-->

#FAMILYTALK: Mengenalkan Gender pada Balita

on
Saturday, June 4, 2016

Oke, ini kayanya agak kurang tepat disebut gender sih, tapi nggak sepenuhnya tentang jenis kelamin juga. Tapi dapet kan maksudnya?

Di dunia yang setiap hari penuh pelecehan ini (seperti kasus pramugari Garuda itu atau lebih parahnya lagi tentang sexual harassment di kampus), saya ingin mengajarkan sejak dini pada Bebe bahwa ada laki-laki dan ada perempuan. Bahwa ada hal-hal yang tidak boleh Bebe lakukan pada perempuan karena perempuan harus dihargai.

Bebe should never harass or abuse woman in any way possible. Physically or verbally. NO, and that's me and JG's responsibility.

Baca punya Isti:

Ketika saya curhat ini pada psikolog, psikolognya agak bingung karena memang terlalu dini untuk Bebe mengerti ada bedanya laki-laki dan perempuan. Bebe baru akan berusia 2 tahun akhir minggu ini, FYI.

Kata psikolognya: "Ibu, ketika anak melakukan sesuatu yang salah, ia tidak boleh melakukannya, baik pada laki-laki ataupun perempuan. Misal ia mendorong anak lain sampai jatuh, ia tidak boleh seperti itu, baik pada anak laki-laki atau perempuan."


Iya, tapi sebenarnya ada hal-hal yang bisa dilakukan bersama teman laki-laki, tapi tidak dengan teman perempuan. Seperti misalnya lari-lari keliling ruangan kemudian saling menabrakkan diri.

Bolehlah main begitu sama anak laki-laki karena pas tabrakan terus jatuh timpa-timpaan gitu malah ketawa-tawa kan anak laki-laki mah. Masalahnya ketika anak perempuan diperlakukan sama, ditabrak sampai jatuh. YA NANGIS LAH. Ada sih anak perempuan yang nggak nangis, tapi sebaiknya jangan main kasar gitulah sama anak perempuan. Kecuali anak perempuannya yang ngajak main duluan ya.

Atau di rumah. Bebe dan JG senang main gulat-gulatan, Bebe loncat-loncat atau berdiri di perut JG, atau loncat terus duduk seketika. Ya mereka main gitu lempeng aja, tapi ketika Bebe berusaha main gitu juga sama saya. YA NANGIS LAH SAYA.

Sakit badan banget sissss. Kejeduk kepala aja kepala saya yang pusing, Bebe mah ketawa-tawa aja lanjut main. (WHY GOD WHY)

(Baca juga: 10 Tips Agar Balita Cepat Lancar Bicara)


*

Mendengar cerita saya, psikolognya baru ngerti. Bebe sudah terpapar lingkungan dengan banyak anak sebaya sejak kecil jadi mau tidak mau masalah ini muncul karena dia merasa akrab dengan semua temannya. Ya kalau anak yang di rumah aja kan nggak mungkin tiba-tiba main tabrak-tabrakan dengan anak yang baru ia temui di mall gitu. Pasti lempeng aja.

Psikolog-nya kemudian menjelaskan bahwa sampai usia 5-6 tahun, pengetahuan anak tentang jenis kelamin masih blur. Oke di umur 4 tahun dia akan tahu bedanya. Ayah itu laki-laki dan ibu itu perempuan, tapi itu mungkin hanya tau dari penampilan fisik, dia belum tahu apa yang harus dilakukan pada orang dengan penampilan fisik seperti itu?


Jadi gimana dong cara mengajarkan gender pada balita? 


1. Jelaskan berulang-ulang


Ini yang paling utama saat ingin menanamkan sesuatu pada anak. Jelaskan dan jangan bosan. Saya selalu berusaha menjelaskan "Bebe, xx itu perempuan. Jangan seperti itu pada perempuan ya. Main kaya gitu dengan xx atau yy aja (yang laki-laki)."

Atau saat Bebe nimpa-nimpa saya, saya akan bilang: "Main seperti itu dengan appa ya, tidak dengan ibu."

Bebe? Bengong dong tentu saja. Tapi ya, saya ulang dan saya ulang. Biarlah semoga tetap ada di ingatan meskipun belum 100% mengerti.

2. Bedakan antara laki-laki dan perempuan

Caranya kalau ada topik yang bisa sekalian belajar, sekalian selipkan pelajaran hahaha. Kaya misalnya liat saya solat pakai mukena.

Bebe: "Ibu pake mukena?"

Saya: "Iya karena ibu perempuan, kalau laki-laki seperti Bebe dan Appa, pakainya sarung."

Bukan semata-mata mengajarkan sarung dan mukena, tapi mengajarkan bahwa ibu dan appa berbeda.

3. "Kakak cantik"

Kalau bertemu dengan anak kecil perempuan, saya selalu menyebut mereka dengan "kakak cantik" tapi kalau anaknya laki-laki, saya hanya bilang dengan "kakak". Untuk diferensiasi aja sebenernya.

