-->

Semua yang Jadi (Sangat) Penting

on
Thursday, March 14, 2019
Beberapa minggu lalu, saya menghabiskan weekend yang sangat produktif. Hari Sabtu hadir di #SUSTAINEVENT VOL 1 New Period Indonesia yang berakhir mengubah habit pakai pembalut jadi menstrual cup dan hari Minggunya sharing jadi salah satu pembicara di event @safekidsindo sebagai ibu-ibu pengguna car seat.


Di event @safekidsindo itu hadir anggota komunitas mobil dan mbak Wiena dari Nusantara Menggendong. Pulang dari sana saya merenung. *halah*

Betapa sekarang, semua orang bisa “berkampanye” masing-masing tentang apa yang mereka percayai dan yakini. Bukan cuma politik atau agama ya, tapi hal-hal di keseharian yang kadang bikin merenung: KOK SEBELUMNYA NGGAK KEPIKIRAN YA?

Coba deh, ngomongin car seat aja bisa jadi satu event sendiri sampai kata MC-nya “kita mah car seat aja dighibahin” lol. Emang sih kalau dipikir sama kita-kita yang ilmu safetynya cetek, apa coba yang bisa dibahas soal car seat doang?

Ternyata banyak. Banyak banget sampai nggak selesai-selesai. Bener-bener ngerasa ih kok saya nggak punya ilmu apa-apa ya tentang keselamatan. Nggak ngerti first aid, nggak ngerti soal penanganan bencana, tau-tau doang tapi nggak paham banget.

Selain anak duduk di car seat dan pake helm saat naik sepeda dan motor, ilmu keselamatan saya hampir nol. Memang belum pernah belajar dan belum pernah terpikir HARUS belajar.

Perhatikan keyword: HARUS.

Menurut para praktisi safety dan komunitas tentang safety, yang HARUS kita tahu tentulah serba-serbi keselamatan. Tapi menurut para praktisi menggendong misalnya, mereka sangat detail soal menggendong sampai komunitasnya besar sekali di Indonesia. Mereka pasti punya keHARUSan sendiri dalam urusan menggendong.

Saya cuma taunya gendong harus M-shape thok, nggak ngerti lagi perintilan lain. Pun dulu nggak kebayang sama sekali ada yang namanya certified babywearing consultant. Kebayang pasti detail banget kan urusan gendong-menggendong ini sampai ada sertifikasinya. Car seat juga lho! Ada car seat expert yang bersertifikat.

Klasik tapi kampanye semacam ini memang terbantu sekali dengan adanya internet dan media sosial.

Saya yang sebelumnya tidak tahu apa-apa soal zero waste jadi tercerahkan karena mereka berkampanye, tak punya ilmu soal safety jadi sadar kalau keselamatan itu penting, tak mengerti sama sekali soal babywearing jadi menghargai kalau menggendong itu proses yang tidak bisa terulang (soalnya anak kan makin berat huhu).

Semua orang punya concern masing-masing, semua orang punya hal yang mereka anggap baik, semua berusaha menyampaikannya pada sebanyak mungkin orang. It’s a good thing actually. Senang sekali melihat orang berkampanye sesuatu yang positif seperti ini kan. For a better generation! :)

Tapi sebagai manusia yang senang belajar hal baru, jujur saya ngerasa overwhelmed. Wah kok ini penting itu penting, harus belajar yang mana dulu nih? Kok semua rasanya penting? Apakah saya HARUS ikuti semua gaya hidup mereka yang mereka yakini baik itu?

Of course no because it would be too perfect and people hates perfection hahahaha nggak deng becanda. Tapi ya saya ngerasa belum sanggup sih kalau harus semuanya sempurna. Pelan-pelan, belajar dulu satu-satu, diresapi dulu dan dilihat dulu prioritasnya.

Kalau merujuk materi kuliah saya dulu, ada yang namanya efek komunikasi massa (FYI aja sihhh hahaha). Ada 3 atau 4 macam tergantung siapa yang berteori. Bahwa komunikasi massa itu pasti akan berefek pada audience-nya, efeknya ada macem-macem tergantung levelnya.

1. Efek kognitif: di tahap ini, audience akan mendapat informasi yang baru dia ketahui. Mereka mendapat insight dan wawasan baru.

2. Efek afektif: di tahap ini, audience yang terpapar hal yang sama terus menerus mulai mengubah perasaannya. Mulau mengerti, mulai empati.

3. Efek konatif: di tahap ini, audience mulai bertindak. Misal lihat anak-anak korban bencana, terus memutuskan nyumbang lewat kitabisa.com.

4. Efek behavioral: tahap yang kadang digabung dengan konatif tapi intinya di tahap ini, perilaku audience mulai berubah sesuai yang diinginkan pemberi pesan. Seperti soal mengubah kebiasaan dari pembalut ke menstrual cup.

*SUMPAH KAGET MASIH INGET TEORI ZAMAN KULIAH I HONESTLY THOUGHT MY GPA IS USELESS IN FACT IT HELPS ME AT THE TIME LIKE THIS LOL*

Apa hubungannya dengan kampanye-kampanye tadi?

Selain urusan zero waste, car seat, dan babywearing sebetulnya banyak orang yang punya “kampanye” masing-masing. Dokter gigi mengkampanyekan orang tak perlu takut ke dokter gigi, pecinta olahraga mengajak orang untuk bergerak agar lebih sehat, para trainer finansial mengedukasi orang untuk melek keuangan, sampai pada pencegahan kanker, pentingnya sunscreen, ASI, keamanan di dunia digital, dan banyak lagi sesuai bidang masing-masing.

