-->

Image Slider

Showing posts with label habibie. Show all posts
Showing posts with label habibie. Show all posts

Cerita dari Rumah Eyang Habibie & Ainun

on
Sunday, July 22, 2018
[Ini cerita full dari rumah Pak Habibie. Karena saya diundang untuk perayaan hari anak nasional, jadi harus buat artikelnya tentang gizi dan hari anak nasional, makanya posting ini. TAPI GEMES JADINYA KEPENDEKAN HAHAHAHA. JADI INI SAMBUNGANNYA YA, PART 2 ALIAS VERSI LEBIH PANJANG DAN EMOSIONAL LOL]


"Eyang suka sekali makan ikan. Kami orang Sulawesi senang makan ikan. Ikan itu bisa dibakar, digoreng, dibuat sup. Kalau ibu Ainun orang Jawa, orang Jawa biasanya makan ikan hanya digoreng. Akhirnya ibu Ainun kalau masak itu digabung, cara Jawa dan cara Sulawesi," jelasnya.

Begitu nama ibu Ainun tercetus dari mulutnya, hati saya mencelos sedikit tapi air muka Eyang tidak berubah. Ia masih bercerita dengan semangat.

Baca cerita selengkapnya tentang Eyang Habibie Bicara Gizi di link ini ya!

Eyang menghabiskan masa kuliah S1, S2, dan S3 di Jerman sampai kemudian bekerja di sana. Namun ia dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi (1978-1998) dan kemudian menjadi Wakil Presiden, jabatan yang diembannya hanya selama 2 bulan sebelum langsung naik menjadi Presiden karena Soeharto mengundurkan diri.

Ah, Eyang.


Lahir di tahun 1936 Pak Habibie bahkan lebih tua dari kakek dan nenek saya. Boleh dong ya saya juga panggil juga dengan "eyang"? Omong-omong, Eyang ya jelas bisa ada di situ, wong itu rumahnya. Saya sendiri mengapa ikut ada di situ?

Saat mendapat undangan dari Clozette Indonesia dan Habibie Center beberapa hari sebelumnya, saya masih belum yakin benar: Ini benerankah akan ada Pak Habibie-nya di depan saya nanti? Ini benerankah acaranya di rumah pribadi Pak Habibie, bukan di Habibie Center Kemang? Dan berbagai pertanyaan lainnya yang simpan sendiri.

Berbaju biru putih sesuai dress code, sore itu akhirnya saya berdiri di depan rumah berpagar putih. Mobil terparkir berjajar di tepi jalan yang asri dirimbuni pepohonan tinggi. Beberapa videografer TV tampak merokok di depan rumah. Di sebelah mereka berdiri kokoh pagar batu, tertempel di dinding itu plat perak bertuliskan “Wisma Habibie & Ainun" dilengkapi dengan alamat rumah.

Saya tersenyum membaca plang itu karena ya, teringat lagi kisah cinta Habibie Ainun.

[Gambar dari Google Street View karena kemarin sulit sekali memotret tulisan ini, tertutup mobil parkir]

Masuk ke dalam area halaman, saya disambut seorang bapak yang tampak seperti ajudan berbaju batik, bertanya saya siapa dan dari mana. Kemudian baru berjalan beberapa meter saya ditanyai lagi oleh polisi berseragam yang kembali memeriksa nama lengkap saya dari daftar tamu.

Di depan pintu, duduk penerima tamu yang sekali lagi memeriksa nama saya dan memberi ID card untuk dipakai sepanjang acara. Saya melirik ke arah pintu, di sampingnya tertulis "Perpustakaan Habibie & Ainun” di atas semacam marmer putih yang dilengkapi dengan tanda tangan dan nama lengkap Pak Habibie dan Ibu Ainun.

Habibie & Ainun lagi.

Saya bersama beberapa orang yang kebetulan datang bersama langsung dipersilakan masuk. Berjalan melewati tempat menerima tamu yang diapit dengan ruang tamu di kanan kirinya. Saya terus berjalan sampai kembali ke luar menuju halaman belakang. Wah, ada kolam ikan!


Kolam ikan itu seperti infinity pool—disebut kolam tak berbatas karena dindingnya terbuat dari kaca. Dua kolam itu bersisian, masing-masing berukuran sekitar 3x3 meter, kolam terbelah di bagian tengah yang merupakan jalan menuju perpustakaan. Saya belok kiri menuju pendopo yang sudah ramai, wangi makanan mulai tercium, terdengar banyak orang yang bercakap-cakap pelan.


