendok dong ya kan, Bebe mau kobok pake tangan.

Ibu: "Be, jangan pake tangan!"

Bebe: "Pake kaki, ibu?"

Innocent at its best.

:|

*

#11
Pagi-pagi. Bebe udah bangun dan masih main di kasur, siap pergi ke daycare.

Ibu: "Be, ayo sekolah!"

Bebe: "Nggak mau!"

Ibu: "Sekolah aja, boleh bawa hisky" (nama boneka anjing)

Bebe: "Nggak mau!"

Ibu: "Maunya apa?"

Bebe: "Bobo ajah!"

Wrong question, mam.

*

#12
Siang-siang di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung.

Bebe: "Ibu itu bulan, itu bintang"

*ternyata logo PKS HAHAHAHAHAHA*

*

#13
Main sama appa di rumah.

Bebe: "Appa ini cacing"

Appa: "Bukan ini (tali) rapia"

Bebe: "Cacing hih appa, geli!"

Appa: "Bukan cacing ini rapia, Be"

Bebe: "CACING APPA ITU GELI"

Appa: "BUKAANNN INI TALI RAPIAAAA"

Dan ternyata memang tali rapia. WHY.

*

#14
Bebe cranky di mall. Di dalem Bershka, KAN SEMPIT YAH. Dia goleran aja di lorongnya, dengan orang hilir mudik harus permisi dulu sama Bebe yang lagi santai aja goleran di lantai.

Ibu jongkok dan bilang ke Bebe: "Xylo jangan bobo di sini, sempit nanti terinjak orang"

Bebe: "Gendong ibu"

*kemudian saya gendong*

Bebe: "Keluar ibu"

*kemudian saya keluar Bershka*

Bebe: "Turun ibu, bobo sini ajah"

*kemudian Bebe bobo di lantai luar Bershka yang luas.

-______-

*

#15
Bangun tidur di pagi hari.

Ibu: "Be, bangun yuk kita sarapan"

Bebe: "Udah habis ibu, makannya"

LHA KAPAANNNNN? BARU AJA BANGUN. -_______-

*

#16
Tau kan ondel-ondel yang suka ngamen di jalan? Hampir tiap malem ada sih, sekalinya nggak ada Bebe suka nanya ke mana ondel-ondel dan selalu saya jawab "ondel-ondelnya sudah pulang". Suatu hari ...

Bebe: "Rumah ondel-ondel di mana ibu?"


*

#17
Bebe rambutnya problematika banget deh. Udah dibotakin 6 kali masih tetep aja banyak bagian yang pitak. Dan itu orang sering banget bahas, harus dikasih ini harus dikasih itu. Sampai Bebe sendiri kayanya sadar, ada yang salah sama rambut dia.

Suatu hari di Bandung, bangun tidur tiba-tiba dia pegang kepala ...

Bebe: "Ibu rambut salo (Xylo) bolong"

Ibu: "..."

Bebe: "Bolong ibu rambut salo ga ada ibu?"

T______T

Eniwei yang belum nonton video comeback kami bertiga nonton dooonggg. Topiknya rambut Bebe hahahaha Dan jangan lupa buat subscribe yaaa. Insya Allah seminggu sekali akan update video. :D




Subscribe yaaaa tinggal klik button di atas aja kok!

See you!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Back to YouTube: Philips Hairclipper Review

on
Monday, July 25, 2016

Hai hola!

*Itu di cover muka w ga ens bet ya kan lol*

Kalian pada tau nggak sih kalau saya dan JG itu YouTube-an dulu? Dulu waktu abis nikah dan belum hamil apalagi melahirkan? Lihatlah betapa kami sangat muda waktu itu. Ya lebih muda 3 tahun lah lol.

Terus akhirnya minggu lalu bisa syuting lagi karena Bebenya udah ngerti apa itu video hahahaha. Tapi ya gitu, sadar dia nggak diperhatiin, jadinya nyari perhatian deh Bebenya. Video ini nggak pake backsound audio karena full backsound by Bebe. XD

Ok jadi pas memutuskan syuting, kami nggak tau mau syuting apa. -______- Tadinya mau Bebe's Book Collection tapi entah kenapa tiba-tiba muncul ide review benda kesayangan terbaru yaitu Philips Hairclipper series 3000 ini. Ini alat potong rambut botak yang praktis banget.

Karena bangkrut bok kalau sebulan sekali JG harus botakan ke barbershop terus. Plus Bebe dipotong rambut sama saya aja bisa 2 hari saking nggak bisa duduk diam dalam waktu lama. Jadi hari pertama, dia harus survive dengan potongan rambut yang belum rata, ada yang botak ada yang panjang. Nanti hari kedua, saya rapihin lagi.

Dia sebenernya nggak bosan disuruh duduk potong rambut, tapi potongan-potongan rambut yang jatoh ke leher itu bikin cranky. Pasti teriak-teriak "gatel ibuuu! gateeelll! mandi aja ibu mandi!" -_____-

Jadi saya nggak mau ke salon bayi karena takut potongnya belum selesai, dia udah cranky mau kabur. Mana 150ribu pun ya kan sekali potong. BHAY.

Makanya beli ini deh, nemu di Ace Hardware harganya Rp 580ribu, garansi 2 tahun. Kelebihannya:

- Kids safe, family perfect! *ini tagline nyontek di websitenya hahahaha* ini cukuran khusus buat anak jadi ada sisir khusus buat anaknya juga.

- 13 ukuran, dari 0.5 mm (hampir botak) sampai 23 mm.

- CORDLESS alias nggak perlu keserimpet kabel!

- Teorinya harus dicharge 8 jam (bok lama juga ya, gue kemarin charge 2 jam doang dipake 3x belum habis batrenya)

- Pisau bisa diganti kalau udah nggak tajem. Banyak soalnya hairclipper merek Cina gitu dan kalau udah nggak tajem ya udah beli lagi yang baru karena pisaunya antara nggak bisa diganti atau nggak available di Indonesia.

Udah sih itu aja. Doakan bisa bikin video seminggu sekali yaaaa! Ini videonya dan jangan lupa subscribe! :D


Iya itu ada bayangan lampu di kacamata karena aku malas pake make up kalau kacamatanya dibuka. Mending ada bayangan daripada effort make up dulu hahahaha..

Happy Monday!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#FAMILYTALK: Dekat dengan Anak

on
Saturday, July 23, 2016

I know the title is a lil bit weird tapi ya itulah intinya. Intinya adalah gimana cara kalian buibu mendekatkan diri dengan anak? Bagaimana dengan anak selalu terbuka sama kita?

Apalagi buat kalian yang nggak dekat sama orangtua ya, pasti bertekad untuk nggak mau gitu sama anak dong? Saya sendiri sih tengah-tengah sebenernya. Saya cukup dekat dengan ayah dan ibu, tapi tidak sedekat itu sampai level curhat saat saya punya masalah dengan pacar saya.

Baca punya Isti:

Pas ketemu JG saya kaget karena saya segitu mah nggak ada apa-apanya hahahahahha. JG tipe yang cerita SEMUANYA sama ibunya. Yang setiap hari telepon ibunya dan cerita segala macem. Agak jet lag dan culture shock sih karena ketauan kalau berantem, berantem kenapa lol. Pas pacaran, nggak sekali dua kali dia marah entah kenapa dan saya nanya ibunya. :|

Untung pas sekarang nikah mah nggak. We tend to hide bad news and only tell them the good ones. Karena takut mereka khawatir aja sih.

Karena liat JG begitu, saya mau Bebe juga gitu nanti di masa depan. Curhat sama saya soal apapun dan nelepon saya tiap hari muahahahahaha *posesip*. Caranya gimana ya?

Nggak tau-tau amat sih lol. Ya gimana, punya anak aja baru 2 tahun terakhir kan.

Saya cuma lakukan hal-hal ini.

1. Bertanya
Kalau udah sama saya, saya tanya Bebe banyak hal. Di daycare ngapain aja, siapa yang nangis, siapa yang udah pulang duluan, makan sama apa, dan apalah banyak banget pokoknya. Dan dia jawab.

Saya juga bercerita apa yang saya lakukan. Tadi ibu blablabla. Dia nggak ngerti-ngerti amat sih tapi ya tidak ada salahnya memulai sesuatu yang baik dari kecil. Dan bertanya ini bisa jadi quality time banget.

So far, Bebe belum pernah bohong. Kalau mbaknya bilang dia tadi nangis dan saya tanya, ia jawabnya sama. Kalau mbaknya bilang dia tadi di timeout, maka ia pun tidak berbohong. Karena apa?

2. Tidak mudah marah

Saya berusaha tidak memarahi Bebe untuk hal-hal kecil, apalagi yang sifatnya tidak sengaja. Waktu kecil, ibu saya selalu marah kalau saya misalnya menumpahkan sesuatu, karena peer beres-beresnya katanya. Padahal ya saya juga mana mau kan menumpahkan sesuatu.

Pada Bebe, saya berusaha sabar. Ya kalau menumpahkan minum, diberi lap aja diminta lap sendiri. Kalau Bebe mainannya berantakan, ya tinggal diminta aja baik-baik untuk bereskan mainan. Ini susah banget sih.

