-->

Sex Education untuk Balita

on
Friday, February 8, 2019
Kemarin saya buka question box di IG dan banyak yang request topik sex education untuk balita. Surprise karena mikir “oh iya ya emang nggak pernah nulis soal ini di blog”.



Padahal banyak banget sih yang bisa diceritain. Terakhir saya bahas soal edukasi seks untuk balita itu baru sekadar mengajarkan perbedaan laki-laki dan perempuan. Dan itu udah tahun 2016 lho, Bebe umurnya masih 2 tahun!

Postingannya bisa dibaca di sini: Mengajarkan Gender pada Balita

Sekarang, 2 tahun kemudian, pembicaraan soal seks kami udah makin advance sih kecuali satu yang Bebe belum tanya dan saya masih deg-degan jawabnya: Gimana caranya sperma ketemu sel telur?

Belum nyampe otak Bebe ke situ dan tiap di buku ada kalimat itu saya skip dulu. Jadi sampai sekarang dia masih mikir kalau bayi itu puff! muncul begitu saja di perut. Saya BELUM ceritakan soal caranya karena anak seumuran Bebe masih cerita segala hal ke temen-temennya di sekolah tanpa filter kan.

BENER-BENER KARENA INI.

Triggernya karena sempet ketemu dan ngobrol santai sama psikolog di sebuah event. Dia cerita ada ibu-ibu di sekolah anaknya (udah kelas 6 SD) yang komplain karena anaknya diceritain soal proses pembuahan sama temennya di sekolah. Anak itu ceritain gimana caranya sperma ketemu sel telur dan bisa jadi bayi, which pasti dong ada kata-kata penis masuk ke vagina.

Si ibu merasa cerita itu too much buat anaknya, doi panik, dan KOMPLAIN KE SEKOLAH. Terus yang salah jadinya ibu yang jelasin soal proses pembuahan ke anaknya. Iya jadi dia yang salah, padahal anaknya udah kelas 6 SD juga. Emang wajar nggak sih kalau kelas 6 SD udah mempertanyakan gimana bisa sel telur ketemu sama sperma. Lha si Bebe aja baru 4 tahun udah penasaran banget soal bayi dalam perut. -______-

Saya sadar saya bener-bener sangat berpotensi jadi ibu si anak yang menceritakan proses pembuahan itu. Akhirnya saya rem dan hindari dulu bagian itu mungkin sampai Bebe SD. Atau mungkin sampai dia bisa “jaga rahasia”. Sampai dia bisa dibilangin “tapi jangan cerita ke temenmu ya, biar mereka diceritain ayah ibunya juga”. Sekarang jelas belum bisa. Sekarang mah apa juga dia ceritain ke temen sekolah kok.

Sekarang saya mau menjelaskan cara edukasi seks untuk Bebe di umur 4,5 tahun. Saya tahu cara ini mungkin terlalu ekstrem untuk sebagian dari kalian. Tapi saya nggak mau ambil risiko sih. Semakin gede, rencananya sih akan blak-blakan aja soal semuanya. Apapun yang dia mau tanya, dia boleh tanya dan saya akan jawab. Memang ini sungguh sebuah tekad.

Mungkin kalau udah remaja dia bisa jadi risih, mungkin malu, tapi harus kami duluan yang ngasih tahu dia sebelum dia tahu sendiri, tahu dari orang lain atau bahkan coba sendiri. Harus kami yang ngasih tahu dia soal proses seks, risiko, nilai yang dianut, dan segalanya. Nggak bisa guru, nggak bisa orang lain.

Sudah siap belum ibu-ibuuuu?

(Dulu pernah juga nulis sekilas: Pendidikan Seks untuk Anak)

Rasa malu level 2

Kalau secara teori kan usia balita itu cuma memperkenalkan nama kelamin dengan nama sebenarnya (penis dan vagina!) dan mengajarkan rasa malu aja. Itu tentu sudah.

Di level 1, rasa malu hanya diajarkan sekadar tidak boleh telanjang di luar kamar dan kamar mandi. Ini bisa diajarin dari sebelum 2 tahun banget sih.