Di dalam, terlihat anak-anak SD ditemani guru dan orangtua mereka sedang makan, beberapa rekan media berbincang satu sama lain, dan tampak staf Pak Habibie (atau Habibie Center? Saya tidak bertanya) berbaju batik lalu lalang mempersilakan tamu undangan untuk makan.


Undangannya sedikit sekali ternyata. Hanya ada 30-an anak SD dengan orangtua dan guru, serta sekitar 20 media dan blogger. Saya menyimpan tas dan mulai memotret, juga mengobrol dengan anak-anak SD itu. Rata-rata kelas 5 SD, ada 2 anak kelas 6, dan ada beberapa yang masih berusia 8 tahun. Senang sekali ya, masih SD sudah punya kesempatan bertemu Pak Habibie, saya baru umur 29 tahun ini bisa bertemu beliau. Padahal Pak Habibie adalah Menristek sejak saya lahir sampai SD.



Sambil berkeliling, saya baru sadar satu hal saat melihat backdrop acara. Tertulis di bawah nama acara, tempat acara ini digelar “Pendopo Habibie & Ainun”. Habibie & Ainun lagi. Sungguh Eyang sayang sekali ya pada ibu Ainun. Semua tempat di rumah ini diberi nama "Habibie & Ainun".

Saya masuk ke dalam area utama pendopo dan mendongak. Cantik sekali langit-langitnya, berukir kayu dan dihiasi lampu gantung emas. Tiang-tiang dan pembatas ruangan juga semuanya ukiran. Setelah acara saya baru browsing dan ternyata pendopo ini bagian baru yang ditambahkan setelah rumah selesai.

Pembangunan pendopo ini dikonsep langsung oleh ibu Ainun. Bahan kayunya ditemukan di Jawa Timur, asli dari kerajaan Majapahit. Sebelum dibangun pendopo, area itu biasanya tempat tenda jika ada acara. Namun pernah saat sedang salat tarawih berjamaah, tendanya rubuh karena hujan deras. Agar kejadian itu tak terulang lagi, pendopo didirikan dan dipakai untuk berbagai acara sampai sekarang.

Rumah itu sendiri awalnya rumah dinas Habibie saat menjadi penasihat direktur utama Pertamina Ibnu Sutowo. Kadung jatuh cinta, Habibie menyatakan ingin membeli rumah itu dan disetujui. Ia pun mencicilnya 20 tahun sampai lunas. Bahkan saat jadi wakil presiden pun ia menolak pindah ke istana dan harus beradu argumen dengan Paspampres yang menganggap rumah pribadi itu tidak aman untuk seorang wakil presiden.

Masih terkagum-kagum dengan area pendopo itu, saya dikejutkan oleh suara MC melalui pengeras suara. Ia meminta anak-anak berbaris karena tur berkeliling Perpustakaan Habibie & Ainun akan dimulai. Saya juga mau ikut!


Dipandu oleh seorang bapak berbaju batik abu biru, anak-anak mulai berkeliling dari pintu depan. Ruangan yang kecil yang diapit ruang tamu itu ternyata bukan sekadar jalan masuk biasa, ruang itu disebut ruang budaya. Di lantainya tertanam keramik bulat biru kehijauan dengan berbagai gambar laut untuk menggambarkan biota laut. Sejajar dengan keramik bulat itu persis di atasnya, ada keramik serupa menempel di langit-langit, bergambar flora dan fauna Indonesia.

Keempat sudutnya juga dihiasi dengan pajangan besar, semacam lukisan tapi entah terbuat dari apa, berkilau keemasan. Semua menggambarkan budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Di kanan kiri ruangan itu merupakan ruang tamu, dindingnya dihiasi berbagai lukisan Pak Habibie dan Ibu Ainun. Ada pula beberapa koran berisi berita tentang Pak Habibie yang dibingkai rapi.


Rombongan kemudian beranjak menuju kolam ikan. Kolam ikan itu ternyata bagian dari selasar agama. Dinding di depan kolam dihiasi pajangan sejenis dengan di ruang depan namun kali ini mewakili semua agama yang ada di Indonesia. Kolam yang terbagi dua tadi juga menggambarkan laut merah yang terbelah oleh Nabi Musa. Ternyata semua bagian rumah ini ada artinya, ada filosofinya.

Di sebelah kolam ada halaman rumput yang cukup luas. Bapak pemandu menjelaskan halaman itu disebut Halaman Iptek, ditandai dengan empat patung pemikir yang berdiri kokoh di satu sisinya. Saya hanya mengenali dua, satu sosok pria yang duduk dengan dagu bertumpu di tangan replika karya Le Penseur (Si Pemikir) Auguste Rodin dan sebelahnya ada patung Ganesa. Dua patung lainnya tidak saya kenal, ada yang tahu ini kedua patung dari kiri ini patung apa?