Tapi "takut dimarahi" ini efeknya besar. Dulu banyak hal yang tidak saya ceritakan pada ibu saya karena saya tau dia akan marah. Jadi ya banyak hal yang saya sembunyikan juga. Makanya saya nggak mau Bebe seperti itu.

3. Menjawab semua pertanyaan Bebe

Yang mana satu pertanyaan bisa ditanyakan lebih dari 10 kali kalau dia belum ingat. Misalnya di rumah mertua, ada kumang punya kakak sepupu Bebe.

Bebe: "ibu ini apa?"
Ibu: "ini namanya KU-MANG"
Bebe: "cumang ibu? ini apa ibu?"
Ibu: "ini KUMANG bukan cumang"
Bebe: "cumang ibu cumang?

Dan seterusnya sampai dia ingat kalau itu namanya kumang.

Saya nggak berani nggak jawab. T______T Banyak saya liat ibu-ibu yang nggak jawab anaknya. Dijawab dengan.

"Iya dek duh udah sih kok nanya-nanya terus!"

atau

"Iya udah ah ssttt berisik!"

T______T

Kasian. Belum pernah sekali pun saya suruh Bebe berhenti ngomong dan percayalah dia anaknya cerewet banget.

Jadi inget kemarin-kemarin di Kidz Station Sency ada anak kecil. Mungkin sekitar 3 tahunan karena badannya lebih gede dari Bebe. Dia ngomongnya belum lancar, payah banget, tapi dia blabbering sambil tunjuk ini itu. Dan ayah ibunya lempeng aja kaya anaknya itu bisu. Mereka sibuk sendiri cari-cari mainan. Nggak nanggepin sama sekali.

Saya sapa dong karena nggak tahan. Ternyata dia cuma tunjuk mainan dan sebut namanya.

Dia: "mobil" *sambil tunjuk mobil*
Saya: "wahhh iya ini mobil ya, pintar!"
Dia: "kereta" *sambil tunjuk kereta*
Saya: "iya itu kereta namanya Thomas"

Dan taukah kalian pas mereka mau bayar ke kasir, anak ini nggak mau beranjak dan malah pegang tangan saya, masih sambil ngomong dan nunjuk ini itu.

PATAH HATI. T_______T Kasian banget itu anak nggak ditanggepin sama ayah ibunya sampai ia rela pegang tangan saya yang stranger karena saya nanggepin dia.

Ibunya malu: "Dek, itu tangan siapa, salah mama ya."

Saya: "If you're his mom, then act like one."

*tapi dalam hati*

-________-

Ya kebayang nggak sih anak-anak yang nggak ditanggepin dari kecil gini, pas gede ga ditanggepin juga dan malah jadi ngobrol sama orang lain. Malah jadi lebih nyaman cerita sama orang lain. Jangan sampai itu terjadi sama Bebe.

T_______T

Apalagi ya? So far itu aja sih. Ada yang mau menambahkan?

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#SassyThursday: The Socmed Idol

on
Thursday, July 21, 2016

Oke, jadi timeline beberapa hari heboh karena idola remaja masa kini berfollowers lebih dari 500ribu di Instagram PUTUS SAMA PACARNYA. She’s underage, her ex boyfriend is only 16 years old. Tapi putusnya si neng yang bahkan bukan artis TV ini dramanya udah jadi trending topic dan sampai dibahas di radio-radio katanya.

Paling ngakak pas diskusi (diskusi bener) sama temen-temen kantor terus muncullah keputusan bahwa KAYANYA si cowok disuruh putus sama mamahnya sih ya kan. Abisan si cewek ini tipe bad girl dengan cropped top dan sneakers mahal, ngerokok, tatoan, ngomongnya kasar. Kata mamah harus pacaran sama perempuan baik-baik. LOL

Baca punya Nahla di sini:

Tapi si cewek ini feed Instagramnya rapi jadi enak dilihat, wajar followersnya banyak. Followersnya sering berkomentar dengan #goals untuk foto OOTD dia, #relationshipgoals dan mention pacar masing-masing dengan “yang kita kapan gini?” di foto dia sama (mantan) pacarnya, dan #friendshipgoals serta #bffgoals di foto dia sama sahabat-sahabatnya. Kurang apa? Apa kurang banget?

Yang baru tau si neng minggu ini pasti bingung. Apa spesialnya? Kenapa sih dia heboh?

Ya iyalah kalau baru taunya sekarang mah nggak akan ngerti. Sama kaya gini, kalian baru pertama kali denger nama Kanye West hari ini. Terus bingung kenapa minggu ini sedunia tiba-tiba ngomongin dia.

Ya karena dia memang ngetop dari dulu, orang mah udah tau dia dari dulu, terus ada kejadian “penting” di hidup dia. Ya followersnya ngomongin lah. Yang nggak tau dia siapa mah ya gimana mau ngerti kan?

Si neng satu ini juga followersnya udah banyak dari dulu. Karena dia putus aja jadi pada gatel pengen ngomong juga di socmed.

Kalau yang udah tahu dia dari dulu komentarnya:

“WAAHHH PUTUS, TERUS FEED INSTAGRAMNYA GIMANA?”

*anak Instagram sejati* lolol

Abisan feed Instagramnya tematik 9 foto dengan color scheme berbeda yang artinya kalau dia hapus foto-foto sama mantannya yang random di antara 9 foto, feed tematik 9 foto itu akan kacau balau. Padahal dulu dia nggak pakai color scheme 9 foto, pake pink doang. Ehalah ganti gaya. Kacau kan pas putus lol.



Terus setelah mikirin feed yaaa, langsung kasihan aja sih. Ya lo diputusin cuma karena disuruh sering ngabarin.

“Kamu nggak perlu ngabar-ngabarin aku lagi kalau kamu mau pergi sama temen-temen kamu,” kata si neng di videonya.

Padahal yah, pacaran umur segitu kan template-nya begitu. Ceweknya manja posesif pengen dikabarin terus. Sementara cowoknya masih mau main sama temen-temennya dan emang beneran lupa ngabarin atau males ngabarin karena nggak suka cewek posesif. Tapi cewek posesif ini menyenangkan untuk ditaklukan so yeah. Lingkaran setan.

Been there. LOL

*kemudian semua ilfeel sama gue dan close tab dan blok blog gue* JANGAN DONG JANGAN AH.

Tapi intinya bukan itu. Intinya adalah kasihan sama anak remaja zaman sekarang karena masa remaja mereka dihantui social media. Kaya yang Justin Bieber pernah bilang (kurleb): “Pas pacaran sama Selena gue nggak tau mana yang real mana yang bukan. Mana yang private mana yang public. Karena semua orang ikut dalam setiap gerak-gerik kita. Sampai kita bingung sebenernya kita ini beneran pacaran atau cuma karena terbawa euforia fans aja.”

Dan sebagai Jelena shipper #1 aku patah hati sampai sekarang. *krai*

(Baca juga: Menjaga Ucapan di Social Media)

Terus banyak yang bilang: “duh anak jaman sekarang, hidupnya kok gitu amat”

Lhooo. Dari zaman gue sekolah dulu juga udah banyak kan cewek ngerokok. Banyak juga yang kalau lagi nggak sekolah pake cropped top dengan udel ke mana-mana dan pake piercing. Temen SMA ada juga yang udah tatoan dari SMA. Cewek ada cowok ada. Dan akuilah memang orang-orang kaya gini populer kan. Cuma dulu jadi bintang sekolah doang, sekarang jadi bintang Instagram.

Dan banyak juga yang bilang “Miris deh orang kaya gini diidolakan remaja”

Ya miris tapi gue ngerti-ngerti aja sih kenapa fansnya banyak. Because she’s living her fans' dream. Banyak remaja yang memimpikan hidup bebas tanpa serumah sama orangtua, punya sahabat yang juga housemate, punya penghasilan sendiri dari Instagram dan YouTube jadi nggak perlu bergantung sama orangtua. Punya kebebasan untuk menentukan itu tangan ditato atau nggak, rambut blonde atau nggak, endebrei endebrei …

… and party like there’s no tomorrow.

We’ve all been there, no?

Kita semua punya impian dan ketika ada orang yang hidup di mimpi-mimpi kita, orang itu langsung jadi idola kita.



Lanjut pernyataan berikutnya: “Orangtuanya pada ke mana sih?”

Ayah dan ibunya si neng? Ada tuh di Instagramnya, suka upload foto keluarga. Di ask.fm juga suka pap (post a picture, in case you're not familiar with ask.fm) foto keluarga.

“Kalau orangtua fansnya pada ke mana? Tau nggak sih anaknya mengidolakan perempuan yang bertato dan ngomongnya banyakan anjingnya daripada kata-kata lain?”

Well ya, nggak semua orangtua cukup dekat dengan anaknya sampai tahu persis apa keinginan anaknya yang paling terpendam. Seberapa banyak dari kalian semua yang pengen punya tato terus bilang sama orangtua?

