-->

#FAMILYTALK: Karena Kalah itu Tidak Apa-apa

on
Saturday, December 12, 2015

Karena baru bikin giveaway jadi tema #FAMILYTALK minggu ini tentang kekalahan.  muehehehhehehe. Soalnya juga ada yang suka drama kalau kalah sesuatu ... yaitu suami saya sendiri pemirsa alias JG. LOL

Kalau masih level main game doang sih okelah kalah, tapi kalau udah urusan lomba-lomba gitu JG paling males ikut karena takut kalah. Kalau saya kalah lomba blog pun sayanya biasa aja, dianya yang suka sedih sampai bengong, kenapa saya bisa kalah? LHA? :/

Baca versi Isti di sini:

Dan kalah-kalah ini nggak mesti selalu lomba loh. Contohnya kemarin di Lotte Shopping Avenue, sebuah brand tas cuci gudang akhir tahun. Di tulisannya diskon up to 70% tapi tasnya branded jadi saya sih lempeng aja nggak niat nanya sama sekali karena yakin nggak mampu beli.

Eh tapi format Lotte itu memang secara psikologis bikin orang penasaran ya. Buat yang nggak tahu, di Lotte Shopping Avenue, hampir semua storenya nggak disekat kaca apapun. Nggak ada batas sama sekali, jadi di tempat jalan sama meja pajangan tuh ga ada batas, kaya lagi di pameran aja gitu. Beda sama mall lain yang store barang branded-nya itu bener-bener gemerlap cahaya bikin jiper padahal cuma lewat di balik kaca. Mana berani masuk, terintimidasi duluan.

Kalau di Lotte mah bisa aja sambil lewat iseng nyolek sepatu yang ternyata harganya Rp 5juta, kemudian deg-degan sendiri pas liat tag harganya muahahahhahaha. *salah sendiri sok colek-colek*

Nah karena penasaran dengan diskon up to 70% nya, jadi JG "maksa" saya untuk nanya mbaknya. Berapa harganya? Kapan lagi coba diskon sampai segitu? Soalnya nggak ada tag harganya. Saya ambil tas warna ungu cantik sekali dan tanya mbaknya.

"Setelah 70% diskon jadi Rp 5,8juta, bu," jawab mbaknya ramah. Padahal untuk level tas harga segitu, penampilan kami sungguhlah tidak sesuai. Pake baju casual banget, malah Bebe pake piyama buluk karena pulang dari daycare. Jauh dari kesan orang kaya yang tasnya ga boleh sentuh lantai saking harganya lebih mahal dari mobil saya. T_______T

Setelah itu ya udah ya saya mah cekikikan aja sambil bilang makasih sama mbaknya. Tapi JG bengong. Sampai kemudian pulang, di mobil masih bengong. Kenapa? Kenapa coba?

Karena dia nggak bisa terima kalau dia "kalah". Kalah dari harga tas sampai nggak mampu beli. Saya mah udah maklum aja, nggak usah nanya juga udah tahu sebab bengongnya. Hahahahaha. Gila ga sih efek ga bisa terima kekalahan ini?

Jadi gimana dong biar anak bisa terima kekalahan? Biar Bebe nggak kaya bapaknya? XD

Biasakan Anak Berkompetisi


Kata JG, Valentino Rossi itu sudah mulai balap sejak usia 4 tahun. Dia sudah terbiasa berkompetisi sejak kecil jadi mental juaranya terasah. Mental juara itu katanya kalau tahun ini kalah, tahun depan coba lagi dengan memperbaiki kesalahan di tahun sebelumnya. Kalau masih kalah juga, tahun depannya perbaiki lagi, and so on and so on.

Saya jadi kepikiran dari TK saya sering sekali diikutkan lomba menggambar. Sebabnya ayah saya ambisius saya harus masuk seni rupa ITB. -________- Tapi kemudian sampai hampir lulus SD kalah terus. Belum pernah menang juara 1 sekali pun. Seringnya kalah atau paling mentok juara harapan.

Ayah akhirnya sadar, jiwa saya bukan di gambar. Dan saya akhirnya terbiasa berkompetisi dan terbiasa kalah. Jadi ya buat saya kalah lomba itu biasa aja saking seringnya kalah.

Nah beda dengan JG. Menurutnya, ia sejak kecil tidak diajari berkompetisi. Diajari untuk percaya diri sih iya, tapi jadinya ketika "kalah" langsung bingung. Percaya diri 100% kok bisa kalah? :))))

Jadi kompetisi itu penting sih menurut saya. Membiasakan anak untuk berkompetisi sejak kecil sehingga sejak kecil ia tahu menang dan kalah. Menang kalah itu kerja kerasnya harus tetap sama. Menang kalah itu biasa.

Saya akhirnya sadar, pantes suka banyak ibu-ibu yang drama kalau anaknya kalah pertandingan. Padahal anaknya mah biasa aja. Si anak sudah terbiasa berkompetisi sementara ibunya yang malah sulit menerima kekalahan.

PR selanjutnya adalah, menentukan minat Bebe. Sukanya apa? Tinggal diarahkan ke sana dan dibiasakan berkompetisi sejak kecil. Diajarkan kalau menang kalah itu hanya hasil akhir dari kerja keras. Tak ada yang perlu terlalu dibanggakan, tak ada yang perlu terlalu disesali.

Gimana buibu, ada yang sudah lebih pengalaman mengajarkan kekalahan pada anak? Share yukkkk!

-ast-




LIKE THIS POST? STAY UPDATED!


LATEST VIDEO

PLEASE SUBSCRIBE!
5 comments on "#FAMILYTALK: Karena Kalah itu Tidak Apa-apa"
  1. Dan seumur Naia kompetisinya sesimpel lebih cepet mana, dia mandi atau aku nyuci piring, wakakakakakak

    ReplyDelete
  2. sebagai keluarga percinta lomba...udah biasa kami ikutan kompetisi. 2015 ini, ibuk yang lomba kebersihan rumah..bapak lomba baris berbaris..saya? lebih banyak lagi. hihhihiii...makanya kalau ada yang kalah atau menang, di keluarga kami nggak jadi masalah.

    ReplyDelete
  3. Asma jarang ikut lomba. Kayanya harus lebih sering diikutkan agar tahu arti menang dan kalah. :)

    ReplyDelete
  4. Menurutku sih ya... Sebelum ngikutin anak ke aneka lomba2, lebih baik sih tanya ke diri sendiri. Sanggup nggak kita menerima kekalahan anaknya? Sanggup nggak kita utk tidak memaksa anaknya utk menang? At least kalau kita mau drama kekalahan anak ya cuma di depan pasangan, enggak di depan anaknya. Kasian aja sih... Nanti beban hidupnya bakal berat karna harus menang untuk menyenangkan hati ortunya. :D

    ReplyDelete
  5. haha, aku dari sd bolak balik ikut olimpiade tapi juaaarang menang. finalis-finalis-semifinalis. pas pertama kali menang setelah 5,5 tahun pembinaan dan ikut lomba di mana-mana, aku malah jadi kayak patung. melongo, nggak tahu harus gimana. soalnya terbiasa kalah, wkwkwk

    ReplyDelete

Hallo! Terima kasih sudah membaca. :) Silakan tinggalkan komentar di bawah ini. Mohon maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya. :)