Dari halaman kami beranjak ke dalam perpustakaan. Masuk lewat pintu kayu, area depan perpustakaan itu merupakan meja panjang untuk rapat. Di sisi kaca sebelah kanan yang menghadap halaman, terpajang berbagai hiasan pesawat terbang dan berbagai penghargaan yang pernah diterima Pak Habibie. Di sebelah pintu, duduk tenang seekor harimau tersenyum memamerkan taring. Ya sudah diawetkan dong harimaunya, masa hidup. :)))


Yang menarik perhatian tentu ruangan utama perpustakaan itu. Terdiri dari dua lantai yang ketiga sisinya dipenuhi buku hingga langit-langit. Jika ingin naik ke lantai dua, tersedia sebuah tangga putar dengan pegangan emas dengan gaya Eropa, persis seperti perpustakaan di film-film. Buku di perpustakaan ini ribuan jumlahnya, berbahasa Indonesia, Inggris, dan Jerman.


Perpustakaan itu mengakhiri tur dan rombongan pun kembali ke pendopo. Siap mendengarkan Eyang bercerita bersama dokter Damayanti.

Selain berdiskusi soal pola makan sehat, Eyang juga bercerita banyak soal masa kecilnya yang banyak dihabiskan dengan mandi di sungai bersama dua ekor kuda peliharaannya. Saat seorang anak bertanya kapan mulai bermimpi bisa membuat pesawat terbang sendiri, Eyang menjawab dengan realistis tentang pentingnya kerja keras.

“Jangan mimpi nanti kamu bangun, kaget, mimpinya hilang. Saya tidak pernah bermimpi bisa bikin pesawat, memang dari kecil saya suka main dan bikin pesawat kertas tapi saya bercita-cita jadi manusia berguna, kita itu harus kerja dengan sadar dan jangan terlalu banyak bermimpi, hasilnya akan jauh dari yang kita sangka,” jawab Eyang.


Anak-anak juga rupanya tertarik dengan cara menjadi presiden. Tapi Eyang, justru “melarang”.

“Eyang tidak pernah ingin jadi presiden. Dulu Eyang jadi presiden karena presidennya tidak bisa selesaikan masalah. Bukan karena rencanakan jadi presiden. (Kalian) tidak usah mikir jadi presiden, jadi orang yang berguna bagi negara dan agama,” ujarnya.

“Jadi presiden itu harus yang kerjanya nyata, jangan yang cuma banyak omong. Jadi presiden bukan segala-galanya, presiden dipilih hanya untuk kerja 5 tahun, paling lama 10 tahun. Eyang presiden hanya 15 bulan, tapi sudah buat pesawat terbang di Indonesia 25 tahun lebih, di Eropa belajar tentang pesawat saja sejak umur 18 tahun,” tambahnya.


Pertemuan hari itu ditutup dengan minum susu bersama dan setiap anak berbaris, bergantian foto sendiri-sendiri dan mencium tangan Eyang. Eyang dengan ramah tersenyum dan menanyakan nama serta usia anak satu per satu. Satu anak kebetulan bernama Habibie. Eyang langsung mengalihkan pandangan ke arah kami yang memotret dan bertanya serius:

“Ini ada Habibie, tapi nggak ada yang namanya Ainun ya?”

Kebetulan tidak ada. Tanpa sadar mata saya menghangat, hati saya terasa penuh. Hari itu akan jadi hari yang terus saya kenang, seumur hidup saya.

Sehat selalu, Eyang!

-ast-




Ketika Eyang Habibie Bicara Gizi

"Eyang jadi presiden karena presidennya tidak bisa selesaikan masalah. Bukan karena rencanakan jadi presiden. (Kalian) Tidak usah mikir jadi presiden, jadi orang yang berguna bagi negara dan agama."


Kalimat itu meluncur tegas dari Presiden Indonesia ke-3 Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie FREeng. Meski sempat sakit beberapa waktu yang lalu, Eyang, begitu ia menyapa dirinya sendiri, tampak sangat bugar. Mengenakan stelan jas berwarna krem dan peci hitam, senyumnya terus tersungging di hadapan sekitar 30 anak dari beberapa SD Jakarta dan Bandung yang hadir dalam perayaan Hari Anak Nasional "Habibie & Anak Indonesia" di kediaman Habibie & Ainun, Patra Kuningan, Jakarta Selatan Selasa minggu lalu.

Mengambil topik "Tumbuh Sehat dan Cerdas dengan Pola Makan Sehat Sejak Kecil", Eyang Habibie bersama dokter anak DR. Dr. Damayanti R. Syarief, SpA(K) membahas tentang pola makan sehat untuk anak-anak. Bapak dua anak yang kini berusia 82 tahun itu juga berbagi, apa saja sih makanan kesukaannya saat kecil hingga ia bisa cerdas dan menjadi insinyur pembuat pesawat?

