-->

Ini Bedanya Wartawan dengan Blogger

on
Tuesday, August 25, 2015

*baru blogging segini doang udah belaga bikin ginian bahahahah. ya maklum, sini masih muda kan, makin tua emang makin banyak pengalaman, tapi masa harus nunggu tua dulu baru mau nulis lol*

Sekarang ini semakin banyak kan yah brand yang membuat acara yang mengundang wartawan dan blogger untuk sama-sama meliput. Banyak juga yang bikin dua kali, pagi press conference dengan wartawan, siang gathering dengan blogger. Acaranya sama.

Sebagai mahasiswa jurnalistik yang ngelotok soal teori dan mantan wartawan yang kini blogging, saya merasakan sekali perbedaannya. Bagaimana menulis sebagai wartawan untuk media, dan menulis blog untuk website kita sendiri. Terutama menyangkut brand atau menulis laporan event.

Saya juga suka bingung setelah tahu kalau ada yang minta profesi blogger "disamakan" dengan wartawan. Atau yang bilang suatu hari nanti blogger levelnya akan sama dengan wartawan. Mmhhh gimana ya? Yakin?

Kalau persamaannya sih jelas. Sama-sama menulis laporan setelah acara. Sama-sama "digaji". Sama-sama dibaca orang banyak.

Eh sebelum makin panjang, saya garisbawahi dulu ya. Ini blogger level kaya saya, ya level blogger perempuan yang blogging soal keluarga, kecantikan, kehidupan sehari-hari. Bukan blogger "serius" yang membahas pemerintah, politik, isu-isu nasional, dll. *jadi menurut lo kecantikan bukan isu nasional neng?* *emang bukan keles* :/ Wartawannya juga wartawan hiburan ya, bukan wartawan politik. :/

(Baca pengalaman saya jadi wartawan di sini)

Ini dia detailnya.

1. Blogger menulis laporan BOLEH dengan opini, wartawan TIDAK

Yes. Kalau menurut lo acaranya jelek ya bilang jelek. Menurut lo MC-nya cantik ya bilang cantik. Tapi kalau wartawan tidak boleh pakai opini di setiap tulisannya. Wartawan harus pinjam opini praktisi, narasumber siapapun yang relevan.

Saat kemarin saya training dengan wartawan Reuters, dia mengkritik wartawan yang selalu bilang "perempuan cantik". Apa itu cantik? Wartawan seharusnya menggunakan deskripsi seperti misalnya kulit putih, hidung mancung, rambut rapi terurai, dan sebagainya. Biarkan yang mendefinisikan cantik atau bukan adalah pembaca.

2. Wartawan harus cover both side, blogger tidak.

Misal mau menanggapi sesuatu. Ya blogger mah nulis aja sesuai kata hati. Kalau wartawan nggak bisa dong, harus cari narasumber yang bicara. Kalau topiknya dua sisi, ya harus diwawancara dari kedua sisinya dan harus dikroscek pada ahlinya.

Misal blogger nulis soal food combining. Ya udah yang dibahas soal food combining aja. Kalau wartawan harus ada wawancara dari praktisi kesehatan seperti misalnya dokter gizi.

3. Kebijakan media vs kebijakan blogger pribadi

Banyak blogger yang menyerahkan semua keputusan pada klien/brand. Sebaliknya wartawan justru lebih punya suara atas tulisannya. Ini berkaitan dengan policy masing-masing aja sih sebenernya.

Jadi kalau blogger biasanya diberi brief lengkap tulisan harus begini begini begini. Beberapa malah menyertakan: nada tulisan tidak boleh bernada negatif. Kalau sudah begini ya tergantung masing-masing, kalau memang tidak suka produknya apakah mau diambil tapi menulis dengan tidak jujur? Apakah nanti kalau ternyata nggak suka tapi akan tetep bilang suka?