Gue bilang. -______- Umur 14 tahun, pengen ditindik berjajar di telinga.

Nyokap gue: “Tindik tambahan dan tato itu nggak bisa jadi PNS loh, cari kerja juga susah karena banyak perusahaan yang nggak mau karyawannya ada tindik dan ada tato. Kalau kamu pulang sekolah tiba-tiba punya tindik atau punya tato, terserah. Ibu nggak akan marah tapi tanggung sendiri semua risikonya.”

Dulu gue percaya sepenuhnya karena industri kreatif belum kaya sekarang. Lah sekarang orang mau tato sebadan-badan juga bisa jadi CEO kok, nggak perlu jadi karyawan asal punya karya juga bisa kaya dan hidup bahagia. Dan dosen PNS dengan tindik berjajar-jajar di telinga juga ada, jadi ya nasihat ini sudah tidak relevan.

Tapi poinnya adalah, keterbukaan dalam keluarga bikin gue ngomong kalau gue pengen ditindik dan somehow sebenernya ada masanya pengen punya tato (kaya si neng). Meskipun ujung-ujungnya gue nggak jadi ditato karena takut nggak punya kerjaan. Dan takut sakit. Bok, nggak berani lah udah. Liat orang lagi ditato aja gue yang mau pingsan, apa kabar gue yang ditato. *lirik gesi dan adit* lol

(Baca juga: Cerita gue waktu SMA, berantem terus sama nyokap karena teman adalah segalanya)

Dan ketika si neng putus (sama pacarnya yang cuma 16 tahun dan baru 5 bulan pacaran) …

Gue ngikik aja. Neng, itu cuma fase kehidupan yang akan kamu lewati. Nanti 5 tahun lagi aja berasa tolol kok pasti nonton video itu nangis-nangis. Banyak kok orang yang nangis-nangis karena diputusin pacarnya, cuma yang lain nggak punya subscribers YouTube banyak jadi ngapain nangis depan kamera. Kalau neng kan banyak, lumayan lah nangis-nangis dapet penghasilan juga dari views ya kan.

Salut banget karena itu partynya sponsored ya. Kebayang sih harus ngejalanin sesuatu dengan nangis-nangis karena profesionalisme. Ya gimana lagi kan? Mau nggak mau dramanya jadi kebawa.

Gue juga kasian karena dia nggak pernah nyakitin orang tapi disakitin mantannya sampai dijepit kakinya. Meennn, cowok macam apa yang menjepit kaki ceweknya sampai nangis. Untung putus, daripada KDRT berlanjut kan kasian.

Dan yes setuju sama nasihat BFF nya si neng, bahwa bullying dan nyuruh orang bunuh diri itu nggak sepele loh. Banyak remaja korban bullying yang jadi beneran ingin bunuh diri. Di Instagram banyak. Bahkan banyak yang set bio akan bunuh diri kapan. Makanya kalau search hashtag “suicide” langsung dapet pop up message bantuan yang mungkin dibutuhkan. Di YouTube juga banyak cewek-cewek yang curhat karena korban bullying. Itu parah sih.

Dan si neng emang banyak yang bully bilang dia nyakitin cowoknya duluan lah blablabla. Karena si cowoknya juga banyak fans kan. Ya risiko pacaran di depan umum sih. Gimana lagi.

Udalah cuek aja, kibas rambut dan pake lipstik merah. Biarkan anjing menggonggong.


Dari gue sebagai orangtua pada perilaku anak-anak "zaman sekarang"

Intinya jangan jadi orangtua yang cuma bisa larang-larang anak. Besarkan anak dengan membiasakan diri terbuka dengan orangtua. Jangan jadi orangtua yang hanya bisa marah ketika anak berbuat salah tapi bukan jadi tempat dia berbagi masalah.

Bicarakan juga dengan suami apa yang akan kita lakukan kalau suatu hari dia bilang dia punya pacar, dia mau pergi sama pacarnya, dia coming out gay, dia narkoba, dia dipenjara, dia hamilin anak orang, atau dia mau pake piercing atau tato. Apa yang akan kita lakukan? Bukan mendoakan terjadi tapi mempersiapkan yang terburuk. Seperti kita mempersiapkan asuransi jiwa dan dana pensiun.

Begitulah.

(Baca: Perempuan harus mandiri, bukan takut suami poligami, tapi ...)

Udah ah aku lelaaahhh. Let’s move on to Tay and Kimye, shall we? LOL

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

No Poo Movement: Ayo Hidup Tanpa Sampo

on
Tuesday, July 19, 2016

Adakah yang sudah pernah dengar No Poo Movement? No Poo ini bukan ~literally~ nggak pup ya hahahaha tapi kependekan dari No Shampoo alias gerakan nggak sampoan.


Hidup gue pemalesan amat ya, taun lalu bikin heboh gara-gara gerakan tanpa setrika, sekarang malah mau pengaruhin orang buat nggak sampoan LOL.

Jadi gini ...

...

tau kan teori "jangan sering cukur bulu kaki nanti rambut yang tumbuh makin tebal" atau "jangan cuci muka terlalu sering karena akan bikin kulit muka lebih berminyak"? Ternyata kedua teori itu belum ada bukti ilmiahnya TAPI kalian percaya kan? Kalau percaya, maka harusnya percaya dong sama teori "jangan sering sampoan nanti rambutnya makin berminyak".

NAH.

Jadi awal dari gerakan tanpa sampo ini adalah teori itu. Bahwa sampo memang membersihkan minyak dan kotoran dari rambut kita. Tapi semakin sering dipakaikan sampo, makin banyak juga produksi minyak di kulit kepala kita.

Sementara kalau kita nggak sampoan, maka tubuh kita akan kasih sinyal untuk nggak usah produksi minyak banyak-banyak karena minyaknya udah cukup dan nggak kebilas sampo.

Apa keuntungan dari No Poo Movement?

- Less shampoo, ramah lingkungan karena nggak bikin buih buat air, dan nggak buang-buang botol plastik.

- Mengurangi kadar "bahan kimia" yang mampir ke tubuh kita. Kebanyakan sampo masih pake paraben loh. Sampo juga biasanya mengandung sulfat yang bikin rambut kering terutama untuk rambut keriting yang cenderung lebih kering daripada rambut lurus.

- Mengurangi lama waktu mandi. Hahahahaha. Bok yaiyalah, sampoan, conditioner-an, maskeran, lama bener mandinya. Irit waktu, bisa buat bobo.

- Kata orang-orang yang udah nyoba bertahun-tahun nggak pakai sampo, rambut jadi lebih sehat dan berkilau. Nggak kusut padahal nggak pake conditioner. Ya intinya tubuh akan punya jalan keluar sendiri.

*minum cuka apel*


Terus bersihin rambutnya pake apa?

- Ganti sampo dengan larutan baking soda dan air, pokoknya campur sampai jadi pasta aja. Kemudian pake di kulit kepala, nggak perlu sama rambutnya.

- Conditioner diganti dengan larutan cuka apel dan air 1:1. Caranya, pakai kaya conditioner biasa aja, usapkan di batang rambut dan diamkan sejenak terus bilas pakai air.

- Yang udah kebiasa sih mereka udah punya campuran ini di kamar mandinya, jadi nggak mendadak bikin lagi. Dibikin banyak sekaligus di botol aja. Dan ini dilakukan seminggu sekali.

- Yang lebih ekstrem lagi, ada yang sama sekali nggak pake baking soda atau apapun juga, cuma bilas pakai air aja setiap hari. Cuma sebulan sekali keramas pakai baking soda dan cuka apel. Talk about going back to nature like a real homo sapiens.


Gue baca success stories orang sih hasilnya pada oke ya. Mereka bilang 2 minggu sampai sebulan pertama emang rambut rasanya jadi jorok banget karena ya maklum kan masa penyesuaian. Tapi setelah sebulan, rambut jadi berkilau, gampang ditata, dan nggak berminyak lagi.

Malah yang ketombean jadi sembuh. Dan surprisingly rambutnya nggak bau. Ya nggak wangi juga, tapi nggak bau. Nggak bau cuka juga, nggak berbau aja. Disisir pun gampang, dan rambutnya harus disisir untuk meratakan minyak alami dari kulit kepala, ke batang rambut.

And I'm lazy hipster enough to try! *hipster kok ngaku lol*

Tapi karena malas bikin baking soda-baking sodaan ya akhirnya nyoba ngurangin sampo aja, nggak betul-betul 100% nggak sampoan. *GAGAL HAHAHAHA*

Jadi dulu sebelum berjilbab, biasanya saya keramas 2 hari sekali. Jadi selang sehari pasti keramas. Atau kalau kerasanya lagi lepek banget ya keramas lah tiap hari.

Sekarang saya keramas seminggu sekali dan rambut nggak lepek lagi padahal pake jilbab kan. Awal-awal sih iya, greasy dan lengket. Tapi ya udah tahan-tahanin aja seminggu penuh baru keramas.

Di minggu kedua udah kerasa lepeknya berkurang banget. Sekarang udah setahunan kali ya saya keramas seminggu sekali, nggak ada lepek-lepeknya ini rambut. Nggak ketombean, nggak rontok, dan nggak pernah nyisir pun tetep halus.