Yang pusing yang jadi audience ya? Hahahaha.

Biar nggak pusing, kita buat prioritas aja. Di tengah gempuran berbagai kampanye, kita pelan-pelan aja jalannya. Teorinya kita balik sebagai audience, minimal kita sampai tahap kognitif deh, sampai tahap tau dulu isu-isu itu.

Urusan akan jadi afektif, konatif, atau behavioral biar waktu yang menjawab hahahaha. Yang penting tentukan prioritas. Contoh prioritas kalau kalian ibu satu anak yang baru lahir misalnya. Apa dulu yang harus dipelajari? CONTOH LHO YA INI.

1. Segala yang ada hubungannya dengan makanan bayi dong tentu seperti ASI dan MPASI
2. Kalau udah lulus soal makanan, baru pikirkan safety
3. Setelah itu baru pikirkan keuangan
4. Setelah itu baru olahraga

Terus-terus dirunut dari yang bisa dan HARUS dikerjakan saat ini juga. Karena kalau sekaligus udah pasti pusing sih. Overwhelmed tepatnya kaya yang saya bilang di atas.

Padahal nggak semuanya harus diikuti saat ini juga kok. Cari ilmu dulu aja santai, kalau udah tau ilmunya biasanya jalaninnya juga lebih gampang. Karena kita akan mengubah kebiasaan dan itu hal yang bisa saja berat.

Jadi sekarang kalau kalian liat orang yang dirasa begitu ideal kaya anak bisa selalu duduk di car seat, bisa disiplin screen time, bisa selalu mendengarkan anak, dan banyak lagi, itu mungkin karena mereka memprioritaskan itu dan bisa saja mengabaikan hal lain.

Ada yang peduli sekali pada green washing, science washing, cruelty free makeup dan skin care, animal abuse, zero waste sampai sampahnya nearly zero, yang bikin kita terwow-wow. Padahal mereka bisa karena memang peduli pada hal-hal itu. Bisa saja ada orang yang sangat peduli pada animal abuse tapi nggak melakukan kebiasaan zero waste sama sekali. Bisa banget dan itu nggak apa-apa. :)

Mereka meluangkan waktu untuk belajar, untuk mengubah kebiasaan, untuk mengajak orang melakukan hal yang dia anggap sebagai sesuatu yang baik itu. Mungkin aneh untuk kalian yang baru terpapar info yang sama terus menerus tapi sebetulnya tidak aneh bagi yang sudah menjalankan bertahun-tahun.

Sebaliknya kita jangan baper juga kalau orang tidak mau bertindak sesuai dengan persuasi kita. Jangan sakit kepala dulu karena menganggap concern kalian paling penting tapi kok orang susah sih dibilangin? Ya maklum namanya mengubah habit ya. Pasti ada kendala, mungkin pola komunikasi kita salah atau mungkin ada faktor lain (seperti faktor uang misalnya hahaha).

Yang begini banyak nih, masing-masing mengeluhkan "orang Indonesia itu kurang kesadaran untuk pergi ke dokter gigi!" atau "orang Indonesia itu kurang kesadaran finansial!". Yha coba kroscek dulu diri sendiri, udah kampanye berapa lama? Apa faktor orang jadi kurang sadar? Kaya ke dokter gigi, sebetulnya orang sadar kan dokter gigi itu penting, tapi karena mahal, jadi nggak pernah muncul sebagai prioritas utama.

Jadiii … belajar hal baru apa tahun ini? Punya kebiasaan baik baru apa yang akan dijalankan? :)

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
5 comments on "Semua yang Jadi (Sangat) Penting"
  1. Yess, aku jg tanpa sadar udh ngerprioritaskan belajar skincare, blog dan finansial

    ReplyDelete
  2. Ini suara hati aku banget sih,merasa seneng dapet banyak informasi baru, tapi overwhelmed, tapi seneng LOL.

    Tapi iya ya, kita bisa pilih yg mana yg jadi prioritas kita ��

    ReplyDelete
  3. Sampai sekarang belum bisa ikutan campaign apapun itu namun suka sama merekanyang istiqomah dan selalu mematangkan diri dalam campaign nya

    ReplyDelete
  4. Jadi inget too much information will kill you. Tapi mungkin kalimat itu karena kitanya sendiri belum paham prioritas kita ya :') So, yang aku tangkap adalah tau tujuan dulu, tau prioritas dulu :D

    ReplyDelete
  5. Aku baca ini kok rasanya dipeluk yaa.. T_T

    Beberapa waktu lalu aku ikut kelas #belajarzerowaste di sana ada beberapa orang (mayoritas) yang sudah ekstrem tingkatannya sedangkan aku masih newbie.

    Banyak sekali obrolan tentang larangan ini itu..ngga boleh pakai plastik, ngga boleh naik pesawat krn emisinya gede, harus beli barang lokal krn ada jejak karbon di setiap barang yg datang ke kita. So complicated.

    Terus kita harus hidup seperti jaman baheula? Travelling around the world juga bisa bernilai lebih, adanya perekatan antar anggota keluarga yang ngga di dapat di rutinitas sehari-hari serta menikmati dan mensyukuri ciptaan Tuhan.

    I'm overwhelmed dan akhirnya leave grup itu. Pun aku tetap support pada lingkungan, berusaha mengurangi sisa konsumsi rumah tangga dan menjadi pioneer bank sampah di lingkungan kami.

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)