Saya jadi senang sekali jika ada brand yang menyertakan: "please honest review ya, mbak!" Karena secara nggak langsung artinya mereka terbuka pada kritik. :)

Kalau wartawan? Ya nggak dikasih brieflah. Liputan sendiri, wawancara sana-sini sendiri.

4. Firewall. Iklan atau bukan?

Ini termasuk dalam kebijakan yang saya sebut di poin 3. Saya sendiri dulu hanya menyertakan label "adv" untuk posting advertorial. Tapi sekarang saya juga menyertakan [SPONSORED POST] di atas postingan jika saya menerima imbalan atas posting tersebut.

Fungsinya agar pembaca tidak kaget kalau di akhir tulisan pada akhirnya mempromosikan sebuah brand. Saya kadang suka sebel sendiri soalnya, lagi seru baca topik postingannya, eh bawahnya iklan.  Hahahaha *baper* *macam ABG masa kini* *sigh*

[SPONSORED POST] ini istilah jurnalistiknya adalah firewall. Garis api. Secara teori jurnalistik demi independensi, harus ada firewall yang membedakan sebuah artikel itu berbayar atau tidak. Media online biasanya membuat sub judul advertorial dan di URL nya ada kata adv atau advertorial.

Media cetak biasanya mengubah font dan memberi background warna berbeda, di halaman-halaman advertorial.

Kalau ada blogger yang nggak pakai label juga sah-sah aja sih bebas. Kan tergantung kebijakan masing-masing aja.

5. Tentang "kebetulan beli" atau "kebetulan hadir"

Ini juga sama. Sering liat blogger bilang, kebetulan kemarin baru beli anu. Padahal barangnya disponsorin. Tapi karena briefnya harus pura-pura beli yaaaa, ya udah pura-pura beli. "Kebetulan hadir" juga sama. Padahal diundang ke acaranya lol

Wartawan mana boleh. Nggak bolehlah pakai kata "kebetulan". There's no such thing as coincidence. Semua harus dijelaskan sebenar-benarnya.

Segala bias-bias gini bisa terpecahkan dengan nulis sponsored post sih, tapi ya balik lagi. Bebaslah mau jujur apa ga juga. Terserah aja sih. Hahahaha.

6. Draft diperiksa klien

Meh banget kalau buat wartawan. Wartawan beneran, nggak maulaahhh draftnya dibaca dulu oleh klien atau narasumber sebelum publish. Apa urusannya? Itu udah termasuk kategori "sensor".

Kalau blogger, ada beberapa brand yang minta draft dulu sebelum publish. Saya sih ya nggak apa-apa kasih aja dulu. So far sih belum pernah ada yang minta ralat. Mereka minya draft biasanya untuk recheck takutnya ada fakta yang kurang tepat.

Belum pernah ada brand yang minta mengubah isi tulisan karena saya nulisnya negatif misalnya. Triknya jadi memang di awal sekali saat menerima job. Terima brand atau produk yang benar-benar kita sukai.

7. Bayaran

Wartawan jelaassss ga boleh terima uang dari penyelenggara acara. Karena jatuhnya langsung jadi "sogokan" untuk menulis yang baik-baiknya saja. Wartawan kan udah digaji sama medianya.

Sementara blogger justru "digaji" oleh klien. Ini yang kadang bikin pusying. *lo aja keles* Karena dibayar oleh klien, gimana bisa independen? Gimana bisa jujur? Jawablah dengan nurani *apalah* Yang jelas, percayalah, banyak full time blogger yang gajinya lebih besar dari gaji bulanan wartawan ibu kota. :)

*

TOLONG DIGARISBAWAHI: Segala hal ini nggak berlaku kalau posting lomba ya! Ya posting lomba blog mah jangan negatiflaahhh. Hahahaha. Makanya untuk posting lomba, saya pakai tag berbeda yaitu "tentang lomba blog".

Kalau gitu yakin blogger ingin disamakan dengan wartawan? Wartawan malah ada yang nggak boleh terima goodie bag pun loh dari siapapun. Masuknya udah gratifikasi. Apalagi terima gratisan-gratisan kaya blogger. Fix lah lebih enak jadi blogger ajah. LOL.