Dan Bebe ngerti banget! Di buku-buku dia kalau ada gambar anak perempuan dia bilang "kakak cantik" sebaliknya kalau anak laki-laki dia hanya bilang "kakak". Berarti tinggal sabarnya aja ya ini sampai dia tidak memperlakukan anak perempuan seperti anak laki-laki. Hahahaha.

4. Alat kelamin
Menurut teori psikososial-nya Sigmund Freud (WOOO BAWA-BAWA SIGMUND FREUD WOOOO), dari usia 2 sampai 6 tahun adalah fase phallic di mana anak mulai tertarik dengan alat kelamin. Makanya suka dipegang-pegang ya kan.

Bebe pernah nanya: "ibu t*tit ibu mana?"

Nah itu saat yang tepat untuk menjelaskan bahwa ibu tidak punya karena ibu perempuan. Appa punya karena appa laki-laki. Nggak awkward sih karena ya ngomong sama anak sendiri masa awkward?

"Don't be awkward because we want that we, his parents, will be the one he relies on when it comes to sexual questions. Nowhere else."

5. Ajari tentang rasa malu

Bahwa keluar kamar mandi itu harus pakai handuk. Keluar rumah itu harus pakai baju dan celana lengkap. Sekalian juga ajari bagian-bagian yang tidak boleh dipegang orang asing.

Ya ini udah banyaklah artikel soal mengajari rasa malu ini pada anak. Ini penting untuk menjaga anak juga.

*

Udah sih itu aja. Untuk hal lain seperti warna dan mainan, Bebe gender free sih. Nggak berarti karena Bebe laki-laki dia jadi nggak pake baju pink. Atau karena dia laki-laki dia jadi dilarang main boneka. Boneka Bebe banyak banget dari bayi, mau main masak-masakan boleh, meski mainan favoritnya ya main mobil-mobilan dan bola juga.

Apalagi soal urusan rumah tangga. Benci banget saya yang membagi-bagi urusan rumah tangga sebagai urusan laki-laki dan urusan perempuan. Jadi anak perempuan belajar masak-masakan dan anak laki-laki main lego bikin rumah gitu? Ew, no. Kalau Bebe mau keduanya boleh, mau main masak-masakan aja juga boleh.

Kalau JG selalu mencontohkan sekolah-sekolah di mana ya lupa (Inggris apa ya?) yang men-gender neutral-kan sports. Jadi tim sepakbola itu campur aja laki-laki dan perempuan, nggak digabung karena kata siapa sepakbola itu olahraganya laki-laki? Kalau perempuan mau juga boleh.

Yes, being a parents is a never-ending homework, with our children as our teacher. :)

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
8 comments on "#FAMILYTALK: Mengenalkan Gender pada Balita"
  1. Akuuu sepak bola eh bukan deng.. Akuuu suka main futsal haha. Sering ikutan lomba juga, ya walaupun bukan penyerang sih. Tapi enggak berani main campur sama cowo mah sekarang. Soalnya pas futsal suka nubruk/tabrakan, sama kontak fisik kena beberapa bagian tubuh yang jadinya (buat aku) enggak nyaman. Terus dari segi kekuatan sama stamina juga beda. Main sama perempuan aja kadang bikin lebam-lebam kaki. Ini futsal apa berantem? haha.

    *maaf komentarnya enggak nyambung :D
    *sapu-sapu

    ReplyDelete
  2. Kami belum pernah mengajarkan ttg gender scr khusus, sih. Cuma kami menjelaskan pd saat diperlukan. Misalnya, ketika anak kami (tiga) yg semuanya cewek, seperti takjub melihat sepupunya (cowok) sedang dimandikan ibunya. Mungkin dkm pikiran mereka, kok beda ya? He... Saat2 seperti itulah kami menjelaskan.

    ReplyDelete
  3. Kurasa yang seperti ini terlewat dari para orang tua. Dipikir alami saja ntar juga tau. Aku setuju sama Oom Freud, siapa tau ada kelainan kan biar ketauan sejak dini

    ReplyDelete
  4. Nomor 2 ama 5 kali ya yg sekarang udah mulai diajarin. Ini emang penting banget, dari film juga bisa dikit2 kayaknya ya. Film kartun orang gitu, ada putri dan ada juga raja (kalo fairy tale). Dan bagaimana kedua karakter tsb berbeda jg sedikit2 bisa terlihat di film. Dan aku bener2 menghindari film yg berbau same sex relationship.

    ReplyDelete
  5. Kurang lebih sama, tapi klo anak cowo main mamah2an gitu, aku ngga bolehin
    Wah bebe mau milad yaa sbentar lagii :)

    ReplyDelete
  6. Arsyad umur 1 tahun jg sudah mulai masuk fase itu dan aku selalu nerangin ttg alat kelaminnya. Aku lebih ke "itu pe*is Arsyad tidak boleh ada yang pegang2" kata eyangnya sih masih terlalu dini tapi ya aku mah keukeuh weeh ngajarin ke arsyad

    ReplyDelete
  7. Dengan mengajarkan gender pada anak di mulai dari usia dini diharapkan akan mengurangi kejadian pelecehan seksual ya mba ? benar mba mengajarkan anak itu harus sabar, telaten dan tidak mudah bosan

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)