Kalau sekarang di level 2 (HALAH NGARANG LHO INI LEVELNYA) dia udah otomatis malu sendiri. Bahkan ketika sepupu-sepupunya cuek aja buka baju sebelum mandi di luar kamar mandi, Bebe tetep teguh pendirian. Dia cuma buka baju di kamar mandi, pakai handuk keluar kamar, dan hanya mau pakai baju di kamar.

Rasa malu ini emang harus dibiasain dari kecil banget sih. Mengasah tentang privasi dan private parts juga jadi lebih gampang.

Tentang private parts

Speaking of privacy and private parts … ini yang paling bikin deg-degan sih karena banyak berita pedofil. T_______T Saya brainwash banget kalau yang boleh pegang penis dan pantat Bebe cuma ibu, appa, miss di sekolah, dan nini (kalau di Bandung mandi seringnya sama nini soalnya).

Ini diulang-ulang banget setiap kali inget. Saya juga tanamkan kalau private parts itu bukan cuma penis dan pantat. Kalau tidak suka pipinya dicolek orang nggak dikenal juga dia boleh marah.

Iyalah boleh marah. Aneh deh kenapa nyolek pipi anak kecil orang lain itu dianggap wajar ya?

Lha kita emang suka tiba-tiba pipinya dicolek strangers? Kan nggak! Kalau kita nggak suka ya jangan lakuin itu juga ke anak kecil karena ya LO SIAPA JUGA COLEK-COLEK. IH.

Mandi bareng

Saya mandi bareng banget sama Bebe dari dia bayi karena seru aja. Selain itu efektif juga kalau emang di rumah cuma berdua sama Bebe. Tapi masuk 3 tahun, saya stop mandi bareng.

Selama 3 tahun itu kami belajar banyak hal banget tentang anatomi tubuh. Tentang perempuan tidak punya penis dan punyanya vagina. Laki-laki tidak punya payudara dan perempuan punya.

Awalnya berhenti mandi bareng biar Bebe nggak liat nenen sih. Kasian kan abis weaning, masih harus liat nenen hahahaha. Lama-lama sekalian aja saya bilang karena sudah besar jadi tidak mandi bareng ibu lagi. Kebetulan momennya pas dengan “kedewasaan” Bebe: weaning, masuk sekolah, berhenti screen time di weekdays, stop mandi bareng.

(Baca proses weaning Bebe: Menyapih Diri Sendiri)

Tapi sama JG sih masih banget sampai sekarang dia mandi bareng. Lama-lama kebentuk sendiri juga soal ini. Di mall udah jarang mau ikut ibu ke toilet perempuan kalau nggak terpaksa. Dia protes “aku laki-laki, aku nggak mau ke tempat perempuan”. Fine! *loh kok ngegas*

Jelaskan semuanya dengan JELAS dan BENAR

Dimulai dari awal banget yaitu penis dan vagina diakhiri dengan ... JANGAN NGELES!

Sama saya sih Bebe bahas apapun karena saya nggak pernah awkward. JG tuh masih suka awkward hahahaha. Kalau dia nanya ke JG dan JG jawabnya bingung, ya saya yang jawab aja sih. Bukannya TIDAK dijawab.

Intinya kami nggak mau bikin pembahasan soal kelamin adalah sesuatu yang tabu. Jelasin bayi lahir karena baca buku soal bayi. Ya tunjukkin aja.

“Ini vagina aku kan ya (tunjuk vagina di luar celana). Rahimku di sini (tunjuk posisi rahim), kepala kamu ada di bawah sini ya udah terus kamu keluar deh dari vaginanya.”

Sesuai ekspektasi dia nanya “tapi kepala bayi kan besar, vagina kan kecil?”

Saya kasih lihat aja video gentle birth atau water birth sambil dijelasin kalau rahim dan vagina itu elastis dan kepala bayi belum keras kaya kepala kamu, bisa-bisa aja keluar dari vagina. Jelasin juga ada yang anaknya lahir lewat operasi juga, nggak semua anak keluar dari vagina.

Kenapa videonya harus water birth atau gentle birth, karena ibu-ibu yang gentle birth kan kalem-kalem amat ya. Nggak jerit-jerit, jadi nggak mengerikan sama sekali.

Manusia itu mamalia

Ini proses menormalkan proses kelahiran sih. Child birth sering dianggap mengerikan karena melibatkan darah kan. Bebe kebetulan udah tau mamalia dan jenis-jenis hewan, saya tinggal bilang aja manusia itu mamalia. Manusia melahirkan dan menyusui seperti mamalia lainnya.