Jadi yang ingin blogger disamakan dengan wartawan, ya ini kali sekarang. Sekarang sudah sama. Sama-sama diundang event, sama-sama meliput. Tapi selain sisi itu, keduanya mungkin tidak akan pernah sama. :)

Kthxbai. Selamat Selasa!



***




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
21 comments on "Ini Bedanya Wartawan dengan Blogger"
  1. lebih enak jaid blogger ya,apa adanya,semua ditulis hehehehe.. #eh

    ReplyDelete
  2. Karena aku baru banget blogging, jadi kurang memperhatikan isu-isu blogging yg seperti ini. Ketahuan deh eike kudet ya cyiiint hahha...
    Okey, nambah ilmu setelah baca ini. XD

    ReplyDelete
  3. Ga mau ah disamain..orang lebih enak jadi blogger kok ;)

    ReplyDelete
  4. suka suka suka

    karena aku mantan wartawan dan sekarang menjadi blogger murni..

    ReplyDelete
  5. Kayaknya saya harus belajar banyak dari blog x mbak...thanks info x

    ReplyDelete
  6. "Sementara blogger justru "digaji" oleh klien. Ini yang kadang bikin pusying. *lo aja keles* Karena dibayar oleh klien, gimana bisa independen? Gimana bisa jujur?"

    berarti bener donk kata2 Oom "RS" dulu ntuuh yang bilang blogger itu 'penipu' .. jadi gimana donk mba Nisa ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. nggak menipu sih, cuma nulis sesuai brief hahahaha. yaaa, ada yang mungkin memang niatnya menipu, tapi banyak juga kan yang nggak :)

      Delete
  7. ngangguk ngangguk... oke sip nambah wawasan nih maklum job review pemula

    ReplyDelete
  8. Gw juga gak mau keleuss profesi wartawan disamain sama blogger. Ora sudi mengingat kuliahnya susah, ngabisin waktu 5 tahun pula *curcol XD

    ReplyDelete
  9. enakan jd blogger kalo gitu..hahahaha

    ReplyDelete
  10. Im blogger! Hihihi... dan ini duniaku.. Yeaaahh \m/

    ReplyDelete
  11. sudah beberapa hari saya mencari berita seperti ini, dan akhirnya.. akhirnya ketemu!! terimakasih nih ya? postingannya sangat berharga bagi saya, thanks gan!

    ReplyDelete
  12. masing2 sajalah.. sdh ada porsinya masing2 kan. Biar enak.. hihi...

    ReplyDelete
  13. Enak blogger berarti yah...boleh terima godie bag, hihihi....

    ReplyDelete
  14. Hmmmm ya...ya..baru ngerti bedanya

    ReplyDelete
  15. yup, bener. disamakan dalam hal "Sama-sama diundang event, sama-sama meliput" itu saja sudah sangat2 cukup ^^

    ReplyDelete
  16. Setuju banget, saya sudah ngeblog setahun lebih. Salam kenal yah kak.

    ReplyDelete
  17. Ini artikel the best. Beberapa poin diatas justru baru saya tahu. Informatif sekali. Btw poin ke-6 itu related dengan saya. Sewaktu blog saya pernah dpat konten sponsor dri brand, sya diminta buat ulasan. setelah konten jadi, saya post langsung gk di draft dlu. Eh malah diomelin, saya kaget dong. Soalx beberapa kemarin sya langsung post anteng2 aja. Itu kejadian wktu awal2 mulai blogging. Sekrang mulai belajar aturan dikit2 dri kegiatan jurnalis, soalx makin kesini brand makin sama2in kita2 seperti media. Apesnya kta yg basic blogger gk tau gituan. Gk ada pedomannya.

    ReplyDelete
  18. Hahhahaha kelamaan jadi wartawan jadi tau bgt..blogger sih lebih santai.wartawan Nerima amplop..aduh disebut wartawan Bodrex deh :)

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)