Tapi saya seminggu sekali itu tetep sampoan pake sampo dan pake conditioner juga. Nggak pake baking soda dan cuka apel. Intinya, kita bisa kok mengurangi sampo!

Untuk cuka apel sebagai conditioner sih sih udah ketauan banget ya manfaatnya. Nanti mau tulis sendiri ah soal manfaat cuka apel ini, Jadi suami akoohh, JG kulit kepalanya itu ketombean dan merah-merah. Itu karena rambutnya tebel banget jadi nggak kena udara sama sekali. Akhirnya saya botakinlah rambutnya, dicukur habis.

Terlihatlah blok-blok ketombe dan merah-merah yang banyak banget. SUPER GROSS. Saya sampai khawatir gitu temen-temen kantornya pada enek karena parah. Terus malem itu juga seluruh kepalanya saya pakein cuka apel dicampur air 1:1. Basahin kapas pake larutan itu kemudian cocol-cocol ke bagian yang ketombean dan merah.

Besok paginya semua jadi menghitam. Yang merahnya udah nggak ada sama sekali, yang ketombe jadi makin kering sampai rontok sendiri. Pagi malem rutin pake dan hari ketiga semua ketombe hilang, merah-merah nggak ada lagi. Sembuh sampai sekarang!

*

Tapi girls, berat banget emang ya nggak sampoan itu. Saya juga berani keramas seminggu sekali karena pake jilbab sih dan kalau pake ojek juga deket jarak 3 km doang. Jadi nggak pernah bad hair day. Saya juga sejak pakai jilbab berhenti cat rambut dan rambut rasanya jadi sehat banget, nggak bercabang kaya dulu zaman diwarnain terus. Ya kan go natural, masa cat rambut. Cat rambut pake daun suji kali ya biar ijo. dan pake beet root biar merah nyahahahaha.

Saya juga nggak kebayang yang ikutan no poo movement ini tapi tiap hari naik motor di Jakarta. Atau naik ojek ke mana-mana. GATEL BOK. Atau abis nge-gym, keringetnyaaaa. Apakah baking soda akan sanggup? Dan yah, unicorn serta mermaid hair itu kan cantik bangeeeettt. Bay bay baking soda ya kan.

Ada yang mau coba?

-ast-

Success story lol:
https://thehairpin.com/what-ive-learned-from-three-years-without-shampoo-34bc2ed8a8d2#.z1exvzs8w

No Poo Forum:
https://nopoo.net/

Source:
http://www.wikihow.com/Wash-Your-Hair-Without-Shampoo
https://thehairpin.com/how-to-quit-shampoo-without-becoming-disgusting-59726e27bf78#.5p9rfwhl1
http://www.health.com/health/gallery/0,,20788089,00.html#baby-powder-or-dry-shampoo-can-help-tide-you-over-0
https://www.nopoomethod.com/







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#FAMILYTALK: Angpau Lebaran aka Uang Lebaran

on
Saturday, July 16, 2016

Aduh jangan pake istilah “angpau”. Menyerupai suatu kaum loh dan mengikuti perilaku mereka. Ih ganti istilah kali. Nanti kafir loh.

*nggak bisa amat nggak sarkas sis?*

Well anyway.

SELAMAT LEBARAN SEMUANYAAAA!

#FAMILYTALK pertama setelah lebaran yang mana minggu lalu nggak nulis karena … lupa. Terlalu heboh dengan liburan yang terlalu panjang. Lelah. Jadi topik minggu ini adalah uang lebaran untuk anak.

Baca punya Isti di sini:

Dapet berapa anak-anak dari angpau lebaran? Bebe nggak terlalu gede sih, 300ribuan gitu kayanya. Karena memang nggak kemana-mana juga pas lebaran. Beda sama saya waktu kecil yang bisa sampai sejuta lebih gitu karena memang mengunjungi dan dikunjungi banyak orang.

Lagian perasaan saya aja apa gimana ya karena makin ke sini juga makin sedikit orang yang ngasih uang lebaran. Ekonomi lagi sulit kali sedunia ya kan, jadi jatah uang lebaran pun berkurang.

Uang Bebe diapain?

Udah nggak tau kemana alias saya pake HAHAHAHAHAHAHA Diniatkannya sih untuk beli sepatu tapi ya belum nemu juga sepatunya, jadi ya nanti kalau nemu saya beliin lah. Sama aja kan.

Tahun lalu juga sama, lupa deh dibeliin apa. *fail* Ya pokoknya saya pake dulu uangnya karena ribet punya uang cash banyak, terus pas Bebe mau apa ya dibeliin.

(Baca: Penting nggak sih beli mainan untuk anak?)


Bebe belum ngerti uang,belum ngerti jajan, belum ngerti beli-beli. Jadi dia cuek aja meskipun ibu saya dan tante-tantenya yang udah kerja melambai-lambaikan uang buat dia, dia lempeng aja main bola sibuk sendiri. Ya udah mereka jadi ngasihnya sama saya. Ibunya balik modal nih LOL.

Karena belum ngerti, saya juga belum berencana ngasih dia pengertian soal uang. Nanti deh kalau dia udah ngerti konsep memberi uang untuk mendapat barang, baru akan diajarkan untuk menabung dan membeli sesuatu.

Sekarang dia ngertinya cuma sebatas kalau lagi di supermarket dan beli minuman atau makanan, minuman dan makanan itu tidak boleh dibuka dulu sebelum dibayar di kasir. Dia tahu bahwa tante kasir akan meminjam minuman/makanan dia untuk kemudian dikembalikan lagi pada dia sehingga boleh dibuka. Tapi nggak ngerti kalau saya harus menukarnya dengan uang.

Dan saya pun tidak berencana memberitahu dia secepatnya sih. Sepertinya akan lebih mudah bicara uang dengan anak TK atau SD dibanding dengan toddler. Karena saya lihat banyak banget balita umur setahun dua tahun udah ngerti jajan. Udah ngerti manggil tukang jualan atau malah udah ngerti artinya ke warung.

Nggak lah Bebe mah nanti-nanti aja.

Uangnya nggak ditabung? Nggak sih karena ditabung buat apa ya? Menabung itu apa? HAHAHAHA Nggak deng. Meskipun masih 5 tahun lagi, uang masuk SD Bebe 50% nya udah aman sih. Uang kuliah lagi dicicil. Uang masuk TK yang belum hahaha. Sombong? EMANG IYAAAA. Karena duh ngerasain banget ribetnya ngumpulin uang buat dana pendidikan karena yah, banyak godaannya. Terutama godaan beli rumah di Jakarta dan sekitarnya. T_____T

(Baca: Tips Beli Buku untuk Balita)

Dan ya, buat beli mainan? Jarang banget Bebe beli mainan karena banyak yang beliin. Beli buku? Buku Bebe banyak. Duh niat dari dulu mau nulis soal buku favorit Bebe tapi lupa terus.

Jadi ya udah, ini tulisan nggak ada intinya sih. Intinya uang angpao Bebe udah habis saya pake dan kalau Bebe mau beli sesuatu ya saya beliin. Gitu aja. Hahahaha.

Kthxbai.

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#SassyThursday: Kekerasan pada Anak

on
Thursday, July 14, 2016


Jadi yah, ini topik ramenya minggu lalu sih tapi ya masa lebaran ngomong topik serius. Jadi topik ini digeser ke minggu ini deh. Yes, tentang si anak yang dicubit gurunya dan gurunya dipolisikan.

Baca punya Nahla di sini:

Ini topik jadi besar banget dan kebagi jadi 2 kubu:

1. Orang-orang yang kecilnya "disiksa" guru dan menganggap si anak cemen serta orangtua nggak tau diri karena anaknya bandel dan cuma dicubit doang kok lapor polisi.

2. Orang-orang yang mementahkan opini orang pertama dan menyuruh untuk berhenti bernostalgia karena bagaimana pun kekerasan sekecil apapun dalam pendidikan itu tidak bisa dibenarkan.

Well, membaca pendapat orang-orang, baca pendapat para praktisi pendidikan dengan data ini itu, apa yang terjadi di negara lain, bla bla bla, saya jadi mikir panjang ternyata saya nggak sepenuhnya termasuk kedua jenis orang itu.

Poin pertama. Saya dan suami tidak dibesarkan dalam kekerasan sekecil apapun. Dicubit pernah nggak ya, dicubit gemes mungkin ya. :| Jadi saya tidak punya pengalaman dihukum guru atau orangtua lewat cara kekerasan. Tidak ada unsur "nostalgia" atau apa.

Poin kedua. Saya setuju bahwa kekerasan dalam pendidikan, oleh guru dan orangtua itu seharusnya tidak terjadi. Tapi di sisi lain, melihat kondisi masyarakat Indonesia, kekerasan itu masih sangat mungkin terjadi dan akan jadi peer sangat besar bagi banyak sekali pihak.