Kemudian weekend itu kami binge watching semua mamalia melahirkan. Sebut aja binatang apa, kami udah lihat hampir semua binatang mamalia melahirkan. Demi menormalkan proses kelahiran!

Sampai sekarang Bebe menganggap melahirkan itu hal normal aja. Nggak tabu, nggak malu-malu, nggak aneh. Tetep pake embel-embel yang bisa melahirkan itu orang besar ya!

Beri batasan

Batasan ini baru saya kenalkan setelah pembicaraan dengan psikolog itu. Langsung “dheg” gimana kalau di sekolah Bebe cerita soal bayi keluar dari vagina ke temennya dan ibu temennya freak out. HUAAA PANIK.

Sekarang Bebe diwanti-wanti hanya boleh bicara soal penis dan vagina di rumah dan di sekolah. Jangan teriak di mall gitu. Alasannya adalah, ngeliatin penis kan malu maka diteriakin juga malu. Ngeliatin penis ke ibu kan nggak malu, diomongin ke ibu juga nggak malu.

FYUH.

Kalau kalian yang justru panik atau risih liat vagina orang lain sih gimana yaaaa. Bingung juga. Balik lagi saya nggak liat itu secara seksual sih, murni edukasi aja. Saya sama sekali nggak terganggu liat ibu-ibu telanjang, topless, water birth dengan vagina divideoin.

Sama seperti saya nggak terganggu liat lumba-lumba atau panda melahirkan. Terserah lah kalau abis ini malah salah fokus dan bilang: manusia kok disamakan dengan binatang. TERSERAH. Bodo amat.

Saya sendiri ya nggak bakalan lah bikin video water birth fokus ke vagina kemudian di-upload gitu. Tapi saya nggak pernah memaksakan standar saya untuk orang lain. Malu dan tabu kan menurut kita. Kalau menurut orang lain nggak malu, nggak apa-apa banget. Malah banyak yang menganggap video semacam itu empowering woman. Woman can do anything!

Kalau kalian ngerasa ini terlalu ekstrem dan tetep nggak mau liatin proses lahiran karena memperlihatkan kelamin orang lain, kayanya kalian harus tanya pemuka agama deh sebaiknya gimana jelasinnya. Kalau saya sih nggak mau pake kata-kata “nanti kalau udah gede juga kamu tau” karena wow terlalu berisiko.

Prinsipnya kalau dia udah nggak penasaran, dia nggak akan cari tahu sendiri diam-diam. Kalau soal seks yang dianggap tabu dari yang tertabu aja udah terbuka, semoga hal lain juga dia mau selalu cerita.

Dan kami, orangtuanya harus jadi orang pertama yang dia tanya untuk apapun. APAPUN. Bahwa ia akan selalu diterima di rumah, apapun kondisinya. Bahwa ia akan selalu anak kami, apapun alasannya. *mulai mellow* T_______T

Gitu sih. Kalian gimana ngajarin soal seks ke anak?

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
3 comments on "Sex Education untuk Balita"
  1. Kebetulan anak sy 3 perempuan semua, sy masih kebingungan menceritakan tentang haid pada wanita. Klo sy sedang tidak sholat dan tidak puasa anak2 selalu nanya kenapa? Sy jawab sedang "kotor" jadi gk boleh sholat dulu. Mereka malah tambah bingung. Kira2 bagaimana menjelaskan ke mereka?

    ReplyDelete
  2. Mungkin bisa bilang najis, krn darah itu termasuk najis, jelasin juga hal2 najis lainnya mbak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku termasuk telat diajari sex edu tp alhamdulillah dikasih tau sama ortu. Dikasih tau mulai umur 12th kelas 6 SD. Gimana aku akan haid, pembuahan, gimana terjadinya hamil, untung juga ibuku perawat jd kasih taunya secara ilmiah gitu aja dan kadang aku suka diajak ibuku untuk lihat proses melahirkan dirumah, krn jaman duluuu dokter dan RS di desa masih sulit ibuku suka bantu persalinan ibu2. Dan ayahku jg perawat, jadi aku jg ga anggap sex itu tabu.

      Delete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)