-->

Mengajarkan Kesetaraan Gender pada Anak

on
Monday, February 18, 2019
WEH BERAT BAHASANNYA. Pasti banyak yang nggak setuju dan itu nggak apa-apa banget.

Oiya seperti biasa harus pake disclaimer: nggak bakal bahas dari sisi agama dan kalau ada yang komen bawa-bawa agama silakaaannn ... di blog kalian sendiri ok.




Topiknya kesetaraan gender. Banyak yang takut banget sama istilah ini. Kayanya kalau keluarga menerapkan ini pasti ibunya kurang perhatian ke anak, suami nggak keurus, anak nanti jadi brutal. Apakah itu terjadi pada kami? Ya nggak lah apa hubungannya sih.

Menurut kami, topik ini adalah values penting yang memang harus diajarkan sejak kecil. Karena, JG juga adalah feminis yang nggak sadar dan nggak melabeli diri sampai saya bilang “kamu tuh feminis banget lho”.

Saya tidak punya batasan cowok harus begini dan begitu. Seperti pun JG tidak pernah membatasi karena saya perempuan saya harus melakukan ini dan itu. Bagi kami, batasan soal gender itu hanya sebuah konstruksi sosial. And remember, don't let society define you! Dia bebas berekspresi, saya juga bebas. Kami tetap punya batasan yang kami sepakati bersama. Tapi intinya kalau dia bisa, maka saya juga bisa. — dari postingan Pria Maskulin dan Seksualitas.


Iya kami tidak melihat tugas rumah tangga sebagai tugas istri, tidak melihat suami harus dilayani, bahkan kami sangat jarang pakai istilah “suami istri”. JG sampai detik ini refer ke saya sebagai “pacar” karena “suami istri” itu lekat dengan peran-peran tertentu dan kami tidak memerankan itu. We’re life partners, bestfriends. :)

Meski tampak bebas, kami sebetulnya clingy banget satu sama lain lebih karena ekstrovert tidak suka kesepian hahaha. Jadi ke mana-mana bertiga, saya mau pergi sama temen boleh aja tapi hampir pasti saya dijemput. JG main bola sama temen silakan tapi saya dan Bebe tungguin juga.

Btw kalian yang menikah biar punya istri yang melayani mungkin akan aneh dengan konsep ini. Wajar dan nggak apa-apa asal sepakat aja sama istrinya kan. Menikah itu bebas asal sepakat. Karena kalau tidak sepakat, artinya beda prinsip. Udah pernah dijembreng di postingan ini: BEDA PRINSIP

INTRONYA KEPANJANGAN.

Intinya kami mau Bebe gedenya kaya JG. Nggak mengkotak-kotakkan perempuan harus gini dan gitu, nggak beralasan nggak bisa melakukan sesuatu karena dia laki-laki, nggak depresi karena laki-laki nggak boleh nangis.

Apa aja yang kami ajarkan tentang kesetaraan gender pada balita?

“Anak laki-laki harus kuat! Anak cowok kok nangis!”

Lha kenapa harus kuat dan nggak boleh nangis coba. Pernah saya bahas lebih lengkap di postingan ini: Laki-laki itu manusia. Laki-laki ITU bukan JUGA. Bukan “laki-laki JUGA manusia” karena ya MEMANG MANUSIA kan? *loh kok marah*

Ini juga berkaitan dengan salah satu prinsip membesarkan anak yang sudah dijembreng panjang lebar di postingan Memahami Anak yaitu:

Kami memvalidasi emosi. Kamu boleh marah, boleh sedih, boleh kecewa. LAKI-LAKI BOLEH NANGIS. Boleh lemah. Boleh nggak merasa strong dan boleh minta bantuan. Boleh banget!

Boys will be boys

“Alah berantem mah biarin lah namanya juga anak cowok”

Bisa membela diri itu perlu tapi nggak perlu pembenaran “biarin lah namanya juga anak cowok” NO. Berantem apalagi bullying, sebagai pelaku atau korban apalagi di usia dini bisa jadi trauma di masa depan.

Jadi kami ajarkan ia membela diri dengan tidak boleh bertindak agresif lebih dulu. Kalau dipukul maka pukul balik, kalau didorong maka dorong balik, TAPI tidak pukul duluan dan tidak dorong duluan. Yang terpenting adalah tidak pakai pembelaan apalagi di depan anak dengan “biar aja namanya juga cowok”. Kalimat itu toxic. Hal buruk adalah hal buruk, tidak bergantung pada jenis kelamin pelakunya.

Toys, colors, house chores have no gender

Di rumah ini, kami sebisa mungkin tidak memberi gender pada mainan atau warna. Baru itu karena Bebe masih kecil aja sih. Semakin dia besar pasti semakin kompleks lagi pembahasan gender equality ini.