(Baca: Hal-hal penting yang jadi tujuan saat saya membesarkan anak saya)

Pemerintah harus membuat regulasi jelas seperti apa bentuk sanksi yang sesuai untuk anak dengan berbagai level "kebandelannya". Juga seleksi guru, apa kriterianya? Perlu tes psikologi nggak sih untuk jadi guru di sekolah negeri? Dan orangtua, jangan menyerahkan 100% pendidikan anak pada guru dong.

Kaya anak itu, orangtuanya tau nggak kalau dia di usia itu sudah merokok. Bok, anak kuliahan ngerokok mah udah dewasa ya, anak SMP ngerokok apa namanya kalau bukan ingin keliatan keren dan cari perhatian? Kemana orangtuanya selama ini? Itu yang bikin saya gemes. Sampai guru berani mencubit anak orang lain, buat saya si anak mungkin sudah keterlaluan sekali. Malah mungkin bukan cuma sekali ia membandel.

Dan yah, kalau anak dimarahi guru di sekolah apalagi sampai dicubit, tanya lah kesalahan anak apa. Kalau anaknya salah, ya kasih tahu anaknya biar nggak berbuat hal serupa. Kalau si guru malah dilaporkan ke polisi kok rasanya nggak jauh beda ya dengan anak pejabat yang nggak dipenjara padahal nabrak orang sampai mati? Sama-sama anak salah dan dilindungi orangtua kan?

Kaya sahabat saya waktu SMA, cowok, bandel sih nggak, tapi nyebelin. Suka nyontek, berisik kalau di kelas, dan suka nimpal-nimpalin guru. Nyebelin lah pokoknya, ngetes kadar kesabaran guru banget.

Sampai suatu hari, guru favorit anak-anak karena masih muda, suka gundam, bassist band sekolah, marah sama dia karena dia berisik, dia disuruh maju ke depan, nggak ngomong apa-apa tapi kerah baju temen saya itu diangkat gitu keras banget sampai semua kancing copot berjatuh-jatuhan. Kelas hening sampai setahun ke depan.

Apa karena kami takut? Ya, tapi itu sekaligus jadi efek jera. Bukan takut diangkat kerahnya, tapi pengingat kalau guru itu juga punya batas kesabaran dan kita nggak perlu ngetes-ngetes itu.

Gini, ada level orang yang mampu tetap bersuara lembut senyebelin apapun anaknya. Ada yang mampunya hanya meninggikan suara. Ada yang sama sekali tidak mampu bicara lembut dan tidak bisa meninggikan suara jadinya mereka kabur dulu menyendiri kalau sebel sama anak. Ada yang tidak suka seperti itu kemudian jadi nyubit si anak. Ada yang selalu memendam semua emosi, pas keluar tau-tau nonjok orang.

Gimana dong, orang kan beda-beda. Dan segala macam jenis orang ini bisa saja jadi guru dan orangtua.

*tarik napas panjang*

Saya tidak sepenuhnya setuju juga untuk teori "anak yang kena kekerasan saat kecil kemungkinan akan melakukan kekerasan juga pada anaknya". Coba bercermin pada diri sendiri deh. Lihat orang-orang di sekeliling kita.

Generasi kita, generasi Y yang sekarang baru pada punya toddler ini, adalah generasi pembelajar yang belajar dari kesalahan orangtua. Kita adalah generasi yang ikut seminar parenting bahkan sebelum anaknya lahir. Kita adalah generasi yang menyadari di mana letak kesalahan parenting orangtua pada diri kita dan memperbaikinya untuk anak kita.

Seperti suami saya yang selalu diatur orangtua dan bertekad tidak akan mengatur-atur anak saya. Seperti teman saya yang ayahnya selalu sibuk di luar rumah dan bertekad akan selalu meluangkan waktu untuk anak. Seperti teman saya yang lain yang dipaksa orangtuanya masuk jurusan tertentu saat kuliah, kini bertekad akan membantu mencari passion anaknya dan tidak akan memaksa untuk ikut menentukan pilihan masa depan si anak.

Seperti kalian para ibu yang kuat berdebat berbulan-bulan dengan orangtua dan mertua karena tahu bahwa cara orangtua dan mertua ngasih pisang saat si bayi umur 3 hari itu salah. Bahwa menyusui 6 bulan itu tidak merepotkan dan susu formula itu meski mahal juga tetep kalah sama ASI.

Intinya banyak belajar. Usahakan jadi yang pertama dicari anak saat anak sedang tidak nyaman. Sehingga ia bisa jadi anak manis dan nggak bikin sebel guru di sekolah. Kalau anaknya manis masa guru tiba-tiba nyubit atau mukul, kan nggak mungkin kecuali gurunya mabok atau sakit jiwa.

Dan cari sekolah yang sejalan dengan pola pendidikan kita di rumah juga penting banget. Juga sepertinya harus state dari awal kalau kita tidak setuju kekerasan jadi kalau sampai terjadi akan begini dan begini. Karena katanya banyak juga kan sekolah yang masih mukul anak pakai penggaris dan orangtuanya merasa tidak masalah asalkan anak bisa belajar. Jadi ya, baik-baik menentukan pilihan. Tidak menemukan sekolah (yang mendekati) ideal? Ada opsi homeschooling kan? I always be a pro-choice for almost everything so education is no exception.

(Baca: Tahap-tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)


Peer yang terbesar jelas di kalangan masyarakat ekonomi rendah. Harus banyak penyuluhan dan sosialisasi pendidikan karena kekerasan sepertinya banyak terjadi di kelas ekonomi itu. Meskipun sangsi yah karena kalau perut belum keisi, mana bisa sih mikirin yang lain?

Saya sebelum punya anak selalu bingung sama orangtua yang nyiksa bayi atau balitanya. Setelah saya punya bayi saya baru sadar kalau nyiksa bayi itu mungkin sekali dengan mudah terjadi. Karena bayi itu ngetes kadar kesabaran banget.

Dia bisa nangis berjam-jam tanpa kita tau alasannya. Kalau orangtua dalam kondisi nggak stres, kita bisa berpikir lurus dan memeluk si anak, cari tau kenapa. Kalau orangtuanya stres misalnya karena nggak punya pekerjaan tetap, karena banyak tanggungan hidup, tangisan bayi cuma tambah bikin stres aja kan. Jadilah si bayi korban.

*

Kalau sampai Bebe jadi korban kekerasan oleh guru? Yang jelas tanya alasannya apa, kenapa dia melakukan hal itu. Saya juga akan kroscek sama sekolah, apa salah anak saya, bicara dengan gurunya dan meminta penjelasan. Kalau memang salah, saya akan minta dia minta maaf pada si guru dan guru pun harus minta maaf karena telah nyubit.

Ya, tergantung level kekerasan dan level kesalahannya lah. Dan damage effectnya juga.

Panjang yaaa, sampai ngos-ngosan nulisnya. See you next week!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Bioderma Hydrabio H2O, Tonique and Brume Review: #SelasaCantik

on
Tuesday, July 12, 2016

Hola!

Hari ini saya mau review  Bioderma Hydrabio H2O, Hydrabio Tonique, dan Hydrabio Brume. Beberapa minggu yang lalu saya dikirimi satu range Hydrabio itu dari Bioderma Indonesia. Awalnya biasa aja sih nggak terlalu excited, tapi ternyata bagus. Hahahaha. Cocok banget sama kulit saya yang akhir-akhir ini kombinasi, hidung berminyak, tapi pipi sekelilingnya retak seperti hati kalian. :|

Soalnya saya sendiri memang selalu punya stok Bioderma Sensibio Micellar Water untuk traveling alias lagi pulang ke Bandung. Jadi memang nggak pakai tiap hari, selain boros, saya juga kurang suka sama baunya yang nggak enak banget. Kalau kena bibir juga paitnya ngalah-ngalahin jamu. Jadi biasanya dipake kalau lagi nggak di rumah. Ribet kan harus double cleansing pakai oil. Mending usap Sensibio, terus cuci muka deh.

Ternyata kalau range Hydrabio ini beda banget. Kita bahas satu-satu ya.

Bioderma Hydrabio

Range Hydrabio ini dibuat untuk kulit yang sensitif dan dehidrasi. Pernah denger nggak sih kalau sebenernya nggak ada yang namanya kulit kering, yang ada itu kulit dehidrasi. Nah, Hydrabio ini membantu merangsang kapasitas selular kulit dan mengaktifkan kembali proses hidrasi alami.

Range ini punya 4 produk. I CLEANSE (Hydrabio H2O), I TONE (Hydrabio Tonique), I TREAT (Hydrabio Serum), dan I MAINTAIN (Hydrabio Brume).

Saya dikirimi dan coba semua kecuali yang serum, jadi untuk pengganti serum saya tetap pakai Facial Treatment Essence SK-II.

Hasilnya?

I CLEANSE (Hydrabio H2O)



Ini Micellar Water, fungsinya tentu membersihkan dan menghapus make up. Kekuatan membersihkannya sama sih seperti Sensibio tapi wanginya lebih enak.

Wanginya nggak ada pait-paitnya sama sekali. Lembut banget. Seperti Sensibio, setelah pakai nggak ada efek lengket, kulit kerasa lembab aja. Setelah pakai ini baru biasanya saya cuci muka pakai facial foam.

