-->

A Cancelled Plan

on
Thursday, January 9, 2020

Wow I’m writing this while crying with relief hahahahaha.

Akhir 2019 dilewati dengan hari-hari menegangkan JG mau pindah kerja. Ya it’s time sih, udah 7 tahun di kantor yang sekarang. Karier naiknya pelan, pelaaannn banget. Kerjaan juga rasanya gitu-gitu aja.

Saya juga ngerasa ini sih waktunya dia untuk “gerak” pindah dari comfort zone dan kejar sesuatu untuk diri sendiri. Cari hal yang bisa bikin diri sendiri bangga dan punya pencapaian baru.

Karena selama ini yang dikejar pencapaiannya itu selalu saya. Saya mau ngapain lagi nih? Saya ambil sertifikasi apa? Saya kejar passion dengan cara apa lagi nih? Saya belajar apa lagi? Bertahun-tahun JG cuma supporter doang. Sebagai kaum non-ambis, dia nggak masalah dan senang aja jadi supporter.

Tapi sebenernya deep down saya juga pengen dia ketemu tantangan baru, orang-orang baru, networking baru. JG juga sebetulnya jenuh, lalu daftar untuk workshop broadcasting. Enam minggu ke depan dia akan workshop tiap Sabtu untuk sesuatu yang dia suka banget. Dan akhirnya mulai beresin LinkedIn.

Mulai aktif sampai tawaran kerja datang via LinkedIn bulan November. Interview lancar, nego gaji mayan alot, minggu kemarin medical check up dan lancar, proses ini itu, hari ini jam 10 tanda tangan kontrak. Gaji naik sekitar 36%, not bad sebetulnya menurut kami.

Perusahaannya lebih besar, pindah industri memang. Di industrinya, dia nomer 1 di Indonesia, multinational company, lebih besar dari company sekarang. Akan banyak belajar hal baru, dijanjikan akan banyak training (we’re that kind of people that super excited about trainings!), dan banyak hal lain.

Saya full support dan udah punya plan B serta C. Udah punya rencana ini itu karena (nah ini karenanya penting banget) karena di kantor yang baru posisinya asisten manager dan sudah diwanti-wanti dari awal kalau kerjanya mungkin tidak akan 9 to 5. Sabtu Minggu bisa jadi masuk jika diperlukan. Iya sih lembur dibayar full.

Plan A saya tentu tidak ada perubahan, saya tetep kerja, JG tetep anter jemput Bebe kaya biasa. Tapi kalau pulangnya malam terus?

Plan B saya yang anter jemput Bebe dan masih tetep kerja. Kalau ternyata capek?

Plan C saya resign jadi saya bisa fokus cuma anter jemput Bebe aja sambil mengerjakan hal lain. Udah banyak yang saya rencanakan sih. Agak nervous tapi yang konstan dalam hidup cuma perubahan, kan?

Intinya, saya menyambut 2020 dengan siap menyambut perubahan.

Plan C ini bikin JG misuh banget. Dari cuma “apa otak kamu bisa tetep kepake kalau resign?” atau “kamu bisa emang nggak ketemu orang lain dan di rumah aja?” sampai “hah udalah nanti kalau kamu resign nanti jadi rese”.

YA TERUS GIMANA?

Intinya kan yang terdampak dari perubahan ini tetep Bebe dong. Nggak mungkin saya sibuk kaya sekarang lalu JG lebih sibuk? Bebe gimana?

Tapi pemikiran resign ini diabaikan. Saya berkali bilang:

“Aku tuh terserah kamu lho, aku 80% ok kamu pindah tapi kalau kamu berat ya nggak apa-apa nggak pindah juga”.

“Aku yakin kita nggak akan menyesali ini kok. Pindah nggak boleh nyesel, nggak pindah juga nggak akan nyesel. Kita jalanin aja sama-sama.”

EH DIJAWAB DENGAN:

“Ya aku tuh bingung mau ambil atau nggak karena kamu bilang terserah. Kamu dong putusin ambil atau nggak.”

T________T

Bahkan mengambil keputusan pekerjaan pun harus saya yang mutusin. Ya kalau keputusan saya sih ambil aja, why not?

(Tentang JG yang susah ambil keputusan ada di sini ya: Anak dan Pengambilan Keputusan dan tentang Bebe yang bisa banget ambil keputusan di sini: Anak yang Bisa Mengambil Keputusan)

Sampai sore kemarin sebelum pulang kantor, JG chat sama temen kami yang memang udah lama banget kerja di industri yang sama dengan calon kantor baru. Satu kalimat yang langsung dheg adalah … “akan hectic kerjanya, nanti playtime sama Xylo berkurang”.

Ini kondisinya saya masih di kantor, JG telepon dan ceritain chatnya. Begitu nama Xylo disebut saya langsung galau. Saya langsung pengen merosot ke lantai dan “plis banget aku jadi 50:50 apa kamu perlu pindah?”

“Apa worth it?”

“Aku pengen kamu berkembang juga, punya sesuatu yang bisa kamu ceritain juga. Tapi, apa perlu?”

T________T

Perjalanan pulang dari kantor ke rumah dihabiskan dengan ngelamun. Mana dingin banget AC mobilnya dan terlalu malas minta bapak drivernya kecilin. Saya mikirin banget segala yang terjadi 5 tahun belakangan.