Rada kaget ketika dia mulai sekolah, dia tiba-tiba tau dan mempertanyakan “appa kok suka pink? Appa kan laki-laki?” Wow tapi memang lingkungan kan nggak bisa kita ubah sesuka hati ya.

Akhirnya ditanya, tau dari mana pink itu untuk perempuan? Dia nggak bisa jawab. Mungkin mengasosiasikan dengan anak-anak cewek di sekolah yang serba pink.

Abis itu dijelasin aja, laki-laki boleh kok suka warna pink, warna itu bukan punya siapa-siapa. Semua orang boleh pilih warna kesukaan dia. Jadi sekarang dia berubah pikiran dan nggak mikir pink itu hanya untuk perempuan.

Begitu pun dengan mainan. Pengen mainan masak-masakan ya saya beliin aja, masak beneran dia pengen bantu ya boleh. Dia tidak dibatasi ini dan itu hanya karena dia laki-laki.

Consent

Ini saya ajarin banget sih kalau tidak itu artinya tidak. SUSAHHHH. Karena namanya anak kecil kan belum dipikir amat ya.

Consent ini nggak selamanya berhubungan dengan kegiatan berbau seksual lho. Saya ajarin sesederhana anak lain nggak mau main, jangan dipaksa, anak kecil tangannya nggak mau dipegang, nggak boleh maksa megang, consent dari hal paling sederhana dan bisa dipahami anak balita.

Juga yang berhubungan dengan private parts, saya nggak cuma bilang "badan kamu yang nggak boleh dipegang itu ini, ini, dan ini karena itu milikmu" saya juga jelaskan kalau dia juga nggak boleh pegang private parts orang lain. No is no.

“Kamu kan laki-laki”

Kami nggak pernah pakai kata-kata “kamu kan laki-laki maka kamu …” Apa yaaa penjelasannya, tugas kita ya jadi manusia baik. Itu aja sih, nggak ada ceritanya perempuan harus begini dan laki-laki harus begini.

Yang harus itu cuma satu: kalau punya anak makan kita harus kerja untuk menghidupi dia. Yang lain nggak ada harus-harus.

*

Nah, terus saya juga sering dapet pertanyaan: "Xylo suka mainin makeup nggak? Harus gimana kalau anak cowok mainin makeup?"

Sampai sekarang hampir 5 tahun, Xylo belum pernah sekali pun berantakin atau rusakin makeup sih.

Kenapa? Karena kalau penasaran saya kasih tau dan nggak dimarahin. Misal dia liat lipstik terus kepo, ya udah saya liatin cara kerjanya gimana. Kepo liat bulu mata ya udah liatin aja bulu mata itu gimana. Iya harus sabar tapi kalau dilarang-larang dia jadinya penasaran dan pasti akan melakukan sembunyi-sembunyi.

Kalau ikutan main makeup? Mentok dia sok-sok gambar alis atau kepruk-keprukin brush ke pipinya. Boleh aja sih nggak pernah saya larang. Nggak sesering itu juga dia kepo pengen ikutan makeup jadinya yaaaa nggak liat itu sebagai masalah sih. Takut ini dan itu? Masa anak cowok main makeup?

Buat saya, masalah gender dan sexuality itu jauhhh lebih kompleks daripada sekadar anak laki-laki main makeup. Makeup itu dekorasi, sama seperti floral itu pilihan motif, nggak berhubungan langsung sama seksualitas. Ini bisa jadi panjang jadi sudahlah cukupkan sampai di sini.

*

Balik lagi ya ini value keluarga kami, bisa jadi berbeda dengan kalian dan itu nggak apa-apa juga. Tujuannya sih jelas, biar dia nggak jadi laki-laki yang memendam perasaan hanya karena dia laki-laki. Biar dia nggak jadi laki-laki yang pake fisik dan bukannya perasaan. Biar dia jadi laki-laki yang tahu batasan dan memanusiakan perempuan. Biar dia jadi laki-laki yang bisa menghadapi segala cobaan, dari masak sendiri sampai jagain anak.

Biar dia jadi laki-laki yang bisa menentukan dan menemukan kebahagiaannya sendiri bukannya bergantung pada bagaimana perempuan memperlakukannya. :)

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
1 comment on "Mengajarkan Kesetaraan Gender pada Anak"
  1. Poinnya aku ngertii :)
    .anak2 cewek boleh main mobilan, tembakan. Di rumah gituu.. cewek2 harus kuat, nggak cuma laki.
    Tetap ada hal2 yg nggak terlalu setara klo aku..

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)