Harga: Rp 219.000,-

I TONE (Hydrabio Tonique)





Yang ini toner. Saya biasanya pake Clear Lotionnya SK-II tapi pas mudik ketinggalan. Jadi selama di Bandung saya full pakai toner ini dan laff banget! Setelah pakai, seluruh bagian kulit wajah rasanya jadi sama, pipi nggak kerasa kering, idung nggak kerasa berminyak. Nggak bikin gatel atau perih karena ada toner-toner yang muka saya rasanya perih.

Jadi buat saya, tonique ini lumayan menyeimbangkan kelembaban kulit wajah. Biasanya setelah pakai, kapas yang masih sisa basah saya tempelin beberapa saat di ujung idung, di area yang paling berminyak.
Harga: Rp 264.000,

I MAINTAIN (Hydrabio Brume)



Yang ini nggak langsung saya pake KARENA SAYANG. BOTOLNYA KECIL HAHAHAHAHAHAHA. Sementara pas baca klaim di botolnya seperti sesuatu yang dashyat gitu.

Brume ini refreshing water spray. Bisa menyegarkan dan menenangkan kulit yang kencang, bisa jadi setting spray yang membuat make up lebih tahan lama, dan aman digunakan untuk anak atau bayi sekalipun karena hypoallergenic, non comedogenic, dan alcohol free! Gimana makenya nggak sayang! Hahahaha.

Tadinya mau saya simpen buat di kantor karena di kantor itu kulit saya sering kenceng karena kan seharian kena AC yang super dingin. Tapi ternyata di Bandung juga kulit saya kenceng karena cuaca dan airnya yang dingin banget!

Semprot semprot terus deh. Dan ternyata semua klaimnya benar, bahkan sebelum tidur aja meski udah pakai skin care malem, kalau ngerasa kering lagi semprot-semprot lagi. Nggak jadi disayang-sayangnya. Kulit juga jadi halussss banget.

Harga: Rp 99.000,-

Bioderma Indonesia

-ast-








LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Parents, Holiday Ruins Us

on
Monday, July 11, 2016

Or me and Bebe. -________-

Kemarin liat status temen kantornya JG yang stres karena lagi nyuapin makan dan anaknya digodain terus sama keluarga yang lain sampai anaknya mau muntah. Ya, saya ngerasain banget keselnya sih.

Karena Bebe juga lagi dalam kondisi rewel banget. Saya jadi super capek. Biasanya nenen cuma seperlunya ini nenen melulu. Terus gampang nangis banget dan jadi suka bentak. Apa coba.

Padahal Bebe jarang sekali bentak orang lain apalagi nangis. Dia akan nangis hanya kalau capek banget atau abis jatuh dan sakit banget. Jatuh biasa doang atau kepentok apa mah dia nggak pernah nangis. Bebe anak manis banget tapi seminggu kemarin parah sih. Ngomong selalu teriak, nggak mau minta tolong, nggak mau bilang terima kasih. Nggak dikasih apa dikit, nangis kejer ngamuk sambil pukul-pukul dan tendang.

Puncaknya Sabtu malam. Sudah jam 11 malam dan dia keukeuh nggak mau tidur. Dia keluar kamar sendiri dan sadar semua udah gelap. Terus dia ngeliat marah sama saya dan teriak "TURUN!" (kamar kami di lantai 2).

Oh wow. You were going too far, kid. Saya pasang wajah marah dan tidak bilang apa-apa, saya paksa angkat dia kembali masuk kamar, taro di kasur, tutup pintunya dan saya pergi cuci muka serta bersih-bersih untuk tidur.

Waktu saya kembali ke kamar, Bebe nggak nangis, lagi meluk guling aja di kasur sambil ngelamun. Tapi setelahnya ia jadi tiba-tiba manis sekali. Ngomongnya sudah tidak pakai otot lagi.

Baru saya sadar. Liburan ini Bebe berubah karena dimanja oleh semua orang. Di rumah saya, dia cucu satu-satunya. Di rumah JG, dia cucu paling kecil. Semua memanjakan Bebe. Dia jadi tidak pernah menangis untuk mengeluarkan emosinya karena baru ngerengek dan nangis dikit udah banyak yang bujukin.

And that's not a good thing. It's not healthy, really.

Ya gimana, nangis dikit langsung diajak jalan-jalan keluar. Jam 9 nggak mau bobo, malah main di kamar adik saya sampai jam 1 malem. Di rumah JG, rebut mainan kakak sepupunya, malah dibelain. Dalam level dorong kakak sepupunya sampai hampir jatuh pun, Bebe yang dibelain karena "dia masih kecil".

(Baca: Tips Mengenalkan Konsep Sharing pada Balita)

Sayanya tetep tegur dong "Bebe kenapa dorong? Bebe tidak dorong orang lain ya!" Kemudian biasanya Bebe pasang muka bersalah dan dia HARUS minta maaf pada anak yang dia dorong.

Tapi teguran saya itu tenggelam dengan sahut-sahutan kakek, nenek, uwa, dan ateunya membela "nggak apa-apa ya, boleh nih, boleh nih". Nggak ada yang mengingatkan kalau Bebe salah apalagi harus minta maaf.

*jambak rambut sendiri*

Di hari terakhir, Bebe ngamuk parah gara-gara nggak mau pakai baju. Sudah diajari tentang malu dari bayi sekali, Bebe selalu pakai handuk kalau keluar kamar mandi dan pakai baju di kamar. Di daycare juga diajari seperti itu. Eh di Bandung, dia ngamuk karena tidak mau masuk kamar setelah mandi dan malah main-main sambil telanjang. Dan semua membela. "Nggak apa-apalah pake baju di luar kamar aja".

*cry*

Karena ketika orang dewasa tidak satu suara, anak ya memilih pernyataan yang membela dia dong tentu saja.

Seminggu lebih seperti itu, Bebe yang selalu bilang "tolong" dan "terima kasih" berubah jadi suka membentak. Selalu mendorong anak lain dan merebut mainannya. Yang tidak pernah makan kerupuk jadi tantrum minta kerupuk. -_______-

Gara-gara hari sebelumnya tante saya menawari satu kerupuk udang utuh untuk dipegang sendiri. O______O Besok-besoknya dia ngamuk sambil geret-geret Tupperware isi kerupuk udang. Padahal udah lama banget Bebe nggak tantrum ngamuk sambil nangis. Tuhan tolong aku.

(Baca: Cara Menangani Anak Tantrum di Tempat Umum)

Lagian Bebe baru makan kerupuk pas kemarin umur 2 tahun. Itu pun harus sambil makan nasi dan lauknya, bukan untuk cemilan DAN TIDAK DIPEGANG SENDIRI. Karena kerupuk itu kosong, makanan sia-sia dan dia selalu mau ngemil buah jadi kenapa banget harus dikasih kerupuk?

*bergabung dengan squad ibu-ibu idealis sejagat Facebook*

Tapi yah. Saya berusaha kaya Anna dan Elsa untuk Let It Go yah, namanya juga liburan sama keluarga. Jadi saya nggak mendebat para Front Pembela Bebe ini, biarin ajalah. Mereka manjain Bebe, sayanya bobo-bobo cantik sambil YouTube-an. Bebe juga jarang-jarang bisa selama ini sama keluarga besar kan, ketemu orangtua saya aja biasanya cuma weekend sebulan sekali.

Cuma ini horor banget takut harus ngulang disiplin tantrum dari awal lagi. Hahahahha.

Saya juga jadi happy pas hari Minggu karena Seninnya bisa kembali ke rutinitas. Dan tetiba sadar bahwa daycare baru buka di hari Kamis sementara kami masuk kerja Senin means masih harus bawa Bebe ke kantor 3 hari. HAHAHAHAHAHAHA.

Life is hard.

Soalnya urusan disiplin ini kerasa banget loh kalau konsisten diterapkan. Seperti urusan mainan. Di rumah dan di daycare, Bebe SELALU beresin mainan sebelum main mainan lain. Tidak boleh main mainan lain kalau yang satu belum dibereskan sendiri. Kemarin di Bandung kami nengok temen SMA saya yang baru melahirkan, ketika saya ajak pulang, Bebe keukeuh beresin dulu Lego yang dia mainkan selama di sana. Padahal nggak ada yang nyuruh. Dia juga keukeuh beresin kasur busa yang dia pake main loncat-loncat sama adeknya temen saya itu.

Anakku sebenernya sweet banget dan membanggakan hahahaha, but holiday ruins us. LOL. Peer banget nih takut sampai Jakarta juga masih kebawa manja. Pantes dulu waktu saya kecil, ibu saya paling sebel kalau saya habis nginep di rumah nenek. Karena saya jadi nyebelin. Sekarang saya yang sebel.

Tapi bertemu banyak orang juga ternyata membuat Bebe belajar hal baru. Ini pasti dia curi dengar dari orang-orang yang melakukan hal ini sama dia. Karena tiba-tiba DIA jadi suka cubit pipi kiri dan kanan SAYA sekaligus sambil bilang di depan muka saya:

"Cubit ya! Gemes deh!"