Makan malem itu kami bertiga mellow sekali. Saya tanya Bebe “Mau nggak pulang sekolah nggak dijemput appa?” Bebe jawab “kan bisa sama ibu”. Saya bilang “tapi setiap hari appa nggak jemput dan pulang malem?” Bebe nunduk sedih dan bilang “no no no”.

via GIPHY

Selama ini hidup kami baik-baik aja karena kondisinya seperti ini. Bebe tumbuh baik-baik saja. kami tidak kerja mati-matian lalu tidak punya waktu untuk dia. Kami kerja dengan waktu fleksibel, selalu punya quality time dan makan malam bersama, selalu punya weekend kruntelan bersama. What a privilege.

Kami menjalani hidup sebagai orangtua yang kompak dalam segala hal. Bebe tidak berat sebelah, Bebe akrab dan dekat dengan kami berdua. Tidak masalah kalau harus hanya bersama appa atau hanya bersama ibu. JG bisa meng-handle Bebe sebaik saya. Dalam kondisi apapun, pada Bebe, kami satu suara sebagai orangtua.

Kami menjalani hidup sebagai suami istri yang seru sekali dan masalah yang muncul sangat-sangat sedikit. Ya karena komunikasi lancar dan waktu berkualitas yang memang banyak. Apa perlu ini diubah demi tantangan baru? Demi pencapaian baru?

Dengan risiko waktu bersama Bebe akan berkurang? Dengan risiko tidak bisa main saat weekend karena lembur? Dengan risiko tidak bisa anter jemput Bebe padahal itu adalah bonding time antara Bebe dan appa? Dengan risiko tidak bisa main-main ke mall berdua Bebe sepulang daycare dan tidak bisa main nintendo bareng saat weekend?

Iya kalau tantangannya hanya di kantor, kalau tantangannya jadi masalah keluarga gimana? Ah, udalah kami terlalu takut ambil risiko itu.

Pagi ini saya chat di group keluarga, mengabarkan kalau pekerjaannya tidak jadi diambil. Ibu saya bilang “Kebersamaan bersama keluarga itu yang lebih mahal. Waktu sama anak yang mahal. Nggak akan terulang lagi. Nggak terasa sekarang aja udah mau SD”.

MAKIN AMBYAR NGGAK?

NANGIS. :(((((

Dulu sering banget denger kata-kata kaya gitu tapi nggak pernah tersentuh karena nggak mengalami. Sekarang begitu hampir mengalami rasanya baru sadar "oh ini maksudnya, ini maksudnya waktu tidak bisa diulang". :')

So here we go, kembali ke rutinitas biasa lagi. Rencana A B C batal semua dan ternyata jadi lega sekali. Uang bisa dicari, tapi waktu nggak bisa kembali. Kesempatan karier mungkin nggak datang dua kali tapi hari yang dilewati sekeluarga pun nggak bisa diulang lagi.

Semoga rezeki uang datang dalam bentuk lain ya! Rezeki waktu tinggal kami syukuri saja. :)

PS: Memang sepertinya saya akan rese kalau resign hahahaha.

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
7 comments on "A Cancelled Plan"
  1. Teh Icha aku kok berasa deg2an ya baca ini. Salut sama keputusan yg diambil. Semoga ada rezeki dalam bentuk lain ya Teh. Ini klise tapi aku mau bilang aja tetep semangat buat menjalani hidup ini!! 😊😊

    ReplyDelete
  2. Aku pernah di posisi ini. Suami pengen resign krn karir naiknya pelan. Sering banget nangis. Zona nyaman nggak selalu buruk kok. Kita bertahan di zona nyaman karena ya memang yang dikorbankan itu berat. Waktu. Nggak akan bisa balik. Rejeki banyak bentuknya, termasuk kebersamaan.

    ReplyDelete
  3. ngebaca ini saya juga ikutan jadi galau mba..
    siapa yg ngak mau coba pindah kerjaan dengan gaji yg lebih besar 36% dari gaji sebelumnya, akan ada training untuk ngembangin diri, plus dapat tantangan baru..
    tapi tetap pasti semua ada resikonya sih..
    tapi ya itu memang mba, rezeki dalam bentuk uang masih bisa diganti, tapi waktu bersama keluarga itu yang paling penting banget..
    semangat mba.. semoga suami mba bisa dapetin lagi kerjaan yg bagus tapi tantangan untuk keluarganya minim.. hehehe

    ReplyDelete
  4. bacanya tu kayak aku mengalami sendiri semuanya. dan ikutan lega di akhir tulisan :)
    Aamiin untuk doa di bagian terakhirnya, mba :)

    ReplyDelete
  5. Waktu ga bisa diulang...
    Langsung kepikiran sama ponakan yang dulu pas masih TK sama SD awal-awal gitu suka ngajak aku main tapi kadang suka aku cuekin soalnya capek, terus sekarang dia gedean mau lulus SD rasanya udah beda lagi dia nggak kayak dulu😭 yaiya
    Ya gitu aku penyesalan datangnya belakangan

    ReplyDelete
  6. mba icha, entah kenapa kok aku jadi ikut nangis baca ini. ikut seneng mba icha dengan endingnya.

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)