"Eyang suka sekali makan ikan. Kami orang Sulawesi senang makan ikan. Ikan itu bisa dibakar, digoreng, dibuat sup. Kalau ibu Ainun orang Jawa, orang Jawa biasanya makan ikan hanya digoreng. Akhirnya ibu Ainun kalau masak itu digabung, cara Jawa dan cara Sulawesi," jelasnya.

Begitu nama ibu Ainun tercetus dari mulutnya, hati saya mencelos sedikit tapi air muka Eyang tidak berubah. Ia masih bercerita dengan semangat.


Dokter Damayanti kemudian menambahkan, saat ini pemerintah Indonesia sedang fokus pada banyaknya kasus stunting karena kekurangan protein hewani. Stunting menyebabkan pertumbuhan terganggu sehingga postur tubuh menjadi lebih kecil dan otaknya tidak bisa berkembang maksimal sehingga tidak cerdas.

Menurut dokter Damayanti, hampir semua daerah prevalensi stunting-nya tinggi, termasuk DKI Jakarta yang hampir mencapai 30%. Gawat juga ya. Stunting hanya bisa dicegah dengan makan sehat dengan pedoman gizi seimbang. Protein hewani harus selalu ada, makan telur setiap hari juga bisa mencegah stunting lho!

"Jadi kalian itu harus makan tiga kali sehari, di piring harus selalu lengkap ada karbo, protein, dan sayur. Jangan lupa makan buah sebagai snack, dua kali sehari di sela waktu makan. Jam 10 setelah sarapan dan jam 4 setelah makan siang," ujar dokter Damayanti.

Selain makan sehat, Eyang juga tak lupa menekankan pentingnya olahraga. Didampingi oleh ketiga cucunya (putra-putri dari Thareq Kemal Habibie) yang setia menunggu selama acara, Eyang mengajak anak-anak mengenang masa kecilnya yang dihabiskan di Pare-pare, Sulawesi Selatan.

"Eyang itu dari kecil suka berenang tapi nggak di kolam renang, nggak pakai celana renang, karena renangnya di kali. Kali tempat Eyang besar dulu di Sulawesi, di kampung pinggir hutan, kalinya bersih, dan dingin. Sampai di Jerman pun Eyang tetap berenang setiap hari bahkan di saat salju. Kolam renangnya sebesar ruangan ini (indoor) dan sudah canggih sekali, di dalam air pun kita masih bisa dengar musik," kenangnya.

Eyang menghabiskan masa kuliah S1, S2, dan S3 di Jerman sampai kemudian bekerja di sana. Kalau selama di Jerman, makanan apa sih yang Eyang makan? Apa makanan Eropa?

"Ya nasi. Saya masak nasi sendiri," ujarnya sambil sedikit terkekeh. Ia juga menambahkan tentang pentingnya banyak minum air mineral. "Jangan lupa minum susu setiap hari. Kalau di Indonesia harus minum air putih saja yang banyak. Kalau di Eropa, perlu minum susu sering-sering karena di sana dingin."

"Sehatkan diri dengan makanan yang cukup gizinya, harus banyak minum air. Karena setengah dari tubuh kita kan terdiri dari air, air yang memperlancar oksigen ke otak dan itu bagus," tambahnya.

Selain berdiskusi soal pola makan sehat, Eyang juga bercerita banyak soal masa kecilnya yang banyak dihabiskan dengan mandi di sungai bersama dua ekor kuda peliharaannya. Saat seorang anak bertanya kapan mulai bermimpi bisa membuat pesawat terbang sendiri, Eyang menjawab dengan realistis tentang pentingnya kerja keras.

“Jangan mimpi nanti kamu bangun, kaget, mimpinya hilang. Saya tidak pernah bermimpi bisa bikin pesawat, memang dari kecil saya suka main dan bikin pesawat kertas tapi saya bercita-cita jadi manusia berguna, kita itu harus kerja dengan sadar dan jangan terlalu banyak bermimpi, hasilnya akan jauh dari yang kita sangka,” jawab Eyang.


Pertemuan hari itu ditutup dengan minum susu bersama dan setiap anak berbaris, bergantian foto sendiri-sendiri dan mencium tangan Eyang. Eyang dengan ramah tersenyum dan menanyakan nama serta usia anak satu per satu.

Sehat selalu, Eyang!

-ast-

PS: Baca part 2, tentang rumah Eyang di sini ya! Cerita dari Rumah Eyang Habibie dan Ainun