Astaga anak bayiiii. Gemes!

-ast-







LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#SolehaThursday: Lebaran Tahun Ini

on
Thursday, July 7, 2016



Bulan puasa tahun ini bisa dirangkum dalam satu kata: lelah.

Atau tiga kata: capek pake banget.

Gara-garanya macet Jakarta yang entah kenapa jadi 3-4 kali lipat di bulan puasa kemarin. Karena semua orang jadi pulang di jam yang sama, sekitar jam 4 sore demi mengejar buka puasa bersama keluarga di rumah. Atau bersama teman-teman di ... ya di mana-mana lah yang jelas keluar kantornya bareng-bareng satu Jakarta.

Baca punya Nahla di sini:

Sementara daycare yang biasanya tutup jam 6, jadi tutup jam 5. Lah piye emangnya pegawai negeri yang jam kerjanya dikurangi sampai cuma jam 3 sore, kami-kami ini tetap harus pulang jam 5. Jadilah setiap hari terlambat menjemput. Uang overtime menumpuk karena setiap hari baru bisa menjemput Bebe jam setengah 6.

Itu saya, JG bisa baru datang jam setengah 7 karena alasan klasik: macet. Dari kantor sama-sama jam 5, jarak jauhan saya, nyampe duluan saya karena saya ngojek, JG pakai mobil.

Setengah 6 artinya cuma 20 menit menjelang buka puasa. Daycare-nya mau tutup dong ya kan karena mbak-mbak juga harus pulang. Jadi hari-hari pertama buka puasa kami makan di mobil, beli nasi padang.

Hari-hari berikutnya kami minta izin untuk bisa duduk di teras daycare dan berbuka puasa. Alhamdulillah diizinkan, jadilah kami makan di teras daycare. Minimal ada keran untuk cuci tangan dan Bebe anteng karena ada perosotan, ayunan, dan sepeda.

#sadlyfe

Itu masih happy. Belum capek. Nggak masalah lah makan apa di mana yang penting ketawa-tawa. Langsung pulang pun entah mau nyampe rumah jam berapa kan.

Minggu kedua, macetnya semakin parah. Buka pagar daycare, sudah langsung antrian mobil yang stuck. GIMANA MAU PULANG COBA?

Minggu kedua dan ketiga hampir semua anak daycare diantar jemput pakai motor. Di sini badan mulai rontok karena naik motor bawa Bebe itu capek banget.

T______T

Gendong Bebe pake ergo, dan sepanjang jalan harus entertain dia biar nggak bosan. Dan tetep kena macet jadi keringetan, Bebe cranky, ibu cranky. Macet, keringetan, pelukan, debu jalanan. Super combo.

Buka puasa tetap di teras daycare. Sampai lebaran, buka puasa di rumah hanya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Dan alasannya bukan eksis reuni sana-sini. Tak punya tenaga untuk itu.

Di hari biasa, setengah 7 sudah sampai rumah. Di bulan puasa kemarin, jam setengah 9 baru sampai rumah. Tidak bisa langsung tidur karena Bebe biasanya belum ngantuk. Belum urusan cuci baju dan cuci piring, beres-beres rumah. Tidur jam 11, jam 4 sudah bangun lagi.

Pergi kantor biasanya jam 7, bulan kemarin jadi jam 6. Artinya setiap hari hanya tidur 3-4 jam sebulan penuh kecuali weekend!

Minggu terakhir kami kembali pakai mobil. Badan saya sudah rontok, tak sanggup bangun pagi. Walhasil Bebe pergi berdua JG ke daycare pagi-pagi dan saya ngojek jam 9 ke kantor sendirian. Dan itu sambil cicil packing buat mudik. Ke Bandung doang sih, tapi tetep aja seminggu lebih mah hampir semua barang kecuali AC dan kulkas DIBAWA SEMUA LOL.

Maka silakan pandang saya sebelah mata karena semua orang mellow ingin Ramadan diperpanjang, tapi saya mah ingin buru-buru Lebaran. Semua orang bilang Ramadan berlalu tak terasa, saya mah kerasa banget.

T_______T

Because you WOULD NEVER enjoy a full month of sleep deprivation and spend a quarter of your day on the road with a toddler. Never. Kurang tidur itu bikin cranky. Kalau alasannya menyusui masih mending. Ini alasannya macet. Kan nyebelin karena orang Jakarta adalah orang-orang paling tahan pada macet. Tapi kali ini macetnya keterlaluan.

Hari kedua saya pernah coba pulang duluan sama Bebe karena kali aja bisa nyampe rumah cepet. Tapi ternyata macetnya level GrabCar biasanya 20ribu jadi 80ribu. Buka bareng deh sama supir GrabCar. Sungguh romantis. IYA SEMACET ITU. Pake taksi 50ribu udah jadi 150ribu kali. Nggak tau ah, nggak mau coba.

T_______T

Sampai akhirnya lebaran. *sujud syukur*

Dan lebaran tahun ini ... bingung karena nenek udah nggak ada. Padahal karena nenek anak paling tua, anak cucunya hanya tinggal ke rumah nenek. Adik-adik nenek dan keluarga besarlah yang akan ke rumah nenek.

Kali ini kami berkumpul di rumah ibu saya, dan beranjak menuju rumah adik nenek. Capek ya ternyata silaturahmi lebaran door to door itu. Hehehe. Maklum biasanya jadi tuan rumah doang, kerjanya cuma makan terus tidur siang.

Udah sih itu aja. Nggak tahu mau cerita apa lagi karena nothing's special. Yang jelas senang sih karena semoga macet Jakarta kembali normal. Boleh macet tapi nggak 3 jam untuk 5 km juga keles broohhh.

*sigh*

Sekarang jam 22.02 dan saya capek banget. Mau bobo. Untung Bebe bobo jadi saya bisa nulis ini.

Selamat lebaran teman-teman! Mohon maaf segala kesalahan-kesalahan saya yaaa.

-ast-








LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

Orang-orang yang Bertahan Hidup

on
Monday, July 4, 2016



Di ujung jalan itu, jalan kecil dan pendek yang menyambungkan Jalan Palmerah Barat dan jalan satunya. Entah jalan apa namanya, jalan di samping rel kereta menuju Pejompongan. Jalan itu hanya sepanjang sekitar 100 meter, memberi nafas pada dua kemacetan. Kemacetan menuju Slipi dan kemacetan menuju Semanggi.

Kadang kedua jalan itu macet, kadang hanya salah satunya. Jalan kecil itu memberi pilihan, akankah nekat menembus macet menuju Slipi? Atau belok ke jalan kecil itu berharap jalan menuju Pejompongan lancar jaya dan tidak terhambat kereta?

Jalan itu saya lewati setiap hari. Di kedua ujungnya ada penjaga, di ujung Palmerah dikuasai satu geng (yang penampilannya seperti) "preman". Berempat atau berlima mereka "mengatur" lalu lintas orang yang keluar masuk jalan. Berharap koin-koin dari mobil yang merasa terbantu, yang merasa berutang budi karena belok di tengah macet itu memang sulit sekali.

Satu geng itu team work-nya patut diberi bonus tahunan, kalau saja mereka bekerja kantoran. Mereka memang membantu. Memberi rupiah pun rasanya tidak sia-sia. Sesekali mereka bergantian menjaga dan beristirahat dengan nongkrong di kios kecil di pinggir jalan. Mereka berkoordinasi agar semua mobil dan motor yang akan masuk gang bisa melaju tanpa membuat kemacetan baru. Saku celana mereka selalu terlihat penuh dan berat, berisi koin-koin ucapan terima kasih.

Sebaliknya dengan penjaga ujung jalan satunya.

Ia tak punya geng, ia bahkan sepertinya tidak punya teman. Seorang laki-laki yang wajahnya tampak lebih tua dari usianya. Kurus kering, kulitnya hitam legam, bahunya agak bungkuk. Terlihat helai-helai rambut putih di sela-sela rambut hitamnya yang ikal berminyak. Tak seperti rekan satu profesi di sudut satunya, ia membawa peluit. Saku celana katunnya tidak pernah tampak penuh. Ada alasannya.

Peluit modalnya itu selalu ia tiup asal-asalan. Tidak jelas meniup pada siapa dan fungsinya untuk apa. Ia terus meniup dengan tangan membentuk dua kode: melaju atau berhenti. Ia sia-sia, ia sama sekali tidak membantu, malah kadang menghalangi. Seringnya ia lah yang membuat kemacetan baru karena ia terlalu bingung untuk memutuskan, siapa yang harus lebih dulu melaju. Atau ia berdiri terlalu di tengah jalan yang sudah sempit itu. Duh.

Suatu hari ia "bekerja" dengan kain jarik melingkari badannya. Membawa anak berusia 4 tahunan. Anak ini tidak tertidur seperti anak-anak pengemis yang katanya diberi obat tidur. Anak ini bangun, melirik ke kanan kiri melihat keramaian jalan.

Hari lainnya ada seorang perempuan yang menggendong anak laki-laki itu, dengan kain jarik yang sama. Duduk di teras sebuah bangunan ujung jalan itu yang ternyata posyandu. Ratusan kali melewati jalan itu saya akhirnya menduga satu hal: mereka satu keluarga dan mereka tidak punya tempat tinggal. Mereka sepertinya tinggal di bangunan posyandu itu.

Dan jelaslah sang kepala keluarga tidak punya pekerjaan yang jelas. Ya, menjadi Pak Ogah tentu bukanlah pekerjaan. Bahkan karakter Pak Ogah yang sebenarnya pun diceritakan sebagai pemalas dan tak punya pekerjaan kan?

Kemudian saya berusaha berpikir positif. Mungkin ia tidak bekerja karena ini, karena itu. Tapi gagal. Selalu yang muncul adalah pemikiran sebaliknya.

"Masih muda kok pemalas."

"Pasti malas cari kerja."

atau

"Pasti kalau pun diberi pekerjaan, ia tak mau."

Dan pasti-pasti lainnya yang seluruhnya murni dugaan negatif belaka. Padahal satu hal yang pasti, ia adalah sebagian sangat kecil dari orang-orang yang bertahan hidup di Jakarta.

Seperti tukang tambal ban di sudut Palmerah yang lain. Kiosnya sangat kecil. Satu kali saat pergi agak siang, saya melihat ia mencuci muka dengan baskom besar di pinggir jalan. Di sisi selokan. Saya bertanya-tanya, tak punya rumah kah?

Kali lainnya pertanyaan itu terjawab karena setiap kami pergi agak pagi atau pulang larut malam, ia sudah tidur. Tidur di halte bis persis di sebelah kios tambal bannya.

Ada pula kios lainnya. Di dekat tempat makan Lapo paling terkenal se-Jakarta. Sebuah kios sempit ditempati satu keluarga dengan anak balita. Anaknya makan apa? Makan nasi atau makan bubur? Tahukah dia kalau ibu-ibu lain di kota yang sama bisa bertengkar hanya karena gula dan garam?

Kemudian ada satu ibu. Pakaiannya dinasnya adalah kebaya batik kutubaru lusuh dengan kain bawahan yang tak kalah lusuhnya. Ia hanya muncul di malam hari, bersama anaknya yang berusia sekitar 10 tahunan. Keduanya tidur di trotoar gelap, di jalan sempit kemandoran.

Saya menduga ia memang bersembunyi dan tak mau terlalu terlihat orang banyak. Mengapa tak tidur di emperan toko seperti para tunawisma lainnya? Tak bisakah ia menemukan posyandu untuk ditempati? Tak bisakah ia membuka kios agar minimal ada tempat bernaung saat hujan?

Yang jelas hanya satu hal, mereka punya kesamaan, sebagai orang-orang yang bertahan hidup di Jakarta.

Seperti juga para kuli bangunan yang bekerja sangat cepat membangun gedung-gedung bertingkat. Berkutat dengan pasir dan semen dan diingatkan artinya hidup dengan spanduk keamanan kerja terbentang di rangka gedung yang sudah setengah jadi. Spanduk putih yang berbunyi "Ingat keluarga menunggu di rumah". Kepala tertutup helm proyek, rompi orange menyala, dan sepatu bot yang penuh kotoran. Tidur di halaman proyek, di bangunan seng yang mereka dirikan sendiri.

Juga seperti kaum pekerja yang berdesakkan di commuter line dan TransJakarta. Seperti para motoris yang berbalut jaket tebal, menembus panas dan jalan luas yang tetap saja pengap. Seperti kaum yang lebih mampu yang mengeluhkan macet pada supir mobil pribadinya, pada supir mobil pribadi anaknya yang bahkan baru masuk TK. Seperti kaum yang lebih lebih mampu yang rela merogoh kocek untuk bepergian dengan helikopter di Jakarta. Mendarat dari satu helipad mall ke helipad lainnya.

Mereka yang berlimpahan harta dan mereka yang hanya bermodal peluk keluarga. Semua berlari berdampingan di kota ini, demi mengisi perut yang lapar dan cita-cita yang bahkan tak semuanya nyata. Cita-cita yang jadi seperti semu, dibaurkan lelah penat keringat. Uang-uang yang menguap entah jadi apa.

Jadi asap dan abu rokok tukang bajaj. Jadi makan di restoran setiap minggu. Jadi berkoper-koper belanja saat pesta diskon di mall, meski itu bisa menghabiskan hampir seluruh penghasilan. Dihabiskan sia-sia dan menguapkan cita-cita karena itu yang membuat lelah penat sedikit terusap. Jadi modal tenaga baru untuk berlari kembali memacu diri.

Demi bertahan hidup di Jakarta.

"After of all of the darkness and sadness. Soon comes happiness," -- Destiny's Child

We are survivor. We keep on surviving.

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!

#FAMILYTALK: Baju Lebaran

on
Saturday, July 2, 2016

EHM. Udah mau lebaran lagi yaaa. Saya nulis ini lagi deg-degan siap-siap jalan ke Bandung. Selalu nervous tiap mau mudik soalnya pernah 11 jam Jakarta-Bandung jadi yah. Jangan kira nggak capek juga ke Bandung. Mana bawa bayi kan.

Tapi topiknya nggak mudik kok hari ini. Topiknya baju lebaran. Seperti layaknya trend masa kini, ya saya nggak beli baju lebaran lah. Karena … nggak lebaran pun kan beli baju yah, malesss pas lebaran bajunya tema-tema lebaran gitu. Belum tentu dipake lagi.

Baca punya Isti di sini:

Eh lupa.

...

Beli sih kaftan seragam sekeluarga sama ibu dan adek-adek saya. HAHAHAHAHA.

Untuk pertama kalinya seumur hidup, kami punya kaftan seragam untuk lebaran. Seumur-umur nggak pernah punya seragam keluarga. Apalagi yang model batik samaan gitu karena nggak suka aja. Punyanya kebaya seragaman itu pun modelnya beda-beda, kainnya aja sama. Kalau kebaya banyak karena tiap ada yang wisuda bikin kebaya baru. -_____-

Kaftannya beli di Centro dan ternyata kaftan itu mahal yah hih. Kalau nggak bela-belain seragam aku tak rela beli baju harga segitu. Kaftan itu memang mahal atau karena mau lebaran aja mahal?

Soalnya ke Plaza Semanggi bawah, sama aja juga harganya 500ribuan. APA KABAR SIHHH? Di Plaza Semanggi bawah kan adalah tempat andalan untuk beli baju dan celana 50ribuan. Kenapa kalau kaftan mahal. -______-

Dulu sih aku beli baju lebaran banget. Apalagi kalau anak-anak ya, baju lebaran kan pressure banget. Temen-temen beli baju lebaran, YA MAU JUGALAAHHH. Ini perbincangan masa kecil banget ya kan: “udah beli baju lebaran berapa?”

Yaelah ngapain diitung juga ya kan. Hahahaha. Tapi iya sih, dari kecil saya selalu punya baju lebaran beberapa stel. Plus sepatu juga. Di luar itu jarang-jarang sih beli baju karena kan sekolah doang. Kalau kebetulan nemu aja.

(Baca: Pengalaman Midnight Sale)


Kalau sekarang udah kerja mah, beli baju terus karena bosan bajunya ke kantor itu-itu aja. Pas udah kerja tapi belum nikah, beuh uang THR semua seketika dipake belanja. Mumpung ya kan. Cuma disisihkan dikit buat ngasih ke ibu dan adek-adek serta sepupu.

Setelah nikah dan punya anak, masih sih belanja. Tapi tidak melabelinya dengan baju lebaran juga. Karena nggak dipake-pake amat saat lebaran, malah dipake kerja.

Tapi yes, alasan nggak pengen-pengen amat beli baju lebaran setelah nikah itu ada dua sih. Yang pertama uang THR dialokasikan untuk hal lain dan habis dalam kurun waktu 3 hari HAHAHAHAHAHA. Iya, uang THR itu untuk dihabiskan. Ini tips alokasi THR. Yang kedua, mending beli baju buat kerja karena baju rapi kaya baju lebaran itu dipakenya jarang-jarang.

Dan lebaran kan nggak kaya imlek ya. Kalau imlek sih emang harus pakai baju baru, lebaran kan nggak.

Bebe beli baju lebaran nggak? NGGAK. Hahahahaha. Bebe udah ngerti pilih baju sih tapi nggak ngerti lebaran juga jadi ngapain lah. Lagian kemarin abis beli baju sekaligus banyak gitu.

(Baca: Di sini biasanya saya beli baju untuk Bebe)

Tapi kekurangannya nggak punya baju lebaran adalah … pusing mikir mau pake baju apa. HAHAHAHAHA. Udah mikirin banget, pake baju apa ya, jilbabnya yang mana ya. Sepatunya yang mana ya. Mana saya 90% baju di Jakarta jadi takut ketinggalan ya kan.

Ini ngomong apa sih ya perasaan kok cerita-cerita doang. Ya gitulah intinya.

Selamat lebaran!

-